Penulis : Dinda Pranata
Umat hindu tidak asing dengan istilah panca klesa. Ya, panca klesa adalah lima penyebab kesengsaraan dalam hidup. Kita perlu mengenali panca klesa agar hidup bisa selaras dengan dharma dan mencapai tujuan hidup yaitu moksa. Nyatanya tidak hanya ajaran hindu yang memiliki pandangan serupa tentang hal ini, bahkan filsafat stoik yang cukup poper akhir-akhir ini pun memiliki pandangan serupa. Apa itu panca klesa dan filsafat stoik?
Panca Klesa Dan Filsafat Stoik Yunani.
Dalam bahasa sansekerta kata “Manusia” berasal dari penggalan kata “Manu” yang artinya bijaksana. Sesangkan dalam bentuk genetif menjadi “Manusia” yanh artinya memiliki kebijaksanaan. Menurut pandangan Samkhya Darsana manusia itu terbentuk dari Purusa (unsur kejiwaan) dan unsur Pradana (unsur kebendaan). Pertemuan dari dua unsur itulah yang membuat manusia lahir.
Ketika manusia lahir terjadi pertemuan antara purusa dan pradana yang menghasilkan panca klesa yang terdiri dari:
- Avidya : Kegelapan, kebodohan atau ketidaktahuan
- Asmita : Keangkuhan dan kesombongan
- Raga : Keterikatan terhadap obyek keduniawian.
- Abhiniwesa : ketakutan akan kematian
- Dwesa : Rasa benci pada orang lain.
Filsafat Stoa adalah filsafat yang ada pada awal abad 3 SM. Filsafat ini bernama Stoik karena pendirinya yang bernama Zeno berkumpul di teras atau beranda bersama para muridnya untuk berbagi ide. Inti dari filsafat stoa sendiri adalah mengendalikan diri sendiri dari hal-hal di luar kendali diri seperti kekayaan, kepandaian, dan kepemilikan material.
Lima Unsur Yang Secara Logis Membuat Manusia Menderita.
Zaman yang mulai serba canggih dan hebat nyatanya tidak lantas membuat kita ‘bebas’ dari penderitaan. Ajaran hindu sendiri sudah menyadari itu bahkan sejak lama. Bahkan weda sendiri sudah menyadari bahwa sifat-sifat keduniawian dan spiritual bisa seimbang melalui latihan sehari-hari.
Baca juga: Buku Tentang Renungan Diri, Mengingatkan Mindsetmu Menentukan Dirimu.
Ye evam vetti purusam
Bhagawad Gita XIII.23
prakrtim ca gunaih saha
sarvathaa vartamano ‘pi
na sa bhuuyo ‘bhijaayate
Artinya: Dia yang mampu memahami eksistensi Purusa (kejiwaan) dan Prakrti (kebendaan) secara seimbang dengan sifat-sifatnya walau bagaimanapun cara hidupnya, ia akan tetap bersatu dengan Tuhan.
Secara logis kita membutuhkan materi dan keahlian untuk bisa melanjutkan kehidupan dan menghasilkan keturunan yang baik. Namun antara materi dan kehidupan spiritual perlu penyeimbang agar kita tetap ada dalam koridor dharma atau kebajikan. Hal ini pun juga ada dalam filosofi stoa yang cukup populer di masyarakat.
Dalam filsafat stoa pun kita tidak bisa memegang sesuatu yang ada di luar kendali diri sendiri seperti kekayaan, kepandaian, atau bahkan kehidupan di dunia. Filsafat ini pun tidak memungkiri bahwa kekayaan, kepandaian perlu ada untuk bertahan hidup. Namun kita perlu secara bijak untuk tidak terkekang olehnya yang menyebabkan kita menjadi sengsara.
Jadi ajaran hindu sebenarnya sudah sangat fleksibel untuk diterapkan pada zaman apapun dan masih memiliki relevansi untuk zaman apapun. Bahkan ajaran hindupun bisa bersifat global untuk dipahami oleh siapapun.
Source:
phdi.or.id
plato.stanford.edu