Home / Pojokan

Resensi Max Havelaar- Idealisme Kemanusiaan Pada Tokoh Max Havelaar. Apakah Kemanusiaan Kala Itu Benar-Benar Mati ?

Senjahari.com - 19/04/2019

Resensi Max Havelaar- Idealisme Kemanusiaan Pada Tokoh Max Havelaar. Apakah Kemanusiaan Kala Itu Benar-Benar Mati ?

Penulis : Dinda Pranata

Bangsa Belanda yang pada awalnya datang ke Indonesia yang dia sebut sebagai Hindia Belanda bertujuan untuk berdagang dan menanam kopi, tak lama kemudian berubah menjadi pemerasan hak-hak manusia, penindasan dan perbudakan bangsa. Bangsa yang saat itu belum memiliki identitas sebagai negara sebelum tahun 1945, masih dianggap ‘saudara muda’ bangsa Belanda yang saat itu tinggal. Kata ‘saudara muda’ berubah ketika kekuasaan dan hati nurani diperbudak oleh keserakahan sehingga memunculkan kata ‘Jajahan’. Dari beberapa orang Belanda yang masih mempertanyakan sisi kemanusiaan kaum pribumi yang dipaksa bekerja tanpa upah salah satunya adalah Edward Douwes Dekker. Siapa dia ?

Terkait #Resensi :
#Resensi Pendidikan Karakter Di Episode Kisah Karya Tetsuko Kuronayagi – Novel Totto-chan
#Resensi Budaya Patriarki Di Abad Pertengahan Lewat Tokoh di Grand Shopy Karya Geogrette Heyer

Edward Douwes Dekker
Edward Douwes Dekker by http://www.kaskus.co.id


Seorang Asisten Residen Lebak Yang Berjuang Atas Nama Kemanusiaan

Edward Douwes Dekker lahir di Amsterdam dengan ayah seorang pelaut yang hampir tidak pernah ada di rumah. Dekker kemudian belajar di sekolah latin di Amsterdam namun setelah 3 tahun ia meninggalkan studinya dan bekerja di bisnis tekstil. Kemudian, pada usianya yang ke 18 tahun ia pergi ke Indonesia dengan kapal ayahnya bersama dengan saudaranya. Ia menetap selama hampir 20 tahun dan memegang beberapa jabatan penting salah satunya sebagai Asisten residen yang membuka matanya tentang kekejaman kolonialisme di Indonesia saat itu.

Selama ia tinggal di Indonesia ia pernah pergi ke Natal, wilayah pantai barat Sumatra untuk menjadi pencatat keuangan yang membuatnya harus menderita akibat kesalahan pencatatan yang dilakukannya. Ia hampir selama 3 bulan tidak mendapat gaji dari pemerintahnya dan pada akhirnya di pindahkan ke wilayah Lebak.

Baca juga: Resensi Habis Gelap Terbitlah Terang Sebuah Seruan Tentang Tradisi Dan Agama .

Di Lebak Banten-lah ia melihat banyak kekejaman akibat penindasan seperti kelaparan penduduk, kemiskinan, perampasan hak, hingga penyelewengan petinggi Lebak. Ia menceritakan segala yang ia lihat, dan ia alami dalam sebuah buku berjudul Max Havelaar dengan nama samarannya Multatuli.

Terkait #Resensi :
#Resensi Mendalami Sifat Alami Anak-Anak Lewat Karya Tetsuko Kuronayagi – Totto Chan.
#Resensi Very Good Lives – J.K Rowling (Lewat Imajinasi Lampaui Kegagalan)

Tulisan Max Havelaar Untuk Kemanusiaan

Pada karya yang ditulis oleh Dekker dengan tokoh Max Havelaar ini sebagai bukti bahwa masih ada bangsa Belanda yang menaruh simpati pada kekejaman saat itu. Max dalam karyanya digambarkan dengan seseorang yang memiliki jiwa yang lemah lembut, tidak tega terhadap penderitaan orang lain dan mudah simpati pada penduduk yang perlu ditolong. Dalam karyanya itu Max tidak jarang mengalami kesulitan akibat sifatnya yang mudah menaruh simpati pada penduduk Lebak.

Ia mengatakan bahwa siapa saja yang mengalami kesulitan bisa mengadu padanya tanpa ragu-ragu. Saat itu ia menyadari bahwa penduduk yang tertindas itu tidak memiliki seseorang yang bisa membantunya saat petinggi pribumi dan bangsa Belanda melakukan penindasan pada mereka. Bangsa Belanda yang menemukan kejanggalan pada kondisi di Hindia Belanda saat itu seolah menutup mata karena takut petinggi Lebak akan mengancam kekuasaannya. Kabar ini penindasan ini pun tidak sampai pada laporan yang seharusnya diterima oleh negeri Belanda.

Ia sering sekali mengirimkan surat-surat pada gubernur jenderal yang saat itu berkuasa, namun hanya dianggap sebagai angin lalu atau tuduhan yang tidak berdasar. Kondisi inilah yang membuatnya semakin menderita keuangan dengan gaji yang kecil ia masih harus membantu penduduk yang menderita. Hingga puncaknya ia mengundurkan diri sebagai Asisten Lebak dan menuliskan suaranya dalam tulisan yang ia terbitkan sendiri dengan bantuan Syalman dan Drogstoppel (pedagang kopi). Ia ingin karyanya di dengar oleh petinggi-petinggi bahwa ada penindasan yang tidak berprikemanusiaan di tanah jajahan raja Belanda.

Kamu sendiri sudah membaca karya besar ini ? Yuk sharing pendapatmu disini ! ^^

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

*

Post comment

Comment

Ping-balik: #Resensi – Bumi Manusia, Sebuah Roman Cinta Pribumi Dan Peranakan Eropa.
Ping-balik: #Resensi Goodbye,Things – Gaya Hidup Minimalis Dalam Tantangan Konsumerisme Dunia
Ping-balik: #Resensi Bumi Manusia – Pandangan Pramoedya Ananta Toer Terhadap Pergundikan Kolonialisme
Ping-balik: #Resensi – Kisah Seorang Pedagang Darah. Krisis Kemanusiaan Di China Tahun 1960-an
Ping-balik: #Resensi – Totto Chan's Children. Kisah Kemanusiaan Di Negara Konflik
Ping-balik: #Resensi – Why Men Want Sex and Woman Need Love. Cara Kerja Otak Pria Dan Wanita Dalam Melihat Cinta. – Dinda Pranata

6 Responses