Penulis : Dinda Pranata
Resensi I want to eat but i want to eat tteopokki merupakan novel dari karya Baek Se Hee yang menceritakan kehidupan nyata penulis yang hidup di Korea Selatan. Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa kehidupan keras di Korea Selatan yang mana digambarkan melalui drama-drama tidak selalu benar. Masalah psikologis yang kerap kali muncul akibat standart-standart kehidupan yang dimiliki oleh Korea Selatan menjadi hal cukup membuat tidak sedikit orang mengalami depresi hingga bunuh diri. Lalu, apa isi dari buku ini?
Distimia Salah Satu Istilah Depresi
Pada pengantar yang ditulis oleh dr Jiemi Ardian SpKJ di halaman ini sudah memaparkan secara singkat apa itu distimia. Distimia ini merupakan kondisi depresi yang terjadi terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang. Awal dari buku ini penulis merasakan bagaimana ia merasa malu dengan keadaannya ketika masih di sekolah, dan hal itu ditunjang dari bagaimana keluarganya berperilaku kepadanya.
Contohnya kakaknya sering merendahkan dan memperlakukan dia dengan tidak baik. Selain itu, ketika SMA penulis pernah mengalami kekerasan dari sang ayah dan itu tidak hanya dilakukan padanya tetapi kepada semua anggota keluarganya sehingga memunculkan rasa trauma dan rasa percaya diri yang rendah. Jika dalam lingkup keluarga yang merupakan wadah seorang anak berkembang tidak kondusif, itu akan menimbulkan luka yang harus ia bawa hingga ia dewasa. Itu yang dialami oleh penulis dimana ia sudah merasakan gejala depresi itu ketika berada dalam lingkup keluarganya.
Mencintai Diri Sendiri Akan Membuat Segalanya Lebih Baik.
Dalam buku ini penulis mengharapkan bahwa ia bisa mencintai dirinya sendiri baik dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Dalam kisahnya ia menderita semacam ketidakpercayaan diri akan penampilannya dan merasa sangat membutuhkan pengakuan atau perhatian untuk merasa lebih baik. Kondisi itu dijelaskan oleh sang psikiater semacam gangguan kepribadian holistik dimana sang penderita merasa takut kehilangan perhatian, takut tersingkirkan dan terpinggirkan.
Berbagai macam gangguan kepribadian juga dialami oleh penulis selain gangguang kepribadian holistik salah satunya gangguan kepribadian historik dimana penulis merasa seolah semua pusat dunia harus menjadikan dia sebuah sentral atau pemeran utamanya.
Baca juga: Habis Gelap Terbitlah Terang-Surat Kartini yang Mengkritik Budaya Senioritas
Psikiater: Apakah anda pernah mendengar gangguan kepribadian historik?
I want to die but I want to eat tteopokki hal. 140
Aku : Tidak, saya belum pernah mendengarnya. Apakah gejala yang saya alami ini adalah gangguan kepribadian histrorik?
P: Sepertinya anda memiliki kecenderungan tersebut. Anda memiliki kecenderungan bahwa kemana pun anda pergi, anda harus menjadi pemeran utama atau pusat perhatian di sana
Mencintai diri sendiri dan mengeluarkan hal yang terpendam seperti uneg-uneg akan membuatnya merasa lega dibandingkan dengan memendamnya. Memiliki perasaan negatif itu hal yang wajar, hanya perlu diolah dengan tidak meyakini perasaan itu sebagai sesuatu yang benar tentang diri sendiri. Berdamai dengan kekurangan diri sendiri akan membuat kita bisa tumbuh dan bijak dalam menghadapi berbagai situasi.