Penulis : Dinda Pranata
Siapa yang tidak tahu dengan pesawat Indonesia yang bernama Garuda Indonesia. Sebelum terkenal dan memiliki aset besar seperti sekarang, siapa sangka modal awal pesawat dari iuran bersama warga Aceh pada tahun 1948. Garuda Indonesia ada nama beken sekarang, lalu apa nama pesawat Indonesia pertama dan bagaimana bisa menjadi Garuda Indonesia?
Presiden Yang Menggalang Dana.
Saat ditandatanganinya perjanjian Renville pada 17 Januari 1948 dalam agresi militer I, Belanda sangat tidak ingin Indonesia merdeka dan ingin mempertahankannya sebagai negara bonekanya. Saat Belanda menguasai semua wilayah Indonesia, salah satu tempat yang bertahan adalah wilayah Aceh. Wilayah Aceh yang kuat menjadi alternatif bagi pemerintah Indonesia sebagai senjata untuk melawan Belanda.
Bung Karno bertandang ke Aceh pada pertengahan Juni 1948. Masyarakat Aceh sendiri menyambut kedatangan Bung Karno dengan sukacita. Pada tanggal 16 Juni 1948 presiden pertama RI melakukan pertemuan di Hotel Aceh. Banyak tokoh-tokoh penting yang hadir dalam rapat tersebut seperti pengusaha, pemuda, dan pejuang. Pada kesempatan itu bung Karno membakar semangat untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Presiden dengan terbuka meminta bantuan para hadirin yang hadir untuk membantu mengumpulkan dana demi pembelian pesawat. Pesawat ini nantinya akan mengakomodasi para pejabat negara dalam lawatan kenegaraan yang sangat dibutuhkan sebagai negara berdaulat. Tentu saja sambutan tersebut mendapat antusias dari para tamu termasuk para saudagar Aceh. Tak lama setelahnya, masyarakat Aceh sepakat patungan dan berhasil mengumpulkan dana 120.000 Dollar singapura dan 20 kg emas. Nilai itu cukup untuk membeli pesawat.
‘Si Gunung Emas’ Terbang Melintasi Batas Negara.
Pembelian pesawat berjenis Dakota menggunakan dana yang terkumpul dari penggalangan dana dari presiden kala itu. Pesawat ini sampai di Indonesia pada bulan Oktober 1948. Dakota RI 001 ini diberi nama Seulawah yang berarti “Gunung Emas” sebagai tanda terima kasih kepada masyarakat Aceh atas bantuan. Satu bulan setelah kedatangan pesawat Dakota ini, pada November 1948, Pesawat ini mengantarkan wakil presiden Mohammad Hatta dalam perjalanan kunjungan ke Sumatera dengan rute Maguwo – Jambi-Payakumbuh -Kutarajasa pulang pergi. Perjalanan dari Jawa ke Sumatera merupakan perjalanan yang cukup berbahaya karena Belanda memblokade wilayah baik jalur udara dan darat yang merupakan jalur perjalanan pesawat seulawah tersebut.
AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) merawat dan memelihara pesawat yang berasal dari uang patungan masyarakat Aceh. Si Gunung Emas melakukan perjalanan tidak hanya dalam negeri tetapi juga luar negeri. Tercatat bahwa Seulawah Airline ini melakukan perjalanan dari Indonesia ke Kalkuta India pada tanggal 6 Desember 1948. Perjalanan luar negeri sangat penting untuk menjaga hubungan baik dengan negara-negara lain sebagai bagian dari perjuangan Indonesia. Namun, saat pesawat yang ada di India tersebut ingin kembali ke tanah air justru tidak bisa lantaran adanya agresi militer dua oleh Belanda sehingga pesawat harus berada di India sampai situasi lebih stabil.
Akibat agresi militer tersebut banyak pesawat milik Indonesia harus hancur dan tinggal Dakota RI 001 atau pesawat Seulawah yang ada di India. Tak lama setelahnya Indonesia mengambil kesempatan untuk menggunakan pesawat Seulawah ini untuk membantu Myanmar dari pergolakan dalam negerinya sekaligus membuka perjalanan komersil untuk pertama kali. Catatan menyebutkan bahwa tanggal 29 Januari 1949 pesawat Seulawah ini melayani penerbangan dari Kalkuta Indiia menuju Burma (Myanmar) secara komersil.
Komersil Yang Tidak Disengaja
Sebenarnya pembentukan pesawat komersil ini terjadi secara tidak sengaja karena adanya kebutuhan dan kesempatan. Indonesia butuh dana untuk membiayai para angkatan udara yang sedang belajar di India dan filipina, sementara kesempatan datang karena myanmar atau Burma saat itu sedang membutuhkan transportasi untuk mengangkut para tentaranya. Namun, untuk bisa mengoperasikan pesawat Indonesia di Myanmar, Indonesia harus membentuk badan usaha penerbangan yang kemudian bernama Indonesia Airlanes pada tanggal 26 Januari 1948. Selama 19 bulan, pesawat seulawah bertugas di Myanmar sebagai pesawat logistik dan militer.
Pada tahun 1949 Indonesia menandatangani KMB dengan Belanda yang mana dalam konferensi tersebut Belanda harus menyerahkan semua kekayaan Pemerintah Hindia Belanda kepada republik Indonesia termasuk maskapai KLM-IIB yang sudah ada tahun 1928. Kemudian di tanggal 21 Desember 1949, Presiden Soekarno memutuskan memberikan nama Garuda Indonesia Airways sebagai nama maskapai dalam perundingan lanjutan hasil KMB antara Indonesia dan maskapai KLM tentang pendirian maskapai nasional. Peralihan dari KLM ke GIA tetap membutuhkam bantuan dari Belanda karena secara kemampuan staf udara belum siap. Oleh karena itu pemerintah Indonesia membutuhkan staff KLM untuk bertugas sekaligus melatih para staff udara Indonesia.
Penerbangan pertama sebagai GIA terjadi ketika menjemput presiden Soekarno, dengan rute bandara Kemayoran ke Yogyakarta dan kembali lagi ke Jakarta. Pada saat penjemputan tersebut menandai berpindahnya Ibukota dari Yogyakarta ke Jakarta. Setahun kemudian, pada tahun 1950 Garuda Indonesia menjadi perusahaan negara dengan penerbangan ke luar negeri pertama pada tahun 1956 dengan membawa jemaah haji ke Mekkah.
Source:
kompas.com
tni-au.mil.id