Penulis : Dinda Pranata
“Dito, kenapa banyak sekali sampah di sini!” seru Mamak dari kamar Dito. Dito berlarian menuju kamarnya.
“Ini bukan sampah, Mamak!” seru Dito dari pintu, “Itu kertas imitasi kertas papyrus, Mak.” Ujar Dito sambil mendorong mamaknya keluar dari kamarnya.
“Kenapa kau suruh mamak keluar? Mamak mau bersihin kau punya kamar!” seru Mamaknya jengkel. “Kamar kau banyak sampahnya, geli mamak jadinya,”
“Barang itu memang sampah tapi sampah yang nilainya jutaan, Mak!” seloroh Dito seraya menutup pintu kamar. Mamak Teja cuma bisa menggelengkan kepala.
Sampah yang Kau Sebut Artefak, karya Dinda Pranata
Budaya Lapita tampaknya nama budaya yang asing bagi kita semua. Para peneliti suda mencari peradaban di wilayah Oceania sejak beberapa dekade ini, dan di tahun 1950-an sebuah penelitian memperkenalkan budaya dari orang Lapita. Tetapi informasi yang tersedia mengenai budaya ini belum banyak, sehingga banyak peneliti yang masih mencarinya. Lalu, apa sebenarnya budaya Lapita itu dan bagaimana orang Lapita tersebut?
Baca juga: Nginang Antara Tradisi Dan Candu. Ada Yang Tahu?
Kompleks Budaya Tiga Nenek Moyang Oceania
Budaya tertua wilayah Oceania ini kurang lebih ada pada tahun 1,600 SM atau 3,500 tahun yang lalu. Peneliti menyebut mereka sebagai orang Lapita dan arkeolog menduga mereka adalah pemukim asli Melanesia, Polinesia, serta Mikronesia. Ahli arkeolog menggunakan nama Lapita berdasarkan bahasa setempat saat menemukan artefak tanah liat di wilayah New Macedonian. Berdasarkan bahasa setempat Lapita berasal dari kata Xapeta’a yang berarti menggali lubang.
Dalam jurnal The origins of Early Lapita culture: the testimony of historical linguistics menjelaskan bahwa penduduk Lapita pada masa 3,300 tahun yang lalu mendirikan peradaban di wilayah kepulauan Bismarck yang luas. Lalu karena beberapa sebab, seletah tiga sampai empat abad kemudian orang-Lapita menyebar ke berbagai tempat. Pulau yang mereka singgahi seperti Kepulauan Solomon, Vanuatu, dan Kaledonia Baru, dan ke arah timur ke Fiji, Tonga, dan Samoa. Karena sebab ini, penggalian dilakukan oleh para arkeolog di wilayah-wilayah tersebut. Lantas, bagaimana kehidupan orang Lapita?
Mereka hidup di rumah panggung dalam pulau kecil dan wilayah pesisir di pulau besar. Di dalam rumah mereka membuat tembikar, memelihara ternak seperti: ayam, babi dan anjing. Selain itu mereka pun menanam tumbuhan yang menghasilkan buah-buahan dan kacang-kacangan. Karena mendiami wilayah pesisir, mereka memanfaatkan sumber daya laut dengan memancing demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Lalu hasil budayanya apa?
Pembuat Tembikar yang Pandai Melaut
Hasil budaya dari orang-orang Lapita yaitu tembikar yang berupa kendi, tabung ukur, dan lainnya. Pada artefak tembikar terdapat pola-pola geometris yang menjadi ciri khasnya. Arkeolog menduga dalam pembuatannya menggunakan cangkang kerang bergigi atau kulit kura-kura dengan metode tempel.
Sebagai hasil dari penelitian di tahun 2020 dari Australia National University, para arkeolog setidaknya menjelaskan adanya tiga periode waktu dari budaya tembikar orang-orang Lapita:
Baca juga: Review Bukan Pasar Malam: Dari Filsafat, Profesi Sampai Politik
- Lapita pada masa awal yang di mulai dari tahun 1,600-1,200 SM di wilayah kepulauan Bismarck. Budaya ini mencangkup bentuk tembikar yang memiliki pola rumit dengan teknik cap dan banyak terdapat garis.
- Lapita Barat di mulai dari setelah tahun 1,200 SM di wilayah Solomons, Vanuatu dan juga New Caledonia. Budaya pada tembikar yang ditemukan ornamennya jauh lebih kasar dan lebih sedikit garis daripada masa awal. Di tahun 500 SM teknik cap di beberapa tempat sudah dihentikan.
- Lapita Timur di mulai tahun 1,000 SM di Fiji dan Polinesia Barat. Tembikar yang ditemukan pada masa ini motifnya lebih sederhana dengan lebih sedikit garis. Bentuk tembikar Lapita Timur memiliki beberapa kesamaan dengan tembikar di, Samoa, dan Vanuatu Utara.
Selain kemampuan dalam membuat tembikar, mereka juga terkenal sebagai pelaut dan navigator. Anggapan tersebut ada karena orang-orang Lapita ini mampu bermigrasi ke pulau yang jauh menggunakan perahu. Ada pula beberapa teori yang menjelaskan mengapa mereka bisa meningkatkan kemampuan berlayar dan salah satu yang masuk akal adalah pengaruh dari El-Nina.
Meskipun begitu, kebudayaan dari orang Lapita masih menyimpan misteri. Berikutnya, kita akan membahas lebih dalam.
Source:
Britannica.com
Thoughtco.com
Irwin, Geoffrey. โPacific Seascapes, Canoe Performance, and a Review of Lapita Voyaging with Regard to Theories of Migration.โ Asian Perspectives, no. 1, Project Muse, 2008, pp. 12โ27. Crossref, doi:10.1353/asi.2008.0002.
Comment
Baru tau ada kebudayaan seperti ini. Keren artikelnya
Semoga bermanfaat kak. ๐
Menariiik. Dari dulu aku pengen banget bisa ke negara2 Oceania ini mba. Ada dalam bucket list, tapi belum kesampaian ditambah pandemi pula, bikin ga bisa traveling dulu ๐. Melihat sejarah dari suatu kebudayaan dan seni masyarakat , itu menarik . Aku sering ngebayangin seperti apa kehidupan di zaman dulu kalo mampir ke museum2 yg menceritakan sejarah seperti itu. Apalagi kalo koleksinya dan informasi yang dipajang komplit. . semoga bisa nanti berkunjung ke negara2 Oceania ini
3 Responses