Penulis : Dinda Pranata
Perubahan iklim menjadi salah satu isu yang terus gaung tidak hanya dari tahun ke tahun bahkan dari ber-dekade lamanya. Perubahan yang dirasakan dari cuaca yang kian moody dan iklim pancaroba yang tidak bisa diprediksi semakin membuat warga bumi khawatir. Belum lagi bencana-bencana yang kian menghantui bumi kita yang semakin tidak muda lagi. Dalam hal ini ada beberapa hal yang aku pikirkan tentang perubahan iklim, bumi dan masa depan kehidupan manusia. Lalu apa dampak spesifik yang terasa?
Manusia Vs Alam
Sejak kemunculan kehidupan, sekitar 4 miliar tahun lalu, belum pernah ada satu pun spesies yang mengubah ekologi global sendirian. Meskipun sudah banyak revolusi ekologis dan peristiwa-peristiwa kepunahan masaal, pemicunya bukan aksi kadal istimewa. Atau pun bukan karena kelelawar dan jamur. Melainkan ulah kekuatan-kekuatan alam dahsyat seperti perubahan iklim…
Yuval Noah Harari dalam buku Homo Deus
Ketika mendengar hutan Amazon kebakaran di tahun 2019 dari beberapa media, membuatku semakin miris dengan kondisi bumi. Bisakah kita membayangkan jika rambut yang kita pelihara harus gundul entah di sengaja atau tidak? Ya seperti itulah perasaan bumi kita. Makhluk yang hidup di bumi setidaknya membutuhkan waktu ribuan abad untuk berevolusi agar tetap bertahan hidup.
Ketika manusia pertama kali mengenal teknologi di masa prasejarah, mereka mengunakan bahan-bahan yang ada di alam untuk membantu mereka bertahan hidup. Akhirnya mereka bisa berevolusi menjadi manusia seperti sekarang (termasuk aku). Namun, semakin manusia berkembang dan populasi bertambah banyak, perlahan manusia mengeksploitasi alam dari hutan, air hingga udara untuk membuat ekosistem yang cocok untuk mereka. Misalnya saja untuk membangun rumah, mengenyangkan perut hingga mencegah kematian itu sendiri.
Teknologi yang kita nikmati sebagian besar adalah hasil produk bumi baik itu berupa hasil tambang hingga nasi yang ada di dalam magicom. Walau kita tahu itu adalah hasil bumi, tapi banyak dari manusia masih lalai dengan kesehatan bumi seperti menciptakan sampah dari sikap konsumtif. Yang lebih parah lagi manusia menebang pohon di hutan yang menjadi rumah bagi banyak spesies tertentu untuk hidup dan berkembang biak.
Baca juga: Paradoks Green Washing yang Hijau, tapi ....
Merubah Iklim untuk Menghindari Kematian?
Kata-kata tersebut terdengar aneh bukan? Tapi coba kembali kita pikirkan hal ini, mengapa manusia menciptakan teknologi? Mulai dari robot AI, bioteknologi hingga mengirimkan misi ke luar angkasa untuk mencari kembaran bumi, semua untuk menghindari manusia punah dan mati.
Tapi sadar atau tidak sadar, apa yang manusia lakukan untuk menciptakan teknologi justru tidak membuatnya terhindar dari kematian. Manusia menciptakan teknologi tentu mengambil sumber dari alam baik seperti membuat mesin dengan tambang biji besi, atau menciptakan obat tertentu dengan menggunakan hewan dan lainnnya. Dari ekspoitasi alam yang dilakukan manusia menyebabkan perubahan iklim yang merugikan manusia sendiri.
Memang benar dengan teknologi memanjakan manusia dengan segala kemudahannya. Seperti dua sisi mata uang kemudahannya membawa efek samping yang menjadikan manusia produsen sampah (terutama sampah plastik dan metal). Keberadaan sampah menjadi masalah tidak hanya untuk manusia tetapi untuk kelangsungan ekosistem bumi.
Contohnya sampah plastik yang dibuang ke laut menjadi mikroplastik dan berkontribusi terhadap perubahan iklim yang mempengaruhi organisme laut seperti plankton. Plankton menyerap 30-50 persen emisi karbondioksida dari aktivitas antropogenik. Setelah menelan mikroplastik kemampuan plankton untuk menghilangkan karbondioksida dari atmosfer menurun. Selain itu plankton menjadi makanan bagi biota laut dan ikan yang manusia konsumsi. Apakah itu akan menjauhkan manusia dari bahaya kematian? Lalu dampak spesifik apa yang aku rasakan dari perubahan iklim ini?
Kurang Tidur Karena Perubahan Iklim
Apa hubungannya antara kurang tidur dengan perubahan iklim? Kelihatannya sederhana tapi ternyata tidak sesederhana itu. Karena cuaca yang tidak menentu dan udara yang kadang panas dingin, membuat istirahat menjadi tidak nyaman. Tempratur yang fluktuatif ini menurunkan kualitas tidurku dan keluarga. Aku terkadang harus bangun beberapa kali untuk menghidupkan atau mematikan kipas angin serta ke toilet. Apa separah itu?
Baca juga: Rumput Laut Jadi Senjata Perubahan Iklim? Ini Temuannya!
Di Malang akhir-akhir ini saat siang menjadi sangat terik dan malam kadang hujan disertai petir dan angin kencang. Lalu pada pukul delapan atau sembilan malam udara terasa sangat panas sehingga aku menghidupkan kipas angin. Kemudian pukul dua belas malam udara menjadi sangat dingin dan aku pun harus bangun kembali untuk mematikan kipas angin dan memasang selimut. Akibat bangun tidur yang seperti itu kualitas tidur menjadi buruk. Kualitas yang buruk menyebabkan aku menjadi lebih cepat lelah, kehilangan konsentrasi dan emosi yang tidak stabil.
Dari data BMKG sendiri perubahan anomali suhi cukup signifikan. Maka tak heran aku lebih cepat lelah walau tidur dengan durasi 7-8 jam setiap hari. Dalam sebuah buku berjudul why we sleep pun menjelaskan bahwa bahwa kualitas tidur mempengaruhi tingkat suasana hati dan konsentrasi seseorang. Semakin berkualitas tidur seseorang maka semakin baik kondisi fisik dan mentalnya.
Sebuah Alternatif Pilihan Untuk Perubahan Iklim
Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mengurangi perubahan iklim yang ekstrim. Bisa mengurangi aktivitas di luar rumah dengan kendaraan pribadi, memperbanyak jalan kaki, menggunakan energi air dan listrik dengan bijak, dan mengurangi hidup yang konsumtif. Intinya manusia bisa mengurangi dampak perubahan iklim dari gaya hidup.
Dalam sebuah webminar berjudul Memulai Gaya Hidup Ramah Lingkungan beberapa waktu lalu, cukup memberikan pemahaman baru tentang cara baru menghadapi perubahan iklim. Dalam webminar tersebut kita berhadapan dengan realita yang mana kehidupan konsumtif akan semakin tinggi, seiring dengan teknologi yang semakin berkembang. Untuk itu kita perlu merubah mindset tentang pola hidup ini agar hidup kita tetap fleksibel.
Caranya bukan dengan 3R lagi, tapi berubah menjadi 6R (Refuse, Reduce, Reuse, Recycle, Repair dan ROT). 6R ini secara tidak langsung akan mengurangi tingkat konsumsi barang-barang sekali pakai dan menggantinya dengan barang yang dapat dipakai berulang kali. Selain itu, 6R ini juga menjadi salah satu solusi terkait sampah plastik akibat terbatasnya bank sampah di beberapa daerah.
Baca juga: Inferno Hutan dan Lahan: Jangan Sampai Lakukan Hal Sederhana Ini!
Setiap ingin membeli sesuatu, aku mulai berfikir dengan memetakan pertanyaan seperti ini:
- Apakah barang ini bisa diisi ulang dan dipakai berkali-kali? (Konsep refuse dan Reuse)
- Apakah barang ini bisa menambah sampah atau tumpukan barang di rumah? (Konsep reduce)
- Apakah barang ini bisa dimanfaatkan kembali atau diperbaiki jika rusak? (Konsep recycle dan repair)
- Apakah barang ini bisa busuk jika dibiarkan? (Konsep ROT/membusukkan)
Dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadikan kita lebih selektif dalam berbelanja dan tentunya mengatur keuangan. Tak hanya itu kita bisa berkontribusi #UntukmuBumiku sebagai #TeamUpforImpact untuk kelangsungan makhluk hidup di dalamnya.
Source:
www.ncei.noaa.gov
Rifkin, Daniel I., et al. “Climate Change and Sleep: A Systematic Review of the Literature and Conceptual Framework.” Sleep Medicine Reviews, vol. 42, 2018, pp. 3–9., https://doi.org/10.1016/j.smrv.2018.07.007.
Harari, Yuval. Homo Deus: A Brief History of Tomorrow. Harper, 2018.
Comment
Dulu taunya 3R (reduce, reuse, dan recycle). Sekarang jadi nambah ilmunya dengan 3R lainnya yang bisa kita ikhtiarkan untuk menjaga bumi dari perubahan iklim dengan Refuse, repair, dan ROT. Terima kasih Kak, untuk ilmunya
Huuaaaaa :(((( ngena banget di aku. lain kali beli mixue gausa pake kantong plastiknya deh kalo ga butuh2 amat :'(( biar sampah plastik ga gitu banyak. peran dan kesadaran kecil seperti itu pasti bisa berasa jika dimulai dari diri sndiri dulu; trimakasih ya mbakkk tulisannyaa bikin aku jd lebih sadar lagi
Wah, bener deh aku baru tau 6R ini, taunya baru yang 3R
Sekarang aku klo belanja dan pake kemasan selalu mikir, bisa direuse lagi ga ya? Kalau ga bisa, lama ga ya recycle di alamnya?
Bener banget ih sama quote pentuupnya, apa yang sudah kita lakukan untuk alam sebenrnya? Abis digeber gituu diabisin semua yang ada di dalam untuk kesejahteraan manusia, masa iya kita ngga ngasih apa2
Susah sekali memang untuk tidak menggunakan plastik dalam kehidupan sehari-hari. Karena pada nyatanya semua kebutuhan tidak terlepas akan itu. Kita yang harus lebih bijak dan konsisten untuk bisa menjaga bumi kita
Banyak orang yang tidak peduli dengan perubahan iklim di sekitarnya atau di dunia. Padahal saat ini perubahan iklim telah berada pada posisi kritis.
Belakangan ini iklimnya parah banget. Di daerahku panasnya makin menjadi2. Tiap hari kepanasan sampai harus idupin AC dulu baru adem. Moga bumi kita cepat pulih. Pengen banget cuacanya kayak waktu aku masih kecil dulu, lumayan adem. Gak kayak skrg huhu.
Tercerahkan sekali mbak membaca tulisan ini. Oh ya kinsepy 6R nya aku baru tahu lohh heheh tahunya 3R.
Sebenarnya perubahan iklim itu pasti terjadi, cuma kegiatan manusia banyak yang mempercepat hal itu terjadi hingga efeknya juga ekstrim. Kalau di Surabaya, paling ekstrim ya hujan es sama fenomena waterspout
Segala sesuatu pasti ada sebab nya, apalagi maslaah perubahan iklim. Sejalan dengan pertumbuhan manusia yang meningkat akan menjadi pr yang besar terkait lingkungan. Harus mulai sadar dr diri sendiri..
10 Responses