Home / Koridor

Lorong Waktu-Asal Usul Virus Yang Dari Dulu Memang Bikin Galau.

Senjahari.com - 09/04/2020

Lorong Waktu-Asal Usul Virus Yang Dari Dulu Memang Bikin Galau.

Penulis : Dinda Pranata

Virus diketahui sebagai mikroorganisme yang paling kecil dan tidak mudah mati. Mikroorganisme ini memiliki ukuran yang 100 sampai 1000 kali lebih kecil dari bakteri. Akibat ukurannya yang sangat kecil banyak dokter dan ilmuan pada masa lalu tidak bisa mendeteksi keberadaan dari virus ini karena keterbatasan alat untuk melihatnya. Sampai pada akhir abad ke 19, istilah virus ini ditemukan dan ilmu yang mempelajari virus ini dikembangkan. Lantas bagaimana perjalanan penemuan virus ini?

Berterimakasihlah Pada Ilmu Mikrobiologi!

Sebelum istilah virus ini muncul, kita perlu berterima kasih pada penemu ilmu mikrobiologis yang menemukan bahwa ada makhluk-makhluk mini yang tak kasat mata berdampingan dengan manusia dan makhluk hidup lainnya dimana rata-rata mereka sifatnya tidak baik. Pada awalnya ilmu mikrobiologi ini ada sudah lama sekitar awal abad ke 6 SM oleh penganut Jainisme dimana dikatakan ada makhluk kecil yang hidup di tanah, air, api dan udara. Teori ini kemudian terus berkembang hingga ditemukannya cabang ilmu mikrobiologi seperti bakeriologi, imunologi, parasitologi, hingga virologi.

Cikal bakal dari virologi ini berasal dari istilah kuman dimana pada zaman yunani kuno hingga mesir kuno kuman disini dianggap sebagai pembawa penyakit yang diberikan karena hukuman oleh Tuhan. Bahkan beberapa wabah seperti wabah justinian, pes, cacar dan campak pada masa awal sering kali dan banyak sekali orang-orang yang mati tanpa pengobatan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan alat deteksinya. Kemudian di awal abad ke 17 dimana Robert Hooke (1635–1703) di Inggris dan Antonie van Leeuwenhoek (1632–1723) di Belanda menemukan mikroskop cahaya untuk melihat hewan-hewan kecil ini bisa terlihat sehingga mikroorganisme ini bisa dideteksi dan diteliti dari struktur tubuhnya, dan bentuknya.

Kemudian, setelah mikroskop ditemukan berbagai penyakit yang disebabkan oleh bakteri bisa diteliti dan dikembangkan metode pengobatannya serta pencegahannya melalui vaksinasi. Istilah vaksin ini awalnya ditemukan oleh Dr. Edward Jenner di Inggris pada tahun 1796, walaupun metode vaksin ini sudah ada sejak sebelum itu tetapi pengakuan akan istilah ini baru mencuat setelah adanya kasus cacar yang terjadi di Inggris. Sayangnya temuan vaksin yang menggunakan orang sehat ini ditolak oleh banyak pihak karena tidak sesuai dengan agama. Namun dengan seiring perkembangan waktu vaksin mulai diterima karena dianggap penting untuk menghindari penyakit tertentu dan hal itu dipengaruhi oleh Louis Pasteur (1822–1895) di Paris, and Robert Koch (1843–1910).

Virus Pada Tanaman

Pada tahun 1886 Seorang ahli agrikultur bernama Adolf Edward Meyer menemukan bahwa virus pada tanaman tembakau yang dikenal dengan Tobacco Mozaic Virus bisa menyerang tanaman yang juga bisa menyebabkan tanaman sehat menjadi mati. Namun, saat itu ia tidak bisa menemukan keberadaan virus itu karena ukuran mikroskop yang ada tidak bisa melihat ukurannya. Ia hanya menemukan bahwa tanaman tembakau yang sehat itu terinfeksi pada tanaman yang sakit.

Baca juga: Ching Shih: Siapa Bilang Perompak Wanita Tidak Ada ? Ini Buktinya !

Lalu, setelah itu seorang peneliti Rusia bernama Dimitri Ivanovski menemukan bahwa virus tobacco mozaic itu bisa disaring ketika ia mencoba meneliti dengan menghancurkan tanaman terinfeksi dan ditemukan bahwa infeksi ini berukuran lebih kecil dari bakteri, namun sayangnya ia tidak menggunakan istilah virus tetapi menggunakan istilah ‘agen yang tersaring’. Baru setelah penemuan dari Martinus Beijerink (1851–1931) dimana ia menjelaskan adanya teori cairan hidup yang menular. Dan pada tahun setelahnya istilah virus ini digunakan oleh Friedrich Loeffler dan Paul Frosch untuk virus penyakit mulut dan kaki dimana nama virus ini diambil dari bahasa latin yang berarti ‘Cairan yang beracun’

Perjalanan penemuan virus ini memang panjang tetapi penemuan dan istilah ini baru muncul di beberapa abad setelahnya. Kisahnya memang bisa membuat para peneliti galau ya!

Source:
link.springer.com
sciencedirect.com
news-medical.net

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

*

Post comment