Penulis : Dinda Pranata
“Wah, alur ceritamu pasaran sekali,” keluh Bu Indah salah seorang kurator buku.
“Sudut pandang saya beda, Bu,” sanggah Meta, “kalau ibu tidak suka, ya saya tidak jadi ikut event ini.”
“Ini masih bisa diperbaiki, Meta,” jawab Bu Indah, “ini hanya masukan.”
“Saya merasa sakit hati, Bu. Karya yang saya kerjakan sepenuh hati dikatakan seperti itu,” keluh Meta.
“Kamu ini jangan jadi generasi salju, dong! Ayo semangat!” kata Bu Indah menyemangati.
Roti Lapis di Tengah Badai Salju, cerita ilustrasi by Dinda Pranata
Generasi salju atau Snowflake Generation merupakan istilah yang asing di Indonesia. Istilah ini lebih populer di negara barat daripada di Indonesia sendiri. Jika di Indonesia istilah generasi sandwich atau roti lapis populer karena kuatnya unsur budaya dari istilah itu. Bagaimana dengan generasi salju? Dan merujuk pada generasi yang seperti apa generasi salju ini?
“Dasar Milenial Baper!” kata Baby Boomer
Istilah generasi kepingan salju merujuk pada mereka yang “dimanjakan” oleh segudang kemudahan seperti teknologi dan inovasi. Para generasi baby boomer memberikan istilah ini kepada generasi milenial yang mereka anggap sebagai generasi yang mudah baper.
Apa maksudnya mudah baper? Melansir dari laman dari BBC bahwa generasi Snowflake atau kepingan salju berarti kaum liberal yang tersinggung dengan setiap pernyataan atau sikap yang tidak sesuai dengan pandangan mereka. Kaum snowflake menganggap diri mereka unik seperti kepingan salju.
Generasi kepingan salju biasanya merujuk pada generasi Z atau generasi milenial yang terlalu rapuh atau baper saat menghadapi kesulitan atau pandangan yang bertentangan dengan pemahaman milenial. Generasi milenial adalah mereka yang lahir antara tahun 1986-2000-an atau generasi Y serta generasi Z. Bagi baby boomer, generasi-generasi ini cenderung menghindari kesulitan dan memilih cara yang instan atau cepat untuk meraih kesuksesan.
Pada tahun 2016 seperti melansir laman Time bahwa kamus Collin memasukkan kata generasi kepingan salju ini sebagai word of the year mendefinisikan orang dewasa muda tahun 2010-an sebagai kelompok “kurang tangguh dan lebih rentan untuk tersinggung daripada generasi sebelumnya.” Dari mana asal kata ini?
Generasi Kepingan Salju dari Zaman Perbudakan Hingga Budaya Modern
Istilah snowflake ini muncul pada tahun 1860-an saat penghapusan perbudakan di Amerika, tepatnya di wilayah Missouri. Mereka yang menentang penghapusan perbudakan menerima julukan sebagai generasi kepingan salju. Berdasarkan pada Merriam Webmester istilah ini mengacu pada mereka yang lebih menghargai kelompok kulit putih daripada kulit hitam atau kulit bewarna lainnya.
Lalu istilah ini kemudian populer pada tahun 1996 di salah satu buku Fight Club milik Chuck Palahniuk. Kepopuleran istilah ini kembali populer di tahun 1999 dengan memunculkan istilah kepingan salju ini pada dialog. Di tahun 2016 setelah istilah ini mengambil hati banyak orang di tahun sebelumnya, muncul kembali dalam buku I Find That Offensive karya Claire Fox.
Dalam buku tersebut menghasilkan gambaran adanya gap antara generasi lama dan generasi baru terhadap pandangan budaya. Pandangan itu terletak bagaimana generasi lama (mewakili pihak guru) memandang penggunaan kostum dalam pesta hallowen yang tidak sesuai budaya oleh siswa (mewakili generasi milenial). Pandangan ini lah yang melekatkan generasi milenial pada istilah generasi kepingan salju yang sensitif.
Tidak berhenti sampai di sana, istilah generasi kepingan salju meluas hingga ke dalam dunia politik. Mulai saat pemilihan presiden Amerika Donald Trump hingga referendum brexit. Berdasarkan pada PEW Research Center keluarkan di tahun 2018, istilah generasi kepingan salju ini semakin menguatkan gap antara generasi yang sebelumnya dengan generasi milenial. Lantas apakah ini sebuah fenomena normal atau stigmatisasi belaka?
Fenomena Jurang Antar Generasi dan Stigmatisasi Secara Bersamaan
Penyebutan generasi milenial sebagai generasi kepingan salju bisa menjadi salah satu fenomena jurang pemisah antar generasi. Generasi sebelumnya menjalani kehidupan sosial yang berbeda dengan kehidupan sosial kaum milenial, sehingga saat mereka bertemu terkadang pandangan tentang nilai mereka pun bisa berbeda. Selain karena kehidupan sosial yang bebeda, tantangan antar generasi pun berbeda. Bisa dikatakan bahwa istilah generasi kepingan salju atau snowflake generation suatu bentuk stigmatisasi sekaligus bentuk gap lintas generasi.
Dalam suatu jurnal penelitian berjudul Y and Z Generations at Workplaces menjelaskan bahwa tiap generasi memiliki karakteristik tersendiri baik kebiasaan dan pola pikir. salah satunya bisa dilihat dari tabel di bawah ini:
Dapat dilihat dari tabel di atas bahwa tiap generasi memiliki keunikan tersendiri. Anggapan bahwa generasi milenial lebih sensitif daripada kaum baby boomer bisa dilihat dari nilai yang mereka anut. Misalkan pada generasi baby boomer nilai yang mereka anut seperti kesabaran, soft skill, menjunjung tinggi tradisi, dan kerja keras berseberangan dengan nilai dari generasi milenial. Generasi milenial sendiri (generasi Y dan Z) menganut nilai seperti fleksibilitas, mobilitas, kebebasan memperoleh akses informasi dan lainnya.
Nilai hidup dari generasi baby boomer dan generasi X, Y atau Z ambil kebanyakan dipengaruhi oleh tantangan yang ada di kehidupannya. Misalkan pada generasi baby boomer kebutuhan mereka adalah lapangan pekerjaan karena saat meledaknya kelahiran pada masa baby boom, lapangan kerja menjadi sulit, persaingan meningkat sehingga tidak ada kata lain selain bekerja keras. Lalu bagaimana dengan generasi milenial (seperti generasi Y dan Z)?
Generasi Y dan Z pun menghadapi tantangan lain saat dunia virtual dan teknologi semakin canggih, mereka harus bekerja dan menyerap apapun dengan sangat cepat sehingga kebutuhan mereka pun bukan lagi tentang kerja keras tapi kecepatan. Tak jarang banyak yang menganggap generasi ini tidak sabaran dan mudah baper.
Source:
biznews.com
oxfordstudent.com
theguardian.com