Home / Pojokan

Matt Haig dan Karyanya yang Mengajarkanmu Banyak Hal Tentang Depresi

Senjahari.com - 03/01/2022

Matt Haig Alasan Untuk Tetap Hidup

Penulis : Dinda Pranata

Masih banyak pihak yang menganggap depresi ini tidak wajar. Sebagian besar orang selalu mengira mereka yang depresi adalah mereka yang kurang beriman, kurang beribadah, terlalu lebay dan sensitif. Jika kita menelusuri lebih jauh, penyebab depresi bisa jadi adalah hal sepele yang tidak kita sangka. Dan, ironinya depresi menjadi penyebab kematian terbesar nomor satu di dunia yang kemudian disusul kanker. Buku ini pun menjawab tantangan penderita depresi dari penyitas depresi itu sendiri.

Depresi Itu Tidak Terlihat Dan Disalahartikan

Hal yang memperparah kondisi depresi Matt Haig
Hal yang Memperparah Kondisi Depresi Matt Haig

Salah satu buku milik Matt Haig bercerita tentang Matt yang menderita depresi, kecemasan akut dan kecanduan alkohol. Ketiga masalah mental yang Matt miliki nyatanya saling berkaitan satu sama lain. Kecanduan alkohol mengakibatkan derealisasi dan kecemasan bertambah. Pada akhirnya memicu depresi itu sendiri.

Depresi Matt semakin parah saat dirinya berada di Ibiza, Italia. Di Ibiza sendiri ia mengalami kecanduan alkohol yang parah karena ia sering minum-minuman alkohol dari pemilik pub dan villa tempat ia tinggal di Ibiza. Suatu hari yang kelabu di bulan Desember mendekati natal, Matt sendiri ingin bunuh diri.

Vila tempat ia tinggal cukup dekat dengan tebing yang curam di bagian belakangnya. Ia berjalan sesaat ke area belakang vila, tempat tebing-tebing curam itu berada. Sayangnya setelah berfikir lama ia memutuskan untuk tidak jadi bunuh diri. Hah! Semudah itu berhenti untuk bunuh diri? Tidak!

Gejala di atas adalah salah satu ciri khas dari kondisi mental dari penderita depresi itu sendiri. Mereka memiliki keinginan kuat untuk bunuh diri tetapi juga memiliki ketakutan untuk mati. Ini dilema yang sering terjadi di antara orang yang ingin bunuh diri.

Baca juga: Game Pereda Nyeri dan Penghibur Diri, Mungkin Kok!

Ia memiliki kekasih bernama Andrea yang sangat menyayanginya dan mencintainya. Awalnya kekasihnya pada saat itu merasa dia baik-baik saja hanya terlalu sensitif dan menyalahartikan kondisinya. Tidak hanya kekasih tetapi juga orang lain yang menggagapnya hanya terlalu sensitif. Setelah melihat kecanduan alkohol yang dialami Matt, apa yang dilakukan oleh sepasang kekasih itu?

Bantuan-Bantuan dan Obat-Obatan, Apakah Membantu?

Melihat kondisi Matt yang hampir saja terjun ke jurang, sepasang kekasih itu memutuskan untuk pergi ke klinik dengan Vila mereka di Ibiza. Namun sekali lagi Matt hanya mendapatkan resep obat yang justru membuatnya semakin cemas. Berdasarkan tulisan Matt Haig banyak orang yang merasa perlu menggunakan obat untuk mengatasi depresinya. Tetapi berbeda dengan banyaknya penelitian yang berkebalikan bahwa belum tentu obat-obatan menjadi solusi yang tepat bagi penderita depresi. Lalu bagaimana dengan bantuan?

Matt Haigh sendiri termotivasi untuk sembuh karena memiliki support system yang baik dari keluarganya dan kekasihnya. Menurutnya bantuan lebih dibutuhkan daripada obat pada banyak kasus depresi. Bantuan itu bisa melalui konsultasi pada psikiater, psikolog, dan dukungan dari orang-orang terdekat. Bantuan sederhana seperti menjadi pendengar dari kegelisahan ternyata lebih mampu menjadi obat daripada obat kimia. Mengapa? Bantuan dan dukungan membuat mereka lebih bisa melihat keadaan sekitar jadi lebih baik. Lalu apa cara terbaik mengatasi depresi?

Matt Haig Berusaha Memulai Dari Self Healing

Tidak ada cara terbaik dari mengatasi depresi ini. Sayangnya tiap orang memiliki kondisi yang berbeda, ada dari mereka yang membutuhkan obat dan ada dari mereka yang membutuhkan pengobatan dari dalam. Pengobatan dari dalam adalah pengobatan yang dimulai dari dalam diri atau dikenal dengan self-healing. Bagaimana dengan penulis sendiri?

Beruntungnya Matt memiliki kecintaan dalam membaca buku. Baginya membaca buku bisa menjadi kesibukan saat pikirannya begitu rumit. Tak hanya sebagai pengalih perhatian, baginya buku bisa mengisi kekosongan dalam hatinya dan mengisi jiwanya yang kadang berubah tak menentu di saat musim-musim tertentu. Matt sendiri dikenal sudah mencintai dunia sastra sejak muda sehingga bacaan baginya bukanlah hal yang asing. Tidak hanya membaca, ia juga mulai menulis hingga tulisannya mendapatkan penerbit untuk diterbitkan.

Baca juga: Konten Over Generalitas: Cinta yang Tak Sesederhana Kulit Jeruk!

Selain membaca dan menulis, proses ia menjadi baik-baik saja adalah dengan berlari dan tentu saja memaksa diri keluar dari ketakutannya.

Waktu itu tahun 1999. Banyak orang belum punya ponsel. Jadi, sendirian betul-betul berarti sendirian. Biasanya saya aka bergegas memakai mantel, mengambil uang, lalu meninggalkan rumah secepat mungkin, sebelum kepanikan menguasai saya.

Begitu saya sampai di ujung Wellington Road, jalan rumah orang tua saya, kegelapan itu sudah menunggu, berbisik kepada saya dan saya akan berbelok ke Sleaaford Road….

Seni berjalan sendirian dalam Alasan Untuk Tetap Hidup-Matt Haig hal.109

Pada awal ia memaksa keluar dari ketakutannya tentu tidak mudah, namun seiring berjalannya waktu. Ia pun mulai terbiasa dan mudah untuk melakukannya. Dari memaksa untuk keluar ia pun menemukan sarana baru untuk mengalihkan rasa cemasnya dengan berlari. Berlari membuat jantungnya berdebar dan berkeringat, dan itu sama persis dengan gejala kecemasan yang ia rasakan. Alih-alih memikirkan berdebar sebagai kecemasan ia mengalihkannya dengan berlari. Lalu, bagaimana penyitas ini menemukan makna baru dalam kehidupan?

Alasan Untuk Tetap Hidup

Alasan untuk tetap hidup
alasan untuk tetap hidup

Matt Haig menyadari banyak hal ketika ia mengalami depresi. Depresi adalah penyakit kambuhan dan bisa sembuh dengan kemauan dari penderitanya. Mereka yang berhasil sembuh menemukan tujuan dalam kehidupan yang memandunya untuk melihat kehidupan secara realistis. Dalam tulisannya ia juga menyebutkan kisah dari para orang terkenal dan orang-orang besar yang mengalami depresi. Apa yang Matt Haig ini dapatkan adalah segala yang terjadi di dunia ini bisa terjadi pada siapapun. Contoh yang ia tulis bahwa tidak ada yang berlangsung selamanya bahkan untuk penderitaan yang nantinya juga akan lenyap. Lalu kenyataan pemikiran manusia itu bergerak dan kepribadian bergeser yang menguatkan sisi bahwa manusia itu lekat dengan perubahan. Ada lagi tentang saat seseorang membenci diri sendiri, pada kenyataannya manusia selalu bisa menemukan sisi yang ia benci dalam dirinya sendiri dan itu lumrah terjadi karena manusia memang tidak sesempurna itu.

Baca juga: Stigma Kusta: Cermin Buta dalam Nista dan Kusta

Depresi pada dasarnya adalah titik terendah dari seseorang maka yang mereka butuhkan adalah cara agar mereka bisa naik kembali ke permukaan. Jalan mereka untuk naik tidak hanya melibatkan seseorang tetapi juga dukungan orang sekitar, dan penerimaan proses yang harus mereka jalani. Dengan penerimaan proses tapi tanpa dukungan, seseorang tidak akan bertahan pada proses. Seseorang yang mendapatkan bantuan, namun terburu-buru dalam menjalani proses juga akan menyulitkan dirinya sendiri dan orang sekitarnya.

Apa yang terlihat, tak seperti yang terlihat.
Sama seperti depresi yang tak terlihat, bukan berarti tak nyata.

DINDA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

*

Post comment

Comment

Jadi inget seorang teman blogger yang pernah mengalami depresi juga. Salah satu jalan yang ia tempuh ketika ingin sembuh adalah dengan menulis. Ia menerapkan writing is healing. And she can

Wah, kakak bloggernya keren.. Semoga depresinya semakin membaik dengan menulis ya kak.. 😊

Wah. inspiratif banget ya kisahnya. Oh ya kak, itu karya bukunya dijual ndak ya. hehe. tertarik untuk membaca dan menelusuri setiap lembaran-lembaran isinya

Dijual kok kak di toko buku terdekat.. Monggo dicicipi kisahnya.. 😊

Serius deh mentah illness itu harusnya dapa perhatian baik2 supaya nggak ada judgement dari masyarakat yg menyepelekan dsb. Semoga kita semua bisa lebih sadar akan mental illness inj

Saya setuju, banyak orang yang menganggap depresi sebagai tanda-tanda kurangnya iman atau keberanian dalam menghadapi hidup. Padahal, depresi itu adalah sebuah penyakit, seperti halnya flu atau demam. Even orang beriman pun bisa flu kan?

Tapi di sisi ekstrimnya juga, kadang-kadang ada juga orang yang terlalu mudah ‘mendepresikan’ diri ketika mengalami hal-hal yang kurang menyenangkan.

Support system yang baik akan sangat membantu orang-orang yang bermasalah terlepas dari mereka itu depresi betulan atau hanya merasa depresi. Kemampuan mendengar tanpa menghakimi menjadi sesuatu yang langka walau dibutuhkan.

Depresi memang tidak bisa dianggap main-main ya, Mbak. Begitu banyak orang yg tidak tertolong karena tidak ada yg mengenali gejalanya. Semoga dengan adanya buku ini, juga buku bertema self-help lain akan membuka wawasan masyarakat untuk mengurangi paradigma negatif dari depresi… Sedih kalau depresi sering disalahartikan jadi kurang ibadah huhu.

Setiap orang pasti merasakan yang namanya depresi. Namun dengan tingkatan yang berbeda, mulai dari ringan hingga berat. Memang benar, salah satu caranya adalah mawas diri dengan keadaan sendiri, karena bahkan orang lain tidak akan mampu mengatasi depresi orang lain jika sudah dalam kondisi berat.

Tiap orang pastinya pernah megalami depresi di tingkatannya masing2. Rasanya enggak nyaman dan emang butuh kemauan yang tinggi untuk sembuh dari itu. Ketika hidup membawa kita pada titik terendah dalam hidup, saya selalu berpedoman bahwa pain make people change, tapi pilihanmu menjadi lebih baik atau justru sebaliknya.

Sekarang buku-buku tentang kesehatan mental semakin banyak. Beredarnya buku-buku kesehatan mental ini sangat bermanfaat buat masyarakat. Buku-buku tersebut juga bisa menjadi sarana sosialisasi tentang kesehatan mental agar masyarakat tidak lagi menaruh stigma terhadap para penyintas kesehatan mental, seperti depresi misalnya.

Andri Marza Akhda

Buku yang dibaca oleh kaka..selalu keren-keren kuy. Pengen tertular hobi bacanya. Buku akan masuk list di harus ditamatkan di bulan depan..

Monika Yulando Putri

Baca resensi buku ini sepertinya menarik banget ya mba. Banyak orang yang belum sadar tentang depresi, termasuk saya mungkin pernah mengalaminya meski dalam tahap ringan.

Orang sekitar perlu peka jika ada yang depresi, beri dukungan, namun sayangnya masyarakat sekarang jika ada yang mau bunuh diri hanya menonton dan divideo, beberapa ada yang berusaha menolong untuk membatalkan bunuh dirinya tanpa memberi solusi dan dukungan.

Mohammad Rizal Abdan Kamaludin

keren kak bukunya, jadi pingin baca. memang banyak orang yang masih susah dalam menghadapi depresi.

oktavia winarti

Makasih Mbak Dinda, ulasannya jadi mengingatkan saya akan suatu hal. Seorang yang depresi butuh support system yang baik agar suasana hati dan pikirannya baik. Dan bener banget, siapapun bisa mengalami depresi. Jadi gak usah denial juga kalo memang suasana hati atau pikiran kita lagi gak baik-baik aja. Itu pertanda bahwa kita masih dikaruniai Allah emosi..hehe nice article!

aku baru mulai baca karya beliau kak. Kayaknya hype banget karyanya…

Buku tentang mental health semakin banyak hadir dan semakin populer belakangan ini di Indonesia, tentu karena sudah banyak pula yang mulai peduli dengan kesehatan mental. Bukunya menarik banget Kak. Makasih informasinyaa

Ahh jadi ingett sama seminar kapan hari sama beberapa psikolog dan psikiater. Kelemahan kita ini di sini sekarang tidak menganggap bahwa sakit jiwa itu sakit beneran yang menimbulkan kesakitan karena emang ga keliatan. padahal sama yg sakit fisik sebenrnya ya sama2 sakit. Akhirnya kalau kita minta cuti karena sakit, misalnya sakit hati yg ada diketawain haha.. kalau sakit fisik dibolehin. Huhu

Yunita Sintha Dewi

Aku tertarik sama buku-buku si Matt Haig cuma belum ada kesempatan beli.

mmm bercerita tentang depresi, aku salah satu orang yang pernah menyakiti diri sendiri dan berpikir bunuh diri. Alhamdulillah bisa bangkit dan berusaha keras menyembuhkan diri aku sendiri dulu. Bisa bangkit pun karena support orang lain dan juga berusaha menerimaan diri kita atau keadaan kita saat itu karena di dunia ini tidak ada yang sempurna. Semua hal selalu ada 2 sisi. Orang yang bahagia nggak selamanya selalu bahagia, pasti TUHAN kasih derita juga nantinya. Semua ada, untuk mempertahankan keseimbangan hidup kita juga. Makanya benar kata Maat Haig, “Manusia itu lekat dengan perubahan”
hehehehe.

19 Responses