Home / Pojokan

Resensi Pachinko. Wanita Imigran, Yakuza, Dan Kolonialisasi.

Senjahari.com - 25/05/2021

Resensi Pachinko. Wanita Imigran, Yakuza, Dan Kolonialisasi.

Penulis : Dinda Pranata

Pojokan kali ini membahas salah satu novel karya penulis korea bernama Lee Min Jin. Salah satu karyanya yaitu novel pachinko menjadi novel terbaik dan akan segera menjadi drama korea yang dibintangi salah satu aktor terkenal Lee Min Ho. Judul ini mengambil latar pada masa kolonialisasi Jepang di Korea pada tahun 1912. Bagaimana kisah pachinko ini dan tentang apa?

Kisah Tentang Wanita Miskin Pedesaan.

Pada masa pendudukan atau kolonialisasi Korea tak ubahnya seperti masa penjajahan di Indonesia. Kehidupan para penduduk lokal tidak bisa tenteram, kesulitan dan tertindas. Penduduk yang sangat menderita tidak hanya laki-laki tetapi juga wanita. Jepang banyak yang menjadikan wanita korea sebagai budak atau pelacur di china. Kisah pachinko ini berlangsung dari kehidupan wanita korea bernama Sun Ja.

Sun Ja hidup ditengah gejolak penjajahan Jepang dengan orang tua yang mengelola pemondokan milik orang lain agar ia bisa mendapatkan tempat tinggal. Setelah dewasa Ia bertemu dengan Koh Han Su, pria Korea yang tinggal di Osaka dan tanpa ia tahu bahwa pria yang ia cintai tersebut adalah seorang mafia Jepang. Ia terlanjur jatuh cinta tetapi ia tidak bisa menikah dengannya lantaran ia sudah memiliki istri di Jepang. Akibat hubungannya dengan Koh Han Su ia pun hamil

Mengetahui kenyataan itu, ia berusaha menutupi kehamilannya hingga akhirnya bertemu dengan Baek Isak Seorang pendeta asal korea utara yang tinggal di pondoknya. Ketika tahun 1912 Utara dan Selatan masih belum terpecah. Baek Isak yang merasa berhutang budi kemudian bersedia menikahi Sun Ja dan membawanya ke Osaka untuk tinggal dengan kakaknya Baek Yoseb.

Pachinko Yang Menyelamatkan Keturunan.

Kehidupan Sun Ja berubah drastis sejak tinggal di Jepang. Ibunya sudah memberitahunya bahwa ia harus bisa berhemat selama di negara orang dan berusaha membantu iparnya dengan bekerja keras. Ia kira Jepang adalah negara yang indah dan damai seperti yang Ko Han Su ceritakan, tetapi selama hidup di Jepang ia merasakan pandangan orang -orang begitu sinis terhadapnya karena ia orang Korea alias imigran. Ia pun lambat laun mengerti jika orang Korea di sana tahun itu benar-benar seperti budak.

Baca juga: Tradisi Pergundikan Di Indonesia. Apa Sama Dengan Menyuburkan Lahan Perselingkuhan?

Sun Ja yang menikah dengan pendeta Baek Isak melahirkan seorang anak bernama Baek Mosazu. Sedangkan anak dari Koh Han Su yang ia lahirkan bernama Noa. sayangnya anak dari Koh Han Su yang sangat cerdas, Noa harus bunuh diri setelah tahu ia anak dari seorang Yakuza.

Keluarga Baek Isak yang merupakan pendeta sangat taat beragama. Mereka selama hidup di Jepang rela menyembunyikan identitas keyakinannya agar tetap bisa bertahan hidup. Pada masa itu pemerintah Jepang mengharuskan semua warga termasuk para imigran untuk menuhankan Kaisar sebagai utusan dewa matahari sehingga orang yang diketahui menganut kepercayaan lain akan mendapatkan hukuman. Menjadi imigran korea di Jepang pada tahun 1912-1965 benar-benar tidaklah mudah.

Salah satu hal yang menyelamatkan kehidupan Sun Ja selama di Jepang adalah Koh Han Su. Pria itu Su pula yang memiliki usaha Pachinko. Pachinko milik pria itu mempekerjakan anak-anak Sun Ja sehingga mereka bisa memiliki kehidupan yang lebih baik dari imigran lain di Jepang. Pachinko memang seperti arena berjudi dan agama kristen mereka melarang bekerja di tempat seperti itu, tetapi pekerjaan itu lah yang mampu membuat mereka bertahan hidup.

Bagai mana menurut kalian yang sudah membaca buku ini? Kalian bisa komen di kolom komentar ya!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

*

Post comment