Penulis : Dinda Pranata
Buset! kenapa perutku merasa ada yang terbang,” kata Setyo.
“Apanya yang terbang? memang perutmu ada sayapnya,” ledek Siska sambil membaca kembali teks puisinya.
“Memang kamu merasa ada sesuatu yang terbang? di perut gitu?” Mendengar pertanyaan Setyo, Siska cuma bisa menggeleng.
“Memang perutmu ada burungnya, sampai merasa seperti itu,” tawa Siska.
Dunia Terbalik karya Dinda Pranata
Kupu-kupu dalam perut, merupakan suatu fenomena yang unik. Siapa yang sangka dalam perut kita bisa merasa ada kupu-kupu terbang dalam perut ketika kita merasa gugup. Apakah benar kupu-kupu itu ada dalam perut ataukah suatu fenomena itu bisa dijelaskan dengan akal pikiran ? Sebelumnya kita membahas tentang sistem syaraf dalam artikel Kaitan Mascara dan Mulut Terbuka, kali ini bahasan yang sama dengan topik yang berbeda menjelaskan fenomena kupu-kupu dalam perut.
Baca juga: TanyaKenapa Laut Berwarna Biru?
Perut Menjadi Otak Kedua
Dalam tubuh manusia kita tidak hanya menggunakan otak yang ada di kepala, tetapi kita juga memiliki otak kedua yang bernama perut. Di dalam perut sendiri terdapat sistem syaraf yang menghubungkan otak dan usus. Jaringan syaraf yang menghubungan bagian otak dan usus disebut sebagai sistem syaraf enterik dan banyak orang sering menyebutnya sebagai otak kedua.
Ratusan juta neuron yang menghubungkan otak dengan sistem saraf enterik, bagian dari sistem saraf yang bertugas mengendalikan sistem pencernaan. Jaringan syaraf pada otak kedua ini cukup luas yang dimulai dari kerongkungan hingga ke anus. apa alasan sistem syaraf pencernaan membutuhkan otak sendiri? Pekerjaan dakan sistem saraf enterik diawasi oleh otak dan sistem saraf pusat. Sistem saraf pusat berfungsi untuk berkomunikasi dengan usus lewat cabang simpatik dan parasimpatis sistem saraf otonom. Lalu sistem saraf otonom ini mengatur kecepatan makanan melewati usus, sekresi asam di perut kita dan produksi lendir di lapisan usus.
Otak berkomunikasi dengan usus melalui sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal untuk membantu pencernaan lewat hormon. Hormon inilah yang mempengaruhi kondisi usus termasuk mengatur mikrobiota yang ada di dalamnya. Mikrobiota usus ini memengaruhi neurotransmitter serotonin dan mengatur perasaan bahagia. Serotonin bisa jadi adalah salah satu dari banyak pembawa pesan biokimiawi yang mempengaruhi suasana hati. Lalu apa hubungannya dengan kupu-kupu dalam perut?
Kupu-kupu dalam Perut dan Otak Kedua
Seperti penjelasan di atas tentang sistem syaraf dalam tubuh manusia terdiri dari syaraf simpatetik dan parasimpatetik. Syaraf yang mengatur kondisi manusia terjaga dan berhati-hati adalah sistem syaraf simpatetik dan sebaliknya sistem parasimpatetik merupakan sistem syaraf yang bertugas membuat manusia tubuh menjadi lebih tenang.
Ketika dalam keadaan gugup dan tegang, otak mengirimkan sinyal kepada hormon kortisol untuk dialirkan ke seluruh tubuh dan memicu meningkatnya detak jatung. Dengan detak jantung yang cepat membuat darah akan meninggalkan seperti perut dan jatung yang tidak membutuhkannya, serta mengalir ke bagian yang membutuhkan lebih banyak darah seperti bagian kaki, tangan atau yang lainnya. Darah yang menjauh dari area perut, membuat pembuluh darah sekitar perut akan mengalami penyempitan dan kontraksi. Hal ini lah yang menyebabkan seperti ada kupu-kupu atau serangga dalam perut.
Baca juga: TanyaKenapa Kita Berbohong - Ternyata Ini Alasannya!
Seperti mengutip halaman greatist.com kondisi ini menyebabkan orang waspada terhadap situasi yang ada di sekitarnya. Kondisi ini pun memicu meningkatya tekanan darah, detak jantung dan irama pernafasan. Selain itu, keadaan seperti ini membuat kita lebih mudah berkeringat dan menegang di saat yang bersamaan.
Sistem adrenalin yang menekan usus ini membuat sistem percernaan menjadi lambat dan melemaskan otot sekitar usus. Ketegangan dan kontraksi di area perut ini mampu membuat kita bisa bolak-balik ke toilet untuk buang air kecil saat gugup dan menciptakan sensasi kupu-kupu dalam perut. Masih merasa kupu-kupu hidup dalam perutmu ?
Source :
curiosity.com
greatist.com
theconversation.com
blogs.discovermagazine.com
scientificamerica.com
Comment
2 Responses