Penulis : Dinda Pranata
Ani sedang duduk di pojokan kamarnya di hari Senin yang cukup panas dengan es susu coklat di tangannya dan sebuah buku yang menjadi temannya di masa pandemi. Kacamata bulatnya yang bertengger di mata dan alisnya sedikit berkerut sambil berkata “Lukaku memang masih segar, tapi itu manusiawi.” Ia menatap sampul buku yang berjudul ‘yang belum usai’ itu.
Hati Manusia Seperti Kain Perca.
Manusia sejatinya mudah terluka dan itu adalah fakta. Manusia memiliki hati layaknya kain perca yang mereka tambal sana sini karena sayatan-sayatan luka batin di masa hidupnya. Jika kita mengeluh hidup kita menderita karena luka juga hal yang normal, karena memiliki luka batin adalah hal yang manusiawi. Tapi jika manusia tidak mengolah luka batin dengan baik, maka akan menyebabkan kita memiliki negative core believe atau keyakinan yang salah.
Permasalahan saat kita memiliki luka batin, kita cenderung membiarkan waktu yang menyembuhkan namun tidak benar-benar sembuh dengan baik. Seseorang yang belum bisa mengobati lukanya akan membuat mereka susah dalam menjalani kehidupan. Itulah mengapa orang yang mengalami masalah kesehatan mental seperti depresi, gangguan kecemasan, trauma, hingga kasus bunuh diri bisa jadi memiliki luka kehidupan yang belum sembuh tapi harus tergores dengan luka lain lagi.
Banyak yang mengaitkan luka batin dengan dampak dari pola asuh dan kurangnya kedekatan anak dengan orang tua. Pola pengasuhan yang baik akan membuat anak tumbuh dengan emosi dan pribadi yang lebih matang di masa dewasa.
…Salah satu kelekatan yang bisa menjadi fondasi anak tumbuh menjadi seseorang yang sehat secara mental adalah pola kelekatan yang aman (Secure attachment). Kelekatan yang aman terjadi ketika pengasuhan anak berfokus pada kehadiran baik secara fisik maupun emosi, sensitif dan responsif, yang menerima dan bekerja sama, mementingkan kepercayaan serta kompetensi…
Yang belum usai halaman 22
Luka Batin Perlu Obat Dan Sembuh.
Kita tidak bisa membiarkan begitu saja luka batin yang ada. Orang yang terluka perlu memberi obat pada lukanya dan membalut luka dengan baik agar sembuh. Luka batin sama dengan luka fisik yang perlu penanganan. Tentu saja hal ini perlu waktu dan usaha. Jika kita hanya membiarkan waktu saja yang menyembuhkan tanpa membalutnya atau mengobatinya dengan benar, maka luka itu tidak akan pulih. Banyak orang yang masih menyepelekan masalah luka batin atau psikis, padahal luka psikis lebih sulit untuk dilihat.
Kita bisa menyembuhkan dan mengobati luka batin dengan bantuan konseling atau dengan kekuatan diri sendiri atau self healing. Tahapan self healing antara lain dengan mengenali dan menyadari kehadiran luka psikis, menghargai dan menerima kehadiran luka psikis, dan menyadari emosi yang timbul akibat luka ketika berhadapan dengan situasi yang memunculkan luka batin itu.
Pada saat melakukan self healing ini, kita akan berkenalan dengan diri sendiri. Kita pun akan sadar akan apa yang kita rasakan, apa yang kita butuhkan setelah kita bisa menerima segala macam emosi. Kemampuan untuk mengenali dan memahami diri kita secara penuh disebut self awarness. Untuk memiliki kemampuan ini kita bisa melakukan meditasi atau menulis buku harian.
Ani pun menutup buku yang baru saja ia baca itu di bawah jendela. Di pojokan kamarnya dengan jendela besar yang menghadap ke taman, ia merenungkan apakah ia sudah mengobati luka batinnya dengan baik? atau selama ini ia hanya menyerahkan kepada waktu sampai ia lupa luka batinnya, tanpa mengobati dengan cara yang benar. Ia pun menghela nafas panjang dan berkata “Aku ingin menerima diriku apa adanya bukan ada apanya.” Ujarnya kemudian.
Bagi kalian yang sudah membaca buku ini atau ingin merekomendasikan buku lain untuk diulas, silahkan komen pada kolom komentar ya!