Home / Pojokan

Resensi Habis Gelap Terbitlah Terang Sebuah Seruan Tentang Tradisi Dan Agama .

Senjahari.com - 29/04/2019

Penulis : Dinda Pranata

Jika membahas tradisi dan agama merupakan suatu hal yang sangat krusial dan sangat sensitif di masyarakat. Hal ini sudah pasti karena menyangkut hal-hal yang menyangkut personal dan sangat pribadi. Dalam surat Kartini yang dikumpulkan oleh teman Belandanya terdapat hal yang menjadi perhatian Kartini terhadap tradisi dan keyakinan untuk wanita-wanita Jawa terutama wanita bangsanya. Bagaimana itu ?

Terkait #Resensi :
#Resensi Habis Gelap Terbitlah Terang – Surat Kartini Yang Mengkritik Budaya Senioritas.
#Resensi Idealisme Kemanusiaan Pada Tokoh Max Havelaar. Apakah Kemanusiaan Kala Itu Benar-Benar Mati ?

Seruan Tentang Tradisi Bangsanya

Surat Kartini berulang kali ia menyebutkan bahwa betapa menderitanya wanita-wanita di tanah Jawa yang tidak memperoleh pendidikan untuk kepentingan yang lebih besar. Ia menyayangkan tradisi Jawa yang saat itu mengharuskan wanita hanya di dalam rumah dan mengerjakan pekerjaan memasak, dan merawat anak. Belum lagi tradisi yang mengharuskan wanita harus dipingit selama 6 tahun hingga seorang pria menjadikannya istri.

Ia melihat betapa banyak hal yang bermanfaat jika wanita bisa mendapatkan pendidikan di luar sana sama seperti laki-laki. Wanita memiliki peran yang sangat besar dalam rumah tangga betapa baiknya jika ia bisa membantu pekerjaan suaminya dalam mengelola keuangan rumah tangga, merawat keluarga yang sakit atau terluka hingga memberikan pendidikan karakter pada anak-anak penerus. Sayangnya, budaya dan tradisi yang sudah mendarah daging membuat wanita berada tidak sejajar dengan laki-laki dan posisinya bisa dibilang selalu diremehkan.

Terkait #Resensi :
#Resensi Gambaran Kolonialisme Belanda Lewat Karakter Droogstopel Di Max Havelaar Karya Multatuli
#Resensi Bangsawan Pribumi Juga Memiliki Andil Dalam Kesengsaraan Rakyat di Zaman Kolonial – Max Havelaar Karya Multatuli
#Resensi Pendidikan Karakter Di Episode Kisah Karya Tetsuko Kuronayagi – Novel Totto-chan

Ketika ia melakukan perjalanan membangun pemikiran pendidikan wanita betapa banyak pertentangan yang didapatkannya dari ibu, hingga kenalan-kenalan dari keluarga bangsawan yang seolah tidak ingin melepaskan tradisi yang tidak bermanfaat. Hingga seorang teman bernama Nyonya Van Kol menyarankannya untuk menyuarakan aspirasi dan idenya secara terbuka lewat surat kabar agar banyak orang yang tahu kondisi dan keinginan wanita untuk maju. Hal ini membuat Kartini bingung dan pada akhirnya ia mencoba sarannya tersebut setelah mendapat izin kedua orang tuanya. Seorang wanita pada masa itu sangat tidak diizinkan tampil di depan umum sebelum ia menikah.

Sebenarnya kami harus sangat berhati-hati, tetapi dari pengalaman pada waktu akhir-akhir ini tahulah kami bahwa bekerja secara diam-diam dan dirahasiakan tidaklah mendatangkan sesuatu apapun……

Habis gelap terbitlah terang hal.315

Seruan Mengenai Agama.

Masa dimana Kartini hidup terutama kaum bangsawan bisa memiliki lebih dari satu atau dua istri. Dalam tradisi bangsawan dan agama yang ia jelaskan dalam bukunya bahwa seorang pria boleh saja memperistri satu atau dua atau lebih wanita. Hal ini membuat Kartini menyerukan betapa sengsaranya wanita harus hidup bersama dengan istri kedua atau ketiga dari seorang pria.

Ia merasakan bagaimana sengsaranya batin dan perasaan wanita yang tidak dijadikannya satu-satunya wanita dalam hidup seorang pria. Belum lagi jika seorang wanita sudah meminta untuk bercerai namun sang suami tidak mau menceraikannya tetapi datang dengan istri keduanya membuat wanita ini harus menerima penderitaan yang berat.

Terkait #Resensi :
#Resensi Budaya Patriarki Di Abad Pertengahan Lewat Tokoh di Grand Shopy Karya Geogrette Heyer
#Resensi Very Good Lives – J.K Rowling (Lewat Imajinasi Lampaui Kegagalan)

Selain itu ia juga menjelaskan bahwa agama itu baik, justru pihak-pihak yang tidak baik yang mengatas namakan agama menyerukan kebencian, mengejar agama lain, menghina agama satu dan lainnya membuat pandangan agama menjadi buruk. Bukankah tujuan agama adalah membuat ketenangan, ketentrama diantara umat manusia ?

Meski agama itu baik, tapi yang membuat kami tidak menyukai agama, bahwa para pemeluk agama yang satu menghina, membenci bahkan kadang-kadang mengejar-ngejar pemeluk agama yang lain. Tetapi sekarang kita cukupkan mengenai hal ini

Habis gelap terbitlah terang hal.325

Bagaimana menurutmu yang sudah membaca buku ini ? Apapun agama atau tradisi yang dipegang bukankah seharusnya diingat untuk kebaikan sesama manusia di dunia. Setuju ?!

Bagi kalian yang memiliki pertanyaan seputar wawasan dunia bisa ditanyakan dalam kolom komentar. Kami akan membantu mencari jawabannya, dan siapa tahu pertanyaan itu membuka wawasan bagi banyak orang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

*

Post comment

Comment

Ping-balik: #Resensi – Bumi Manusia, Sebuah Roman Cinta Pribumi Dan Peranakan Eropa.
Ping-balik: #Resensi Goodbye,Things – Gaya Hidup Minimalis Dalam Tantangan Konsumerisme Dunia
Ping-balik: #Resensi Bumi Manusia – Pandangan Pramoedya Ananta Toer Terhadap Pergundikan Kolonialisme
Ping-balik: #Resensi – Kisah Seorang Pedagang Darah. Krisis Kemanusiaan Di China Tahun 1960-an
Ping-balik: #Resensi – Totto Chan's Children. Kisah Kemanusiaan Di Negara Konflik
Ping-balik: #Resensi – Bicara Itu Ada Seninya. Mendengarkan Lebih Banyak Atau Berbicara Lebih Banyak? – Dinda Pranata
Ping-balik: #Resensi – Why Men Want Sex and Woman Need Love. Cara Kerja Otak Pria Dan Wanita Dalam Melihat Cinta. – Dinda Pranata
Ping-balik: #Resensi – Filosofi Teras. Jangan Bermain-Main Dengan Mindsetmu! – Dinda Pranata

8 Responses