Home / Pojokan

Resensi 21 Lessons – Ketakutan Manusia Abad 21. Apakah Dunia Semenakutkan Itu?

Senjahari.com - 16/03/2020

Resensi 21 Lessons – Ketakutan Manusia Abad 21. Apakah Dunia Semenakutkan Itu?

Penulis : Dinda Pranata

#Resensi ini berbicara tentang masa depan, segala aspek yang tidak menentu datang bersamaan dengan tantangan yang akan di hadapi manusia. Tidak hanya mengenai ketidak pastian, tetapi juga tantangan yang menakutkan bagi sebagian orang karena ketidak mampuan beradaptasi dan juga bergesernya nilai-nilai yang dianggap penting di masa sebelumnya. Bagaimana hal itu bisa menjelma dalam wujud ketakutan dan apa yang perlu dipelajari?

21 Lessons
21 Lessons by bukalapak.com

Ingin Berubah Tapi Masih Gagal Move On Dari Pandangan Lama.

#Resensi buku Prof. Yuval Noah Harari berusaha menjelaskan bagaimana prinsip nihilisme terjadi pada banyak sisi dimana mereka menginginkan sebuah perubahan tetapi masih berpijak pada pandangan lama. Hal ini justru tidak membuat manusia akan melangkah maju tetapi memunjulkan usaha yang sia-sia. Ia mencontohkan bagaimana Amerika mengemas sebuah konsep liberalisme yang berpijak pada tahun 1980-an seperti yang dijalankan oleh Donald Trump saat ini.

Ini bisa dibilang merupakan apa yang sedang terjadi di seluruh dunia, karena kekososngan yang ditinggalkan oleh runtuhnya liberalisme secara tentatif diisi oleh fantasi nostalgia tentang kejayaan lokal masa lalu. Donald Trump menggabungkan seruannya dengan isolasionalisme Amerika dengan janju untuk membuat Amerika berjaya kembali, seolah Amerika Serikat pada tahun 1980-an atau 1950-an adalah masyarakat yang sempurna dan seharusnya ditiru oleh orang Amerika pada abad ke-21…

Bab 1 Kekecewaan hal 15

Tidak hanya sebuah negara dalam konsep yang luas, kondisi ini juga terjadi pada manusia saat ini dimana mereka mengharapkan perubahan tetapi seolah belum bisa move on ke pandangan baru yang ditawarkan oleh perubahan itu. Mereka masih berpegang pada prinsip-prinsip lama yang dianggap paling relevan dengan mereka ketika mereka berjalan menuju perubahan itu. Hasilnya adalah nihilisme atau kekosongan. Sebuah contoh sederhana tentang bagaimana mitos kalau bekerja tidak diselesaikan maka cita-cita atau jodoh tidak akan datang. Mitos ini tidak bisa berjalan pada zaman ini karena dalam era digital pekerjaan multitasking sekarang dibutuhkan bahkan dalam pekerjaan yang kita cita-citakan. Lalu apa yang terjadi pada saat gagal move on seperti ini?

Gagal Move On = Patah Hati Yang Berkelanjutan

Jika sebuah pandangan lama dipaksakan bisa sesuai dengan pandangan atau perubahan nilai yang baru maka akan timbul kekecewaan atau krisis yang tidak berkesudahan. Seperti contoh yang sering terjadi di Indonesia adalah bagaimana para Ojek konvensional berseteru dengan Ojek Online yang marak terjadi. Kondisi ini sempat memicu bentrokan kebijakan dimana ojek konvensional memblokade ojek online untuk beroperasi. Tapi, peminat ojek online lebih banyak dibanding dengan ojek konvensional bukan? Ojek Konvesional mau tidak mau harus beradaptasi dengan zaman yang serba digital dan beralih menggunakan metode yang baru agar bisa sejalan dan bertahan dengan provesinya.

Baca juga: Resensi Budaya Patriarki Di Abad Pertengahan Lewat Tokoh di Grand Shopy Karya Geogrette Heyer

Kondisi ini serupa dengan nilai-nilai yang dipegang oleh sejumlah negara dimana mereka menganut sistem politik A tetapi masih memegang pandangan-pandangan lama sehingga krisis yang terjadi tidak berkesudahan. Bagaimana Amerika serikat saat ini ingin kembali seperti era 50-an atau 80-an dimana kuasa adi dayanya begitu terlihat hingga lupa kontribusi terhadap tantangan dunia yang lain. Tidak hanya di Amerika tetapi juga di sebagian besar negara dunia masih berpegang pandangan lama yang terkesan ‘memaksakan’ untuk diaplikasikan pada pandangan-pandangan baru.

Tantangan masa depan lebih dari sekedar mempertahankan nilai, konsep atau pandangan hidup lama. Tetapi, lebih luas dan besar bagaimana manusia harus bisa menyesuaikan diri dengan teknologi seperti infoteknologi dan bioteknologi yang semakin erat dengan kehidupan manusia. Siapkah diri kita dengan itu?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

*

Post comment