Penulis : Dinda Pranata
“Kamu itu payah! Begitu saja tidak becus!” gertak Doni. Doni marah setelah staffnya, Rei salah dalam mengkategorikan berkas dalam lemari. “Jika kau tidak bisa mengerjakan tugas ini, apa gunanya aku merekrutmu waktu itu.” kata Doni kembali. Doni pun melenggang pergi dan meninggalkan Rei yang tertunduk. Ia merasa bersalah dan tidak merasa tidak berguna.
Dunia Kaca Ilustrasi Pribadi
“Ini kan hanya merapikan dokumen, mengapa aku ceroboh sekali.” gumamnya, “aku memang bodoh!” Ia mengatai dirinya sendiri.
Dari kisah Rei Dan Doni, sekilas tampaknya tidak ada yang salah bahwa atas memarahi staffnya. Tapi kira-kira apa yang bisa dilihat dari sepenggal kisah di atas? Marcus Aurelius, seorang filsuf besar menjelaskan dalam bukunya berjudul Stay Positif with Marcus Aurelius. Buku ini tidak hanya menjelaskan tentang filosofi terkait banyak hal mulai dari percintaan, karir, sekolah tetapi meniliknya dari sisi psikologi manusia.
Mengalami Kejadian Negatif, Lalu Kenapa?
Ketika membaca buku ini pada awalnya kita bisa melihat lewat sampulnya. Buku ini tidak membicarakan filsafat dengan bahasa yang berat dan sulit dimengerti. Juga, bukan membahas bagaimana masalah kehidupan dengan cara yang rumit. Justru sebaliknya, buku ini mampu mengemasnya dengan bahasa yang ringan dan orang awam sekalipun bisa memahaminya.
Dalam buku stay posifit with Marcus Aurelius tidak melulu membicarakan tentang memandang hidup dengan positif saat kejadian negatif terjadi di sekitar kita.
“Lho, maksudnya apa?” tanyamu padaku.
Baca juga: Ketika Dewasa Ternyata Kita Tidak Benar-Benar Tahu Segalanya. Buku Ini Membahasnya!
Jadi begini, buku sebenarnya membawa kita pada pemahaman bahwa memang tidak semua kejadian harus dipandang dengan positif. Artinya adalah kejadian yang terjadi baik posifit dan negatif sebaiknya dipandang sebagaimana adanya. Kalau memang sedang terjadi kejadian positif, ya terima sebagai kejadian positif. Jika yang terjadi kejadian negatif, ya terima sebagai kejadian yang negatif tanpa perlu melebih-lebihkan atau memaksakan untuk dipandang secara positif.
Penerimaan menjadi kunci utama dari buku ini. Ketika menerima kejadian secara apa adanya, kita akan menyadari bahwa kehidupan itu dinamis dan mudah berubah. Jadi sangat wajar saat manusia mengalami kejadian negatif atau positif dan itu merupakan salah satu proses perubahan dalam hidup.
Menghadapi ‘Hitam’ Dengan ‘Warna Putih’?
Tak hanya menyoroti penerimaan terhadap kejadian yang negatif tetapi juga segala emosi yang ada di dalamnya. Pernah melihat seseorang yang tiap harinya khawatir? Atau kita sendiri sering khawatir? Lalu apa menurutmu khawatir itu salah? Tidak! Selama dalam taraf yang normal.
Manusia itu secara alami memiliki tingkat kewaspadaan dalam dirinya. Itu adalah respon alami dari makhluk hidup termasuk manusia. Tapi apakah kekhawatiran bisa menghentikan kita dari waktu, atau kejadian yang akan datang? Waktu atau kejadian tertentu di masa datang akan terjadi dan mungkin di luar apa yang kita perkirakan. Kita tidak bisa memaksa sesuatu berjalan dengan kehendak kita. Maka apa yang perlu kita lakukan?
Kita perlu menyesuaikan dan mengendalikan harapan, kekhawatiran dan pikiran diri sendiri. Contoh kita khawatir tidak memenangkan sebuah kompetisi dan akhirnya membuat kita tidak ikut kompetisi itu. Kita pun melepaskan kesempatan untuk maju. Lalu apakah kompetisi akan berhenti hanya karena kita khawatir? Tidak! Kompetisi akan terus berlanjut dan juri pada akhirnya membuat penilaian berdasarkan kriterianya. Lalu apa yang kita bisa kita perbuat alih-alih hanya merasa khawatir dan tidak bergerak?
Baca juga: Resensi - Filosofi Teras. Jangan Bermain-Main Dengan Mindsetmu!
Hindari kebiasaan untuk menaruh harapan dan kekhawatiran padahal yang tidak bisa kita kendalikan. Kita bisa lebih berfokus pada apa yang bisa kita kendalikan seperti pemikiran diri sendiri, sikap yang kita ambil dan tenaga yang kita keluarkan. Ketika kita mengharapkan menang sebuah kompetisi maka saat harapan itu tidak berbanding lurus, yang ada kita akan kecewa sangat dalam. Alih-alih mengharapkan hal yang di luar kendali, fokuskan pada kemampuan terbaik untuk mengikuti kompetisi tersebut.
Tantangan Membaca Tidak Sama Dengan Sikap di Realita
Membaca buku ini kita bisa mendapatkan pemahaman yang sebenarnya tidak baru. Sudah banyak literasi tentang self improvement yang mengedepankan mindset ke dalam diri sendiri. Namun, literasi itu masih dalam taraf timbul dan tenggelam. Baru pada era digital di mana serangan panik dan ketidakstabilan secara emosi semakin besar, buku-buku jenis ini banyak menarik perhatian.
Isinya sangat padat, walau tidak merangkum semua hal. Tetapi, apa yang ditanyakan dan yang menjadi tujuan buku ini terjawab secara ringkas. Namun sekali lagi, membaca buku saja tidak akan menghasilkan produk yang kita harapkan. Perlu latihan lebih sering dalam mengolah mindset kita sendiri yang sekarang cenderung bias ke luar. Seperti, kita mengukur kesuksesan dari banyaknya like, atau menilai seseorang berdasarkan penampilannya di media sosial.
Melakukan panduan di dalam buku tidak semudah membaca buku. Begitu pula pandangan yang ada dalam buku, tidak semudah memahaminya. Buku ini akan benar-benar efektif ketika kita menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Saat aku mencoba menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, hal yang aku rasakan adalah ketidakmudahan. Tapi, seiring waktu berjalan dan ucapan mantra bahwa hal-hal yang bisa terjadi di luar kendaliku, maka secara perlahan aku bisa menemukan kenyamanan dalam ketidaknyamanan. Ini mampu membuat aku atau kamu yang membaca ini lebih bisa berdamai dengan hubungan di banyak aspek, entah itu hubungan dengan orang lain, hubungan dengan kondisi alam bahkan dengan hubungan dengan diri sendiri.
Comment
Makasih sudah berbagi kak ☺️
1 Response