Home / Pojokan / Sponsored

Resensi – Filosofi Teras. Jangan Bermain-Main Dengan Mindsetmu!

Senjahari.com - 23/12/2019

Resensi – Filosofi Teras. Jangan Bermain-Main Dengan Mindsetmu!

Penulis : Dinda Pranata

Filosofi teras sama dengan belajar filosofi di teras. Benar asal filosofi ini memang dari teras, tapi yang menariknya adalah ajarannya. Ajarannya menitik beratkan pada mindset atau pikiran yang mana membawa pengaruh besar tidak hanya pada psikologis tetapi juga fisik. Istilah pepatah yang mengatakan dalam pikiran yang sehat terdapat jiwa yang kuat memang benar adanya. Di sini sudah terlihat bagaimana pikiran bisa membawa dampak pada kondisi kesehatan seseorang. Maka jangan bermain-main dengan mainsetmu! Dalam resensi filosofi teras yang akan kita bahas ini menjelaskan apa filosofi teras itu dan bagaimana pikiran berpengaruh pada pola hidupmu?

FIlosofi Teras Dari Kapal Karam Seorang Pelaut

Pada tahun 300 SM seorang pelaut bernama Zeno melakukan perjalanan dari Phoenicia menuju ke Peiraeus melewati lautan mediteran yang luas. Namun, di tengah perjalanan ia mengalami musibah dan membuat kapal yang membawa barang dagangan karam di tengah lautan. Akibatnya ia terdampar di wilayah Athena Yunani.

Ketika terdampar ia mengunjungi sebuah toko buku untuk mencari buku-buku yang menarik tentang filsafat dan bertemu dengan filsuf aliran Cynic yang membuat ia belajar filosofi dari Crates dan filsuf yang lain. Kemudian, seteah ia memperoleh ilmu filosofi ia kemudian mengembangkannya dan memiliki aliran baru bernama Stoa. Ia mengajar pada sebuah teras yang memiliki pilar dan kemudian beberapa orang pengikutnya menyebutnya Stoa dalam bahasa Yunani (pengikut ajaran ini bernama Stoitisme)

Filsafat yang bernama Stoa (Filsafat teras) ini memiliki gaya yang berbeda dalam memandang dan menjalaninya. Mereka menjalani kehidupan dengan mengendalikan emosi dan berjalan untuk tujuan kebaikan sesama manusia. Dalam filsafat ini hal yang paling penting adalah akal pikran/mindset yang manusia miliki sehingga membuatnya berbeda dengan binatang. Manusia bisa memiliki akal yang dapat mereka gunakan untuk berjalan di kehidupan yang selaras dengan alam.

Mengolah Mindset Layaknya Mengolah Masakan

Filosofi teras ini menitik beratkan ajarannya pada kemampuan dasar manusia yaitu pikiran / mindset. Apa sebabnya? karena pikiran manusia merupakan hal yang paling membuatnya istimewa daripada makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Mindset manusia dapat diolah layaknya masakan hingga bisa mempengaruhi tindakan dan karakter dari manusia itu sendiri. Tak hanya itu, maindset berpengaruh besar terhadap segala perasaan yang timbul baik bahagia atau ketidakbahagiaan.

Baca juga: Kisah Kehidupan dalam Cerita Ernest Hemingway

Seorang praktisi stoa seharusnya merasakan keceriaan senantiasa dan suka cita yang terdalam karena ia mampu menemukan kebahagiaannya sendiri dan ia tidak menginginkan suka cita yang lebih daripada suka cita yang datang dari dalam (Inner Joys)

Seneca (On Happy Live) – Filosofi Teras hal 27

Filosofi ini menekankan bagaimana kita untuk jangan bermain-main dengan mindset kita sendiri. Artinya kita tidak bisa sembarangan menggunakan pikiran tanpa diolah terlebih dahulu. Dengan mengolah pikiran, kita dapat mengendalikan segala emosi negatif yang datang dengan cara yang lebih bijak. Pikiran yang bijak akan mampu membedakan apa itu obyektifitas keadaan dengan persepsi (pandangan) keadaan. Serta, mampu menyadari dimana ada hal-hal yang bisa kita kendalikan dan tidak bisa kita kendalikan.

Penyebab dari datangnya emosi negatif seperti marah, kecewa, sakit hati adalah karena kita terlalu menggantungkan diri pada hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan sehingga datanglah rasa-rasa itu. Tidak hanya itu, kita lebih sering memandang sebuah keadaan dari persepsi kita sendiri dibandingkan obyektifitas dari keadaan itu. Sebagai contoh saat ulang tahun, kekasih lupa mengucapkan selamat ulang tahun atau memberi hadiah. Persepsi kita bisa jadi ia tidak sayang, atau sengaja lupa (akhirnya baper atau marah-marah). Obyektifitas keadaan adalah kekasih lupa mengucapkan. Akhirnya kita marah-marah dan setelah tau alasan ia lupa karena ibunya atau keluarganya sakit kita kemudian menyesalinya. Selain itu, kita marah artinya kita menggantungkan kebahagiaan pada hal yang tidak bisa kendalikan yaitu pikiran atau keadaan orang lain.

Dengan pengelolaan mainset/pikiran yang bijak, maka rasa penyesalan ataupun emosi negatif yang menyita energi bisa terhindari. Oleh karena itu, jangan pernah bermain-main dengan mindset tanpa mengolahnya! It’s dangerous as well. Masih mau mencoba bermain-main dengan mindset yang salah?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

*

Post comment

Comment

Ping-balik: #Resensi – Bicara Itu Ada Seninya. Mendengarkan Lebih Banyak Atau Berbicara Lebih Banyak? – Dinda Pranata
Ping-balik: #Resensi – Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat! Cara Memiliki Mental Baja – Dinda Pranata
Ping-balik: #Resensi The Danish Way Of Parenting – Pola Asuh Anak Berkarakter. – Dinda Pranata
Ping-balik: #Resensi – Quiet Impact! Tak Masalah Menjadi Orang Introver. Mereka Pun Butuh Diterima! – Dinda Pranata

4 Responses