Penulis : Dinda Pranata
Kapal kayu pinisi menjadi kapal legendaris dari Indonesia yang membuktikan bahwa nenek moyang Indonesia memang seorang pelaut handal. Kapal legendaris tersebut bukan seperti kapal biasa yang berlayar di laut, namun setiap proses pembuatannya ada nilai filosofis yang membuatnya istimewa. Keistimewaan kapal laut ini bukan hanya terletak dari materi pembentuk kapal tetapi juga proses pembuatan yang panjang. Apa sebenarnya filosofi kapal pinisi ini dan bagaimana proses perakitan kapalnya?
Berawal Dari Si Kapal Kayu Yang Gagah
Di dunia barat sudah berabad-abad lamanya orang pada masa kuno menggunakan material kayu dalam pembuatan perahu dan kapal. Sejak peradaban orang-orang Mesir hingga kejayaan Romawi banyak menggunakan kapal jenis ini. Bahkan, dengan tujuan dari sekedar alat transportasi hingga menjadi sarana perdagangan ekonomis. Bagaimana di Indonesia? Salah satu kapal kayu legendaris Indonesia yaitu pinisi juga menggunakan material kayu sebagai material utamanya.
Berawal dari bangsa Cina yang memperrkenalkan kapal kayu ketika berdagang ke Indonesia hingga Majapahit yang menggunakan kapal jenis ini sebagai transportasi dalam menyusuri tanah air. Relief Candi Borobudur banyak menyimpan bukti penggunaan kapal kayu ini di Indonesia. Tak hanya di Candi Borobudur, catatan yang menuliskan tentang kehebatan kapal kayu ini juga ada dalam kisah babad La Galigo. Babad ini terbit di abad ke 14 atau sekitar tahun 1400-an.
Siapa yang membuat kapal ini? Legenda mengatakan seorang putra mahkota yang berasal dari kerajaan Luwu bernama Sawerigading. Putra mahkota ini membuat kapal kayu ini dengan maksud untuk mempersunting wanita idamannya bernama We Cudai di negeri Tiongkok. Ia mengarungi lautan dan sampai di negeri cina itu dengan menggunakan kapal kayu yang ia buat. Sawerigading berhasil menikahi We Cudai dan tinggal di negara Tiongkok cukup lama dan membuatnya rindu dengan kampung halamannya.
Ia memutuskan untuk kembali pulang ke kampung halamannya dengan menggunakan kapal kayu yang ia buat tersebut. Sayangnya, nasib buruk menimpa Sawerigading dan meluluh lantahkan kapal buatannya di wilayah Bulukamba dan puing dari kapal tersebut terbawa arus hingga ke tiga wilayah seperti Ara, Tana Beru dan Lemo-lemo. Masyarakat di tiga wilayah itu kemudian membantu Sawerigading untuk merakit ulang kapalnya dan jadilah kapal kayu yang lebih besar dan megah. Lalu dari mana nama pinisi ini?
Pinisi Sebuah Seni Perakitan Kapal
Pinisi bukanlah nama kapal seperti yang kita tahu. Memasuki abad ke 18 kapal-kapal VOC sudah banyak yang menggunakan metode konstruksi kapal yang menggunakan layar. Orang Sulawesi yang mengembangkan sistem layar inilah kemudian bernama pinisi. Pertama kali Perahu pinisi yang berasal dari Sulawesi Selatan ada pada abad ke-19. Suku Konjo pertama kali membuat kapal pinisi di wilayahh Bulukamba. Kelompok suku ini menggabungkan teknik layar dari Belanda dan teknik layar lokal.
Kita dapat memecah kata pinisi menjadi picuru yang artinya teladan yang baik dan binisi yang artinya ikan kecil yang lincah. Suku ini kemudian menggunakan kapal ini untuk alat transportasi antar pulau dan menangkap ikan. Dalam kapal ini suku Konji memodifikasinya dengan menambahkan lambung khusus bernama palari sebagai ruang besar untuk kargo atau pengangkutan barang. Walau memodifikasi kapal dari Eropa namun teknik perakitan kapal secara tradisional masih ada seperti penggunaan material kayu, penggunaan teknik pahatan dan teknik perekatan yang menggunakan bahan non-besi serta upacara tradisi dalam proses pembuatan kapal.
Mengapa menjadi sebuah seni alih-alih nama kapal? Karena adanya kombinasi teknik modern dan tradisional yang melekat pada perakitan ini, UNESCO mengakui pembuatan kapal pinisi sebagai sebuah seni perakitan kapal Indonesia pada tahun 2017sebagai warisan lisan dan tak benda. UNESCO mengambil keputusan ini saat melakukan evaluasi terhadap nilai-nilai konstruksi kapal seperti budaya, tradisi, filosofi dan teknik perakitan yang kompleks. Lalu, apakah kapal pinisi modern juga menggunakan kayu?
Filosofi Dibalik Kayu
Kapal pinisi baik yang ada di zaman kuno sampai kapal pinisi di zaman modern sama-sama menggunakan material kayu. Hanya saja yang berbeda adalah apa tujuan dari pembuatan kapal ini. Jika zaman dahulu orang menggunakan kapal untuk sarana transportasi dan mencari ikan, sedangkan pada zaman modern orang membuat kapal pinisi untuk keperluan wisata seperti yacht, pesiar dan semacamnya. Kapal pinisi modern sudah melengkapi kapalnya dengan mesin untuk menggerakkan kapal. Dalam pembuatannya kapal ini tidak menggunakan sembarang kayu. Kapal dengan jenis ini banyak menggunakan material kayu seperti kayu ulin dan kayu jati. Apa alasan menggunakan kayu-kayu ini?
Kayu sendiri memiliki filosofi khusus yang memiliki arti kekuatan dan ketahanan. Seperti contohnya Kayu ulin yang terkenal sebagai kayu paling kuat tapi sangat fleksibel. Kayu ini kuat teradap perubahan cuaca, suhu dan tidak mudah di paku atau di gergaji. Tetapi kayu ini fleksibel sehingga mudah dibelah atau dibentuk. Begitu juga dengan filosofi kayu jati yang mencerminkan kekuatan bertahan hidup dalam keadaan sulit sekalipun. Arti tersebut diambil dari kemampuan kayu jati dalam bertahan hidup dalam lingkungan tanah yang tandus atau kering. Lalu bagaimana proses dan tradisi dari pembuatan kapal ini?
Seni Perakitan Kapal Syarat Makna
Dalam membuat kapal pinisi ini sendiri tidak hanya sekedar mencari kayu, merakit dan kemudian selesai. Ada beberapa tahap dalam pembuatan kayu ini mulai dari persiapan, pembangunan sampai akhirnya menjadi sebuah kapal. Tahapan tersebut antara lain:
- Menentukan hari baik untuk mencari kayu.
Hari baik dalam mencari kayu orang yang membuat kayu ini biasanya percaya pada hari ke-5 dan ke-7 pada bulan yang berjalan. Mengapa? angka lima bagi mereka memiliki arti rezeki yang sudah ada dalam tangan dan hari ke-7 yang memiliki arti selalu mendapat rezeki.
- Proses menebang, mengeringkan dan memotong kayu.
Pada proses menebang, mengeringkan dan memotong kayu ini adalah proses inti yang membutuhkan waktu sampai berbulan-bulan. Para perakit kapal akan merakit balok-balok kayu dengan memasang lunas, kemudian papan, dempul dan tiang-tiang layar. Pada proses penggabungan balok-balok kayu pada kapal tidak ada satupun yang menggunakan paku atau lem khusus melainkan menggunakan pasak kayu. Pemasangan lunas pada kapal tidak bisa sembarangan melainkan ada pakem-pakem tersendiri seperti menghadap ke timur laut, kemudian bagian yang sudah dipotong diberi tanda pahatan dan setelah selesai diberi mantra-mantra khusus. Lunas yang mereka pasang pada bagian kapal memiliki arti tersendiri yang mana bagian depan menyimbolkan laki-laki dan bagian belakang menyimbolkan perempuan.
- Peluncuran ke laut
Perahu yang sudah selesai dibangun akan disucikan menggunakan upacara khusus bernama maccera lopi atau semacam penyembelihan hewan kurban. Biasanya upacara khusus ini dilakukan sebelum kapal dilepaskan di lautan. Masyarakat pembuat kapal ini tidak menyembelih sembarang hewan ada kriteria dalam penyembelihan seperti jika berat kapal kurang dari 100 ton maka hewan kurbannya adalah seekor kambing. Namun bila berat kapal lebih dari 100 ton maka mereka akan menyembelih seekor sapi.
Kapal pinisi yang kita tahu adalah bukan nama kapal melainkan seni dari konstruksi pembuatan kapal itu sendiri. Seni pembuatan kapal inilah yang kaya akan nilai filosofi dan tradisi yang harus tetap dilestarikan.
Source:
mediaindonesia.com
faperta.unej.ac.id
ich.unesco.org
kompas.com
Comment
Emang pinisi kapal legendaris, dari dulu sampai sekarang. Jaya selalu Indonesia
Sangat beragam seni budaya dan kekayaan Alam Indonesia mari kita jaga dan lestarikan
Siap kakak.. 😊
Kekuatan Tradisional Indonesia luar biasa
Benar kakak.. 😊
Mari kita jaga Keberagaman seni budaya dan kekayaan alam Indonesia
Siap kakak.. semoga masih banyak tradisi yang diwarisi untuk anak-cucu negeri ya.. 😊
7 Responses