Home / Pojokan

Puisi Dan Kata “Njelimet” Di Dalamnya. Bagaimana Menikmatinya?

Senjahari.com - 07/12/2021

Kalimat Puisi Dalam Sastra

Penulis : Dinda Pranata

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Sapardi Djoko Darmono – Aku Ingin

Puisi milih Almarhum Sapardi Djoko Darmono ini sekilas tampak sederhana tapi entah mengapa menimbulkan banyak sekali arti yang menjadikannya “njelimet” atau sulit. Kita pasti sering sekali membaca kalimat puisi banyak yang menggunakan majas-majas dan kadang membuat kita sendiri berkerut dahi. Kerap kali kita juga bertanya-tanya apa yang penulis itu pikirkan atau mengapa ia menggunakan ungkapan tertentu dalam puisi atau karya sastranya. Bukan hanya penghias kata semata, ternyata kalimat dalam puisi yang ‘njelimet’ atau tidak to the point ini ada sebabnya!

Sastra Itu Seni Berkata-kata

kalimat puisi
Ilustrasi Sastra by canva.com

Sejak tulisan ditemukan pertama kali oleh bangsa Sumeria dan peradaban lain, sumber tulisan menjadi suatu hal yang penting dalam pencatatan historis kehidupan mereka. Tidak hanya sebagai rekam jejak sejarah peradaban, tulisan menjadi salah satu bentuk komunikasi mereka selain berbicara. Dengan menulis mereka bisa lebih dekat dengan alam lewat simbol-simbol tulisan mereka.

Sejalan dengan perkembangan peradaban tulisan yang awalnya berupa simbol menjadi semakin kompleks dengan kalimat-kalimat yang kaya makna. Kalimat tersebut merupakan hasil dari proses pengalaman individu dalam bersentuhan dengan obyek tertentu dan kemudian munculah puisi, prosa, hikayat, dan produk sastra lainnya. Sayangnya, seiring perkembangan pola pikir dan kesadaran manusia, proses pengalaman tersebut tidak selalu bersifat obyektif. Pengalaman bersifat spiritual, psikis, dan hal yang abstrak akhirnya tertuang dalam karya sastra tersebut dan menghasilkan sastra berupa cerita atau novel-novel fiksi.

Baca juga: Wuthering Heights dan Lingkaran Racun Suatu Hubungan

Karena sastra adalah hasil produk imajiner dan pikiran manusia maka ia masuk dalam kategori seni. Sama seperti seni pahat yang keindahaannya terletak pada pahatan, maka seni sastra keindahannya terletak dari rangkaian kata-katanya. Salah satu bagian sastra yang paling umum dan diketahui orang adalah puisi dimana tersembunyi kata-kata ‘njelimet’ yang membuat orang berfikir macam-macam.

Puisi Dalam Kata-Kata Bernada

sastra rasa
Ilustrasi Puisi Sastra Bernada

Siapa sangka bahwa dalam kata-kata yang tertulis bisa memunculkan nada, intonasi, emosi dan makna yang berbeda. Semua hal tersebut ada dalam puisi dan kita bisa menyebutnya adalah rangkaian kata bernada rasa. Sebenarnya tidak hanya puisi, pantun, atau syair juga memiliki nada dalam kata yang tertulis. Dalam pelajaran bahasa Indonesia saat kita sekolah mungkin kita familiar dengan apa itu rima, diksi, dan majas. Tiga hal itu yang membentuk keindahan sebuah puisi dan juga memunculkan apa yang namanya ambiguinitas atau yang orang bilang ‘njelimet‘nya puisi.

Diksi sendiri merupakan pilihan kata yang menggambarkan keindahan terhadap suatu obyek atau pengalaman. Lalu ada pencitraan adalah penggunaan sensasi panca indera untuk menguatkan situasi atau inti puisi. Ada juga majas yang membandingkan sesuatu dengan obyek sehingga munculkan banyak interepasi. Dan rima adalah persamaan atau perulangan dari sebuah bunyi. Tiga hal di atas adalah struktur dari puisi yang membuatnya memang tidak mudah diinterpretasikan, belum lagi kita harus membayangkan posisi penulis apa yang dia rasakan, apa yang dialami, apa yang ia bayangkan , dan apa pesan yang mau disampaikan. Lalu bagaimana agar bisa menikmati puisi kalau kata-katanya sulit?

Menikmati Puisi Bukan Menganalisisnya.

Tidak perlu tahu apa itu rima, diksi, atau majas-majas. Untuk menikmati puisi kita perlu memekakan rasa. Bagaimana puisi itu dibentuk, bagaimana isinya, bagaimana kata-katanya, bagaimana pandangan penulisnya. It’s ok kalau kalian punya pemahaman yang berbeda dengan penulisnya. Hei, teman.. kita sedang menikmati bukan menganalisis.

Menikmati puisi itu berbeda dengan menganalisis. Untuk menganalisis kita memang perlu tahu rima, diksi, atau majas. Apalagi mereka yang menganalisis puisi terjemahan tidak hanya tahu tiga hal tersebut tapi juga paham apa itu Bsu (Bahasa Sumber) atau Bsa (Bahasa Sasaran). Bagi pemula seperti kita menikmati puisi tidak harus saklek harus tahu ini itu untuk menikmatinya. Seperti kita yang suka mengamati, pergi atau menikmati suasana gunung. Kita tidak perlu tahu secara dalam apa itu ilmu geologi, ilmu klimatologi, dan lainnya. Kalau kita tahu sedikit tidak masalah, karena nikmat adalah tentang rasa bukan hanya sekedar logika.

Baca juga: Pojokan-Apa Yang Sastra Ajarkan Pada Manusia

Untuk mengembangkan rasa kita perlu waktu. Ya, waktu sangat penting dalam proses ini. Sediakan waktu untuk membaca satu puisi yang kamu temukan atau ingin kamu baca. Kamu akan merasa ajaib bahwa ada puisi yang sama bisa memiliki arti yang berbeda tergantung perasaanmu saat itu. Coba baca lagi puisi Sapardi di atas, saat kita sedih kita menemukan intepretasi sedih di dalamnya (misal dia ingin tulus mencintai karena hidup itu singkat seperti kayu yang menjadi abu). Saat kamu merasa senang kamu akan menemukan rasa romantis atau bahagia disana (misal dia mencintai seseorang karena baginya dia dan seseorang itu satu seperti kayu yang dibakar api kemudian bersatu menjadi abu).

Tidak Masalah Menikmati Puisi Receh.

Banyak orang yang menganggap membaca puisi kelas atas seperti penyair terkenal adalah penikmat sastra. Tidak! Tidak sesaklek itu juga apapun hasil yang dikeluarkan seseorang yang berasal dari imajinya adalah sastra. Bukankah seperti yang diungkapkan di atas bahwa sastra adalah karya dari tulisan dan seni memainkan kata yang sifatnya subjektif dan bisa obyektif. Menikmati puisi receh tidak serta merta menjadikan kita bukan penikmat sastra.

Jika kalian tahu bahwa penyair terkenal pun bermula dari membuat puisi receh. Nikmati saja puisi yang kalian suka baik receh atau sederhana untuk mengembangkan perasaan kalian. Jika kepekaan rasa sudah mulai berkembang, kalian bisa mencoba menikmati puisi-puisi kelas menengah dan kelas berat. Jika kalian sudah memunculkan ketertarikan kalian bisa mempelajari bagaimana menganalisis setiap kalimat puisi dalam karya sastra.

Seperti kata Sastrawan Sapardi Djoko Darmono dalam puisi maka kita bisa berkata:

Nikmatilah puisi dengan sederhana, karena puisi itu tak melulu tentang logika tetapi di dalamnya ada belahan rasa.

By Editor

Source:
medium.com
nytimes.com
journals.sagepub.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

*

Post comment

Comment

Kadang saat baca puisi yang njlimet jadi minder dan terbersit dalam pikiran, ini puisi kok bangus banget sampai aku bisa nyampe ke pikiran penulisnya. hahaha

1 Response