Penulis : Dinda Pranata
“Senja-san, itu apa?” Kanagawa-san bertanya saat senja dan teman dari Jepangnya melihat nenek tua sedang nginang di depan pintu.
“Itu namanya nginang.” Jawab Senja, nampak Kanagawa-san terheran-heran. Sampai nenek itu tersenyum padanya dan melihat deretan kecoklatan dari giginya.
“Namanya sulit diucapkan. Tapi di Jepang juga ada tradisi seperti itu.” Kanagawa-san mengingat-ingat kembali. “Tapi sekarang sudah tidak dilakukan lagi oleh orang Jepang. Namanya Ohaguro.”
Ohaguro menjadi sebuah tradisi yang membuat sebagian besar kita heran. Di Jepang yang penduduknya sudah maju ternyata punya tradisi itu di masa lalunya dan itu mirip denga tradisi di Indonesia yang sudah mulai ditinggalkan. Apa sih Ohaguro itu? Kapan dan Bagaimana orang Jepang memandang Ohaguro itu?
Gigi Hitam Jadi Standart Kecantikan Dan Ehem, Kematangan!
Para peneliti memperkirakan bahwa tradisi ohaguro ini sudah ada 1200 tahun sebelumnya. Kurang lebih pada abad ke-3 atau ke-4 Masehi pada periode Kofun. Hal ini ditandai dengan temuan kerangka manusia yang terkubur di bawah tanah dengan gigi yang menghitam. Mereka juga memperkirakan bahwa tradisi ini menyebar dari masa ke masa seperti heian, kamakura, muromachi, zaman edo bahkan sebagian orang pada masa meiji. Awalnya tradisi ini dilakukan oleh laki-laki dan juga perempuan tetapi lambat laun tradisi ini berkembang hanya ditujukan untuk perempuan Jepang saja.
Baca juga: Alasan Orang Vietnam Mencintai Bunga. Apa Menurutmu Mereka Romantis?
Tradisi ohaguro dilakukan oleh wanita yang sudah berusia 17 sampai 18 tahun sebagai tanda bahwa mereka sudah dewasa. Namun, pada masa Muromachi usia wanita yang melakukan ohaguro ini menjadi lebih muda yaitu di usia 13 atau 14 tahun karena adanya perubahan tentang usia menikah mereka pada masa itu. Lalu pada masa Jepang terlibat banyak perang besar tradisi ini hanya dilakukan oleh wanita yang berasal dari kalangan atas. Perubahan terus terjadi hingga masa Edo dimana tradisi ini hanya dilakukab oleh wanita yang sudah menikah sebagai bentuk kesucian darinya. Dimana kita bisa menemukan gambaran wanita jepang dengan gigi hitam saat ini?
Beberapa karya sastra jepang seperti genji monogatari serta lukisan-lukisan jepang banyak yang menggambarkan wanita yang bergigi hitam. Pada zaman dahulu mereka menjadikan trend gigi hitam sebagai standart kecantikan dan kedewasaan dari wanita. Ada yang mengatakan bahwa wanita dengan gigi hitam memiliki bibir yang lebih lembut. Lalu bagaimana wanita menghitamkan giginya?
Ohaguro Mirip Dengan Nginang Di Indonesia, Tetapi..
Ohaguro atau menghitamkan gigi ini mirip dengan tradisi Minang di Indonesia. Tapi Apa sih bedanya tradisi nginang di Indonesia dengan tradisi ohaguro di Jepang? Bedanya adalah tradisi di Indonesia masih menggunakan bahan-bahan asal tumbuhan herbal seperti daun sirih, buah pinang, l tembakau dan kapur. Tetapi berbeda dengan tradisi ohaguro yang menggunakan besi sebagai campuran pewarna gigi.
Bahan-bahan ohaguro pada awalnya menggunakan buah dan tanaman seperti nginang, tetapi pada akhirnya menggunakan pasta besi yang terbuat dari besi. Cara mereka membuat pasta untuk ohaguro dengan menfermentasi larutan besi. Larutan besi ini bisa dengan cara merendam paku yang sudah tua dengan cuka, sake dan beras atau dedak selama enam bulan sampai menghitam(bahan ini mengandung besi asetat). Lalu pasta atau cairan hitam ini dicampur dengan bubuk quince (mengandung tanin 60%) dan dioleskan ke gigi menggunakan tusuk gigi. Mereka mengembangkan metode organik dan anorganik untuk menguatkan gigi.
Masyarakat Jepang pada saat itu mengembangkan metode perawatan gigi dengan tradisi Ohaguro ini. Tujuannya tidak hanya mempercantik dan penanda wanita sudah dewasa saja, tetapi tradisi ini dipercaya memperkuat gigi dan menghindari kerusakan pada gigi. Lalu apakan tradisi ini masih dilakukan oleh masyarakat Jepang?
Baca juga: Tradisi Pergundikan Di Indonesia. Apa Sama Dengan Menyuburkan Lahan Perselingkuhan?
Tradisi Yang Justru Dilarang Pemerintahnya!
Tradisi ini nyatanya tidak berlanjut sampai di era modern. Ohaguro secara resmi dihapus secara bertahap pada zaman Meiji. Pemerintah kala itu mengeluarkan dekrit yang melarang keluarga kerajaan menghitamkan gigi dan dekrit larangan kedua dikeluarkan pada tahun ke 3 periode Meiji yang melarang semua orang menghitamkan gigi. Alasan pemerintahan Meiji menghilangkan tradisi ini adalah ingin memodernkan Jepang dan tidak ingin ada anggapan penghitaman gigi merupakan tindakan yang barbar.
Larangan ini lantas menggerus tradisi Ohaguro dan orang yang menghitamkan gigi semakin sedikit. Memasuki periode Showa tradisi ini sudah menghilang dan sudah tidak ditemukan lagi orang yang menghitamkan gigi.
Sebenarnya tidak cuma di Jepang yang memiliki tradisi mewarnai gigi. Di beberapa negara lain juga ada tradisi serupa. Apakah kamu ada yang tahu?
Source:
jda.or.jp
livejapan.com
Comment
Kalau di Sunda, nginang ini disebut nyereh. Di Indonesia saja namanya ternyata beragam, namun bahan-bahannya relatif sama, ya. Ternyata, di Jepang pun ada toh
wah, baru tau ternyata di jepang ada tradisi nginang yaa. Cuma beda bahannya ya.
Tapi menurutku nginang itu bagus untuk memperkuat gigi sih yaa.. mungkin jadi tradisi jaman dulu karena saat itu blm ada pasta gigi ya?
beda jaman beda selera. bisa jadi kalau bisa ditemukan orang dulu mungkin akan heran juga dengan selera orang modern. hehe
Baru tahu ada tradisi menghitamkan gigi juga di Jepang, mirip dengan tradisi Minang di Indonesia… Nice review kak, jadi nambah ilmu dan wawasan tentang tradisi Ohaguro Jepang.
Baru tahu di jepang ada tradisi yang sangat unik seperti itu
Ternyata di jepang juga ada tradisi nginang saya kira cmn di jawa saja yg memiliki tradisi nginang
Weh seriussan aku baru tahu ohagaro ini wkwkwk. jadi inget ARTku yang nyinang jugaa dan sampe skrg beliau giginya masih lengkap dan sehat padahal umurnya dah 70 lebihhh.
Baru tahu, kalau di Jepang juga memiliki tradisi seperti itu. Jadi inget nenek, dulu juga suka ngelakuin hal kayak gitu. Dan ternyata tradisi itu manfaatnya untuk menguatkan gigi.
Saya kok ngilu sendiri yang pake pasta gigi dari besi, meskipun lewat banyak pemrosesan dulu.. Cuma agaknya gimanaa gitu :’D Makasih tulisannya, Kak. Saya langsung ngebanyangin gimana ya kalau sejarah ini diceritain ulang dalam bentuk drakor XD apa udah ada? hehe
Klo ditulis ulang dalam drakor, aktor atau aktrisnya mungkin nggak mau kak.. hahahaha
yang jadi perbedaan besarnya terletak pada trennya kak, kalau di Indonesi nginang itu hanya trend di kalangan orang tua.
tapi di sejarah jepang, tadi kakak sebutkan Ohaguro dilakukan oleh wanita berusia 17 thun,
jadi nggak kebayang aja kalau di Indonesia ada trend wanita umur 17 tahun nginang
Betul, trend itu berubah-ubah dan nggak selalu sama dalam tiap zaman. Makanya ohaguro sendiri perubahan trendnya saja butuh bertahun-tahun bahkan ratusan tahun.
^^
Wah baru tau kalo di Jepang ada nginang juga, tapi beda, mereka pake dari bahan besi nih, tetapi yaa namanya negara modern, semakin lama kegiatan nginang ala jepang ini tidak diperbolehkan ya…
Iya kak, ada perubahan cara pikir dan cultur di zaman penghapusan kala itu. ^^
Duh. Saya membayangkan betapa mengerikannya ohaguro yg menggunakan besi sebagai campuran pewarna. Beda jauh dengan nginang di Indonesia yg menggunakan bahan alami.
Betul kak, jadi ngeri gimana gitu rasanya.. hahaha
Kalo campurannya dari besi seperti itu, adakah efek yang membahayakan kesehatan gigi dan mulut atau malah baik?
dari sumber yang dibaca tradisi ini sendiri mengundang perdebatan di kalangan akademisi. Di lain sisi memang menguatkan gigi (kalau dilihat dari temuan artefaknya) tapi disisi lain seperti resiko tertelan atau masuk ke jaringan syaraf juga bisa berbahaya. Oleh karena itu penelitian di Jepang utamanya kalangan kesehatan dan pakar budaya masih belum bisa menyimpulkan secara pasti.
Eh apKah tradisi nginang kita juga sebenarnya terilhami dari ohaguro? Tapi mengingat beda bahan nya ya, bisa juga diulas tradisi nginang di Indonesia kak.
Kalau tradisi nginang sudah pernah kami bahas kak.. ^^
Tradisi nginang di tiap negara berbeda, karena dari sejarahnya nginang dianggap seperti “pasta” gigi zaman dulu.
Wah aku kok jadi gimana gitu ya pas tau ternyata Ohaguro pake pasta gigi berbahan besi. Apalagi tadi disebut paku yang sudah tua. Ini yang gak ada karatnya kan ya? Hehe.
Apapun itu seneng bisa nambah pengetahuan tentang berbagai tradisi di negara lain. Kalau saya jalan-jalan paling suka ngobrol sama warga lokal biar paham dan tahu kultur warga di sana.
Yang nulis ini juga rada ngeri gimana gitu.. Hahaha.. ^^
Memang paling seru kalau bisa bicara sama orang lokalnya jadi sekalian belajar tentang negaranya.. ^^
Wah, kalau di tempat saya itu namanya Nyirih, menghitamkan gigi juga, nggak hitam sih, lebih ke merah gelap gitu Kak.
Rupanya unik juga ya tradisi jepang, walau caranya berbeda tapi tujuannya cenderung sama yaitu untuk perawatan gigi. Di Indonesia hanya nenek-nenek yang biasa saya temui untuk Nyirih, sedangkan di Jepang, itu malah menandakan kedewasaan seorang wanita.
Terima Kasih Kak
Sama-sama kak.. ^^
tradisi unik banget , baru baca..
emang bagus dihilangkan sih ..masa pake besi, bahaya banget untuk kesehatan,,
Wahh, baru tau sama kayak nginang. Ternyata walaupun jepang negara maju tapi tetap mampu mempertahankan budaya dan tradisi yg ada ya. Semoga kita juga begitu. Tetap mempertahankan budaya dan tradisi yang ada. Jepang patut jadi acuan nih.
Sayangnya tradisi Ohaguro sudah tidak dipakai lagi kak.. Hehehe..^^v
Baru tahu kalau di Jepang juga ada tradisi nginang. Tapi apa nggak seram, ya, pakai besi berkarat? Apa nggak takut kena tetanus 🙁
Si penulis juga ngeri kok kak liat cara dan bahannya. Mikir juga apa mereka organ dalemnya gpp ya.. hehehe.. ^^
29 Responses