Penulis : Dinda Pranata
Banyak dari kita yang sudah sering mendengar upacara menuju kedewasaan dalam agama Hindu bernama upacara potong gigi. Upacara potong gigi umat hindu ini berlangsung ketika seorang anak sudah beranjak dewasa. Namun, tidak hanya di Bali yang memiliki upacara menuju kedewasaan, di Jepang pun memiliki upacara dengan tema yang serupa bernama Upacara Seijinshiki. Lalu bagaimana upacara ini memandang kedewasaan itu?
Upacara Kedewasaan di Bali Syarat Nilai Keagamaan.
Masyarakat hindu di Bali yang melaksanakan upacara potong gigi merupakan sebuah kewajiban yang berkaitan dengan tanggung jawab. Upacara potong gigi ini termasuk dalam upacara manusa yajna dan sesuai dengan kitab suci weda. Upacara ini memiliki simbol pembersihan sifat-sifat buruk dalam manusia yaitu sadripu. Sadripu ini adalah (enam musuh dalam sifat manusia) terdiri dari hawa nafsu, serakah, kemarahan, mabuk, perasaan bingung, dan iri hat. Dari unsur keindahan manusia kegiatan ini dapat menjadikan penampilan seseorang lebih baik karena gigi yang terlihat lebih rata.
Dalam Lontar Tutur Sanghyang Yama menyebutkan :
mwah yan amandesi wwang durung ang raja, pada tan kawenang, amalat rare ngaranya, tunggal alanya ring wwang angrabyaning wwang durung angraja, tan sukrama kna ring jagat megawe sanggar negaranira Çri Aji.
Artinya
Lagi jika memotong gigi orang yang belum kotor kain, sama sekali tidak dibenarkan, memperkosa bayi (anak-anak) namanya, sama buruknya dengan orang yang mengawini orang yang belum kotor kain (belum dewasa) tidak patut hal itu dilakukan didunia akan mengakibatkan rusaknya negara sang raja. Jadi dengan demikian seseorang baru boleh melaksanakan upacara Mepandes setelah mereka naik dewasa dalam arti sudah pernah kotor kain.
(Lontar Tutur Sanghyang Yama)
Seorang anak yang sudah melakukan upacara potong gigi, diharapkan dapat menjalani kehidupannya dengan tetap berpegang teguh pada tujuan dharma. Tak hanya itu, ia pun diharapkan agar menjadi anak yang bijaksana dalam mengarungi kehidupan pada usia matangnya.
Upacara Seijinshiki Syarat Nilai Sejarah
Upacara menuju kedewasaan di Jepang bernama Seijinshiki ini sebenarnya sudah ada sejak periode Asuka (538-710 Masehi). Pada masa itu mereka menggunakan istilah Genppuku dan berlangsung pada pertengahan bulan Januari dan bertepatan dengan bulan purnama. Namun ukuran kedewasaan di Jepang saat itu berbeda dengan saat ini yang terletak pada usia dan kematangan secara fisik. Pada masa itu upacara ini berlaku untuk orang laki-laki yang memiliki tinggi 136Cm atau usia 16 tahun pada saat itu. Sedangkan, untuk wanita yang menginjak usia 13 tahun memiliki upacara kedewasaan sendiri bernama moji.
Pada akhir Perang Dunia II yaitu tahun 1948 di wilayah Saitama yang memprakarsai upacara seijinshiki yang baru. Upacara yang baru ini menekankan tidak hanya masalah tanggung jawab secara personal, tetapi tanggung jawab membangun negara yang hancur akibat perang. Untuk menumbuhkan semangat itu, sejak tahun 1948 hingga sekarang upacara seijinshiki menjadi hari libur nasional Jepang yang berlangsung setiap awal bulan Januari setelah tahun baru. Para gadis dan lelaki muda akan berkumpul di balai kota dan pemerintah setempat pun menghadari upacara tersebut.
Upacara seijinshiki ini tidak hanya mengharapkan seorang dewasa yang matang tetapi juga memiliki tanggung jawab kehidupan secara moral baik kepada diri sendiri maupun tanggung jawab untuk membangun negara dengan berpegang pada nilai sejarah mereka.
Baca juga: Rumah Tradisi-Burn's Night: Acara Makan Malam Sambil Berpuisi Di Skotlandia. Receh Tapi Unik!
Nyatanya upacara kedewasaan yang kita miliki pun banyak dimiliki oleh negara lain dengan konsep dan pandangan yang berbeda. Lalu, adakah upacara menuju kedewasaan di daerahmu?
Source:
medium.com
phdi.or.id
miyazakiajet.org