Home / Kamar / Uncategorized

Tidak Ada Kata Selamat Datang Atau Selamat Tinggal Untuk Tahun. Selain…

Senjahari.com - 05/01/2022

tahun lama dan tahun baru yang cukup

Penulis : Dinda Pranata

Tahun 2019-2021 adalah momen yang cukup membuat guncangan hebat untuk banyak manusia. Bukan tanpa sebab sejak Corona merebak di tahun 2019 banyak kegelisahan yang berputar di sekeliling kita semua. Mulai pemutusan kerja, merosotnya ekonomi keluarga, kesehatan orang tercinta, hingga kematian yang entah sudah merenggut manusia. Apa yang kemudian kita sadari sejak 2019 yang kemudian berganti menjadi 2020, dan berganti lagi menjadi 2021. Tidak ada kata selamat datang untuk tahun baru atau selamat tinggal tahun lalu, karena tahun terus bergulir tanpa henti selain apa yang kita sebut kematian. Pembahasannya mungkin terdengar menyeramkan, seperti tidak ada harapan. Mengapa bisa pemikiran ini hingga? karena pasti ada sebab musabab.

Cukup Dua Orang Saja yang Pergi di Tahun 2021

cukup kehilangan ibu dan kakak
Seorang anak dan adik yang teringat ibu dan kakaknya

Bulan Agustus 2021 dalam jarak waktu 10 hari dalam satu keluarga kehilangan dua nyawa. Iya, ibu dan kakak pertamaku. Dua wanita yang paling berarti dan dua wanita yang kepergiannya tidak bisa ku antar sampai akhir. Pada tanggal 9 Agustus 2021, ibu pergi lebih dulu karena Covid-19 yang sudah menjangkitinya waktu itu.

Ibu sendiri memiliki riwayat tumor payudara sehingga tidak bisa mendapatkan suntikan vaksin pun merenggut nyawanya. Perawatan ICU, sesak karena gejala asma ,ditambah corona menyerang paru-parunya ,membuat ibu tersiksa. Dadanya mungkin terhimpit karena kadar oksigen yang mulai menipis di paru-parunya, walau bantuan oksigen ia dapatkan, tapi tetap saja membuatnya terbaring koma.

Cukup mendengar kata koma dari dering telepon membuatku tak berdaya. Seandainya saja aku bisa terbang melayang, aku ingin memeluknya dan membisikkan di telinganya, “Ibu, tolong buka matanya. Dinda di sini bersama cucu kesayangan.” Tapi sekali lagi, itu hanya imajinasi belaka. Akhirnya pukul satu siang, ibu pun sudah pergi terbang. Kemana? Bertemu dengan yang Esa. Pecah sudah apa yang namanya Air mata. Tak mampu aku mengantarnya menuju laut yang mempertemukan samudera. Ibuku sudah terbakar api, menyisakan apa yang namanya tulang. Upacara nitip geni – tradisi pembakaran mayat khas tradisi Hindu.

Selang beberapa hari, kakak pertamaku pun terjangkiti Corona. Ia pun tidak mendapatkan vaksin, karena keterbatasan tenaga medis dan kuota vaksin yang terus penuh, Itu membuatnya terlambat memperoleh vaksin untuk kekebalan tubuh. Tanggal 11 malam ia diantar ke ICU karena kesulitan bernafas. Setelah proses rekam medis ditemukan sudah bercak di paru-parunya. Tuhan! apa ini semacam pengingat? Iya, untuk kita yang kurang waspada dan percaya bahwa penyakit ini ada! Sekali lagi, pengobatannya tidak murah. Dokter menyarankan menggunakan Gamaras yang harganya sekitar 20 juta. Aku pun memikirkan cara lain yaitu donor konsevalen. Tapi, dokter yang merawatnya tidak segera memberikan solusi itu. Tanpa diminta, aku mencari relasi kesana-kemari menanyakan tentang keberadaang sang Konsevalen. Bersyukurnya, stok masih banyak.

Tidak ada yang bisa kami lakukan, selain memberinya support untuk sembuh. Tiap hari aku dan kakak bertelepon ria. Tertawa dan mengingatkannya untuk kuat. Seperti yang aku bayangkan, permintaan donorpun pada tanggal 18 datang dari dokter yang merawatnya, Bersyukur, dan aku cukup bersyukur karena adanya rekan medis yang membantu. Secepat kilat paramedis yang mengambil darah ke Surabaya karena keluargaku tinggal di Banyuwangi. Setiap jam aku bertanya kabar dengan kakak, karena aku sudah tidak ingin lagi melihat ada yang pergi. “Terima kasih ya, Dik!” itu kata terakhir yang aku dengar darinya. Aku ingin menangis, seolah aku tidak berdaya karena jarak ini sangat menyiksa. Kabar darah pun dalam perjalanan kembali, tapi sebelum darah itu masuk ke tubuh kakakku. Ia sudah menghembuskan nafas terakhhir tanggal 19 Agustus di tengah malam. Cukup sudah dua orang saja yang pergi karena penyakit ini! Tolong cukupkan saja! itu pintaku pada Tuhan.

2022 Kesadaran yang Membawa Pemahaman Baru

Di penghujung tahun kesadaran akan pemahaman baru pun muncul. Tidak ada kata selamat datang bagi tahun baru dan selamat tinggal tahun lama. Apa aku merasa kelabu saat tahun baru? Tidak. Mengapa ada pemahaman ini ketika aku baru saja kehilangan separuh orang terkasih? Bukan karena mereka saja, tetapi panggilan-panggilan khas dari masjid sekitar tentang kepulangan orang-orang menghadap yang Esa.

Tahun itu adalah waktu yang terus bergulir walau tidak kita ucapkan selamat datang atau pun selamat tinggal. Kenangan akan tetap tersimpan, rasa luka, dan kesenangan di tahun lalu tetap ada di tahun baru. Begitu pun dengan rasa sedih, kesenangan yang akan kita peroleh di tahun baru akan menjadi kenangan di akhir tahun nanti. Tiap tahun kita akan mengalami pasang surut, suka duka yang sama dengan cerita yang berbeda. Apakah kita masih ingin berlomba dengan kesenangan atau meratapi kesedihan? Kita cukupkan saja.

Cukup berterima kasih bahwa masih bisa menikmati matahari, cukup bersedih karena kehilangan materi atau orang yang disayangi, cukup berterima kasih masih bisa bernafas dan berenergi dan cukup yang lain. Tahun ini biarkan diri kita merasa cukup untuk menikmati sensasi yang datang dan pergi. Tidak ada selamat datang tahun baru, tidak ada selamat tinggal tahun lalu. Selain cukup untuk tahun lalu dan harapan cukup di tahun baru.

Kepada mama: Maaf aku tidak bisa mengantarmu bertemu samudera, saat abumu dibawa sang lautan. Tapi aku akan cukup bersedih dan cukup mensyukuri apapun yang sudah kau berikan.

Kepada kakakku, Tanti: Maaf aku tidak bisa mengantarmu ke liang lahat tapi terima kasih atas kedatanganmu dalam mimpiku untuk mengucapkan bahwa kau sudah sembuh. Itu bagiku sudah cukup menenangkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

*

Post comment

Comment

Turut berduka cita atas kepergian 2 wanita hebatmu ya Mbak. Tahun ini, Covid 19 juga menjadi maskapai yang memberangkatkan kakak saya bertemu Sang Pencipta. Semoga para almarhum mendapat tempat terbaik di sisi-Nya ya.

Sehat-sehat selalu sekeluarga.

Turut berduka ya kak atas kepergian 2 orang tersayang.

Yuvina Zaharany

Kehadiran Covid-19 menghadirkan banyak sekali pelajaran. Yang pada akhirnya membuat kita mau enggak mau membiasakan diri beradaptasi dalam rumah. Bahkan, mulai berjibaku dengan kegiatan outdoor jadi indoor. Paling berat adalah ketika sering kali mendengar kabar duka di mana-mana apa lagi itu keluarga terdekat. Mengajarkan kita kalau hidup itu akan selalu ada yang datang dan pergi. Belajar menerima daj ikhlas. Semoga Ibu dan Kakak tenang di sana.

3 Responses