Penulis : Dinda Pranata
Scurvy menjadi saksi terbukanya pintu penjelajahan dunia. Saat tim James Cook atau Ferdinand Magellan melakukan penjelajahan untuk membuka dunia baru sebenarnya menelan banyak nyawa. Dengan minimnya ilmu pengetahuan tentang kedokteran tidak heran orang-orang yang mengalami gejala penyakit tertentu tidak cepat tertangani. Termasuk salah satu penyakit Scurvy atau Skorbut yang membutuhkan waktu lama untuk teridentifikasi. Di serambi akan membahas Apa sih penyakit ini dan kapan ditemukan?
Scurvy Dan Tantangan Penjelajahan
Penyakit ini sebenarnya sudah muncul jauh sebelum penjelajahan dunia berlangsung. Berdasarkan britannica catatan sejarah mencatat keberadaan penyakit ini pada tahun 3800–3600 SM dari kerangka tulang seorang anak di Mesir. Lalu penyakit ini juga muncul pada tahun 2200–1970 SM di Inggris, tetapi penyakit ini menjadi penyakit viral yang terjadi pada pelaut abad pertengahan.
Scurvy atau penyakit Skorbut menjadi begitu menakutkan bagi pelayar setidaknya pada masa Vasco Da Gama dari Portugis pada tahun 1497. Seorang penyair dan penulis bernama Luis de Camoens, dalam ekspedisi Da Gama menuliskan puisi berjudul The Lusiad yang menceritakan tentang kematian akibat Scurvy. Tak hanya Da Gama, pelaut Spanyol Ferdinand Magellan juga mengalami hal serupa ketika ia membawa 250 pasukan menjelajahi laut pada tahun 1519. Pada pelayaran Magellan penyakit Scurvy setidaknya menewaskan hampir setengah dari awak kapalnya. Seorang peaut dalam ekspedisi Magellhan bernama Antonio Pigafetta menuliskan catatan bahwa kematian terbesar karena penyakit Scurvy.
Rekor tertinggi atas kematian dari pelaut akibat penyakit Scurvy terjadi pada abad ke 15. Pada penjelajahan Jacques Cartier untuk menemukan benua baru di bagian Timur Kanada. Pada ekspedisi itu Cartier harus terjebak dalam musim dingin serta persediaan yang mulai menipis. Selain itu banyak awak kapalnya yang meninggal dengan bengkak pada tungkai, gusi yang membusuk dan tubuh yang kurus. Ia memberanikan diri untuk melakukan serangkaian autopsi yang zaman itu ‘tidak lazim’ dilakukan. Akhirnya ia menemukan bahwa penyakit tidak hanya menyerang bagian luar tetapi juga organ dalam awak kapalnya.
Penantian Selama Dua Abad Lebih.
Penelitian dari penyakit scurvy berjalan sangat lambat dan membutuhkan setidaknya satu abad. Pada abad ke 17 seorang penjelajah Sir Richard Hawkins menuliskan catatan tentang penanganan awal dari penyakit Scurvy ini dengan perasan jeruk lemon. Tetapi sayangnya pernyataannya ini membutuhan setidaknya satu abad lagi untuk diteliti kembali.
Lalu seorang dokter bedah Skolandia bernama James Lind mendapatkan kesempatan untuk menangani kasus penyakit Scurvy ini pada akhir tahun 1730-an. Pada tahun 1747 ia melakukan eksperimen terorganisir di kapal HMS Salisbury. Ia memisahkan 12 orang yang memiliki penyakit scurvy menjadi enam pasang dan mereka mendapatkan ramuan yang berbeda untuk mengetahui penyebab dan solusi dari penyakit ini walau penelitiannya tidak terlalu berdampak besar. Baru setelah dokter Gilbert Blane meyakinkan Angkatan Laut Kerajaan Inggris pada tahun 1796 untuk memberikan perasan jus lemon ke dalam perbekalan para pelayarnya. Nyatanya usulan itu mengurangi dampak penyakit ini pada para pelaut.
Penyakit Scurvy sendiri hampir mirip dengan kudis, terjadi karena tubuh kekurangan nutrisi dan vitamin C. Pelaut zaman dulu sangat sulit mendapatkan sayuran dan buah-buahan segar selama dalam perjalanan laut mereka sehingga harus mengawetkan makanan untuk konsumsinya. Gejalanya biasanya mereka akan lemas, muncul lepuh pada kulit, gusi berdarah, hingga yang terparah adalah mereka berhalusinasi dan meninggal. Solusinya adalah mengkonsumsi buah dan sayuran karena dalam buah dan sayuran terdapat vitamin yang bermanfaat bagi tubuh terutama vitamin c untuk kekebalan tubuh.
Penyakit ini menjadi semacam horor bagi pelaut sekaligus tantangan ekspedisi penemuan benua baru. Bagaimana menurut kalian?
Source:
dash.harvard.edu
sciencehistory.org