Penulis : Dinda Pranata
Setiap manusia pasti menulis, walaupun apa yang dia lakukan adalah mengetik. Saya ingat salah satu podcast dari Sapardi Djoko Damono yang mengatakan bahwa mengapa orang mengetik tetap bernama menulis bukan mengetik? Karena mengetik merupakan aktifitas dari menulis dengan media yang berbeda.
Aktifitas menulis tidak hanya bertujuan untuk mencatat, dalam beberapa ilmu psikologi menulis bisa menjadi suatu cara untuk seseorang mengenali diri. Benarkah itu? dan Bagiamana menulis membuat seseorang mengenali diri?
Sebuah Seni Tertinggi Manusia
Mengenal diri sendiri jauh lebih sukar daripada ingin mengetahui kepribadian orang lain. Sebab itu, kenalilah dirimu sebelum mengenal pribadi orang lain.
Buya Hamka
Petikan di atas sesuai dengan apa yang akan maksud tulisan kali ini. Mengenal diri sendiri tidak sebatas kita tahu, makanan favorit kita, film favorit atau sekedar bentuk mata atau fisik yang dimiliki. Mengenal hal abstrak yang kerap wara-wiri di kepala atau hati kita seperti emosi dan pikiran diri sendiri. Itu juga merupakan bentuk pengenalan diri. Pengenalan pribadi pada hal yang abstrak seperti itu, bisa merupakan bentuk seni dari sebuah pengalaman hidup. Kita harus siap untuk merasakan berbagai jenis pengalaman dari senang, susah, tawa, tangis hingga gelisah.
Apa hasil dari seni pengalaman hidup manusia? Tentu saja hasilnya adalah versi terbaik dari diri kita sebagai manusia. Layaknya seniman yang menggunakan seni sebagai proses untuk menciptakan karya, maka manusia sebagai seniman menggunakan seni memahami diri sendiri ini untuk menciptakan karya seni dari bentuk terbaiknya. Apa manfaatnya mengenali diri sendiri?
Manfaatnya apa dengan mengenali diri? Mengenali diri bisa membuat kita menjalani kehidupan dengan damai dan sehat. Salah satu buku yang menginspirasi pentingnya mengenali diri sendiri adalah novel karya Baek See Hee yang merupakan penyitas depresi dan buku Matt Haig yang sama-sama menceritakan kisah penyitas depresi. Mereka yang mengalami gangguan kecemasan hingga depresi biasanya berawal dari tidak mengenal diri sendiri dengan baik. Bagaimana caranya agar kita bisa mengenali diri?
Cermin-Cermin Kertas Tunjukkan Siapa Aku
Teknik journaling bisa menjadi cara untuk mengenali diri sendiri. Dalam sebuah penelitian di tahun 2005 berjudul The Paper Mirror: Understanding Reflective Journaling menjelaskan jurnal bisa menjadi media penyaluran segala pikiran dan emosi secara sehat bagi seseorang. Dalam jurnal yang mana mengambil responden dari seorang siswa tersebut membagi metodenya menjadi tiga bentuk, antara lain: jurnal dialog yang dilakukan dengan instruktur (psikolog), jurnal kelas interaktif yang dilakukan dalam kelompok dan seorang instruktur dan jurnal personal yang dilakukan dengan mengisi buku harian.
Salah satu yang paling mudah adalah dengan menulis buku harian. Metode ini selain mudah dan tidak membutuhkan biaya saat melakukannya. Dalam jurnal harian biasanya tidak ada patokan harus menggunakan EYD atau aturan kebahasaan. Biasanya juga jurnal ini berisi tentang bagaimana perasaan kita dan cerita sehari-hari yang menyebabkan kita merasa sedih atau gembira. Apa yang didapat dari sekedar menuliskan dear diary?
Buku jurnal yang kita tulis bisa diibaratkan sebagai cermin kertas yang bisa melihat masa lalu atau prediksi masa depan. Dari dear diary atau menulis buku harian, kita bisa memahami diri sendiri. Apa yang kita pikirkan, bagaimana kita bereaksi terhadap lingkungan luar, apa yang kita minati, apa kekurangan kita, dan apa kelebihan kita. Jika kita hanya menyimpannya dalam kepala maka kita tidak bisa merefleksikan kembali segala perasaan itu. Parahnya jika kita tidak bisa mengidentifikasi masalah dalam diri sendiri sehingga tidak menemukan solusi.
Catatan Sejarah Tentang Pentingnya Menulis
Buku harian bisa menjadi hal yang sangat penting bagi perjalanan hidup seseorang. Salah satunya adalah Anne Frank, salah seorang gadis Yahudi yang menyimpan buku hariannya pada masa pembantaian orang-orang Yahudi oleh tentara Jerman. Buku diari milik Anne ini kemudian menyikap bagaimana kondisi pada masa kelam itu, apa yang ia pikirkan hingga menjadi dokumen penting dalam penelitian sejarah.
Tidak hanya Anne Frank, banyak dari orang penting dalam sejarah menggunakan buku harian untuk mencatat kehidupan mereka. Kita ambil lagi Marco Polo, Beethoven, Wiston Cruchil, Marie Curie, hingga Charles Darwin menggunakan buku harian sebagai interaksi dengan bagian diri sendiri. Mereka bisa secara bebas menuliskan formula rencana, pemikiran paling dalam di kepalanya, sampai rencana kehidupan yang tidak seorang pun bisa tahu kecuali si pemilik ini meninggal. Dari buku harian yang mereka tulis, kita bisa mengenali pribadi mereka serta jalan pemikiran mereka mengenai lingkungannya.
Sudahkah kalian menulis buku harian hari ini? Ataukah masihkah kalian meragukan kekuatan dari menulis si cermin kertas ini?
Source:
positivepsychology.com
nytimes.com
Comment
nulis buku harian jg bisa digunakan untuk melatih kemampuan menulis, kayak raditya dika
Itu bonusnya kakak… Melatih kepenulisan juga menjadi salah satu hal yang didapatkan.. 😀
Jd pingin nulis diary lg deh. Semenjak punya bocil2 jd tidak meluangkan waktu menulis diary. Padahal -stlh baca ulasan di atas- bs jd mengobati rasa penat sebagai ibu rumah tangga. Salam dari 1m1c ya, Kak^^
ayo kak nulis diary kembali. Lumayan buat refleksi diri sendiri. Salam kenal dari saya juga. 🙂
Memang benar Kak, menulis itu sangat penting bagi diri kita. Banyak hal dapat kita utarakan lewat kegiatan ini.
Belum lagi jika ada yang membaca dan menyukai tulisan kita, jadi berlipat-lipat senangnya.
Terima Kasih Kak
Saya termasuk orang yang semasa sekolah rutin menuliskan kegiatan harian kedalam buku hingga saat ini, walau kadang apa yang saya tulis adalah hal-hal remeh temeh tapi membaca buku harian di masa lalu seakan bisa menelusuri perubahan sikap dan pemikiran serta wawasan saya yang remaja dan saya yang saat ini. Menyenangkan dan ga jarang terkejut sendiri.
6 Responses