Penulis : Dinda Pranata
Traveling atau berwisata adalah hal yang banyak digemari orang-orang. Berwisata menjadi salah satu kegiatan yang bisa mengistirahatkan pikiran atau orang menyebutnya sebagai healing. Kegiatan berwisata yang dilakukan seseorang, membentuk suatu kebiasaan yang pada akhirnya mengenalkan mereka pada budaya baru bernama traveling.
Tapi sejak kapan budaya berwisata itu kita kenal? Dan bagaimana akhirnya menjadikannya sebuah produk budaya?
Para Homo dan Kebiasaan Nomadennya
Sadar atau tidak, traveling atau berwisata berasal dari sifat nomaden para homo di zaman purba. Mereka sering berpindah tempat untuk mencari makan, ekosistem yang aman untuk habitat dan tentu saja bukan untuk healing. Biasanya mereka akan mencari tempat seperti sungai, pantai, danau atau wilayah yang memiliki sumber air. Tempat yang dekat dengan sumber air, menjadi tempat yang baik untuk memperoleh sumber makanan.
Saat mereka belum memiliki pengetahuan mengenai pemanfaatan lahan, mereka cepat datang dan cepat sekali pergi. Utamanya saat sumber makanan sudah tidak tersedia. Setelah mereka memiliki kemampuan pengolahan lahan seperti membuat alat-alat kehidupan, cara mereka bertahan hidup pun berubah. Mereka menemukan solusi untuk belajar menetap contohnya menggunakan gua atau membuat pemukinan dengan batang pohon dan dedaunan di sekitar perairan. Kondisi itu yang kita sebut sebagai semi nomaden.
Apakah itu artinya mereka tidak traveling kemana-mana lagi? Mereka masih tetap ber-traveling untuk mencari makanan dan tempat tinggal. Untuk itu muncul sebuah budaya dari para hominids (para manusia purba) yang bernama budaya mobilitas. Budaya mobilitas pada masa itu sangat dipengaruhi oleh alam dan inovasi dari para hominid dan terjadi dalam proses panjang Hasil-hasil dari produk budaya mobilitas tersebut tampak dari banyaknya hewan tertentu yang digembalakan di suatu wilayah, lalu tanaman tertentu, alat-alat sampai kebiasaan para hominid di suatu tempat.
Baca juga: Bromo Transit Park, Alternatif Tempat Wisata di Malang
Traveling dan Budaya Mobilitas
Berdasarkan data dari arkeologi yang menjelaskan bagaimana manusia itu melakukan membutuhkan mobilisasi. Mulai dari kegiatan mereka yang berburu atau menggembalakan ternak, mencari suaka untuk bertahan hidup sampai menciptakan komunitasnya. Menyadarkan kita sebagai manusia bahwa secara alami kita memiliki gen mobilitas.
Gen mobilisasi yang secara alami dimiliki manusia, sejatinya sebagai cara mereka untuk bertahan hidup. Lama kelamaan individu-individu pemilik gen ini sehingga membentuk yang namanya komunitas sosial. Komunitas inilah yang nantinya akan berpengaruh pada pandangan tentang kegiatan mobilitas atau yang kita kenal sebagai berwisata/traveling. Berdasarkan rentetan cerita tentang hominid ini, kita bisa mengatakan bahwa traveling ini adalah proses alami manusia yang berkaitan tentang tujuan dan tempat mereka berpindah/bergerak.
Dalam sebuah jurnal berjudul Traveling in a Prehistoric Landscape: Exploring the Influences that Shaped Human Movement, menjelaskan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi manusia untuk melakukan traveling ini. Pertama ada faktor internal yang meliputi kehendak manusia itu sendiri (motif manusia) dan kedua adalah faktor eksternal yang meliputi wilayah, budaya dan sarana prasarana. Kedua faktor ini akan saling terkait dan saling mempengaruhi terciptanya produk budaya traveling itu sendiri.
Sensasi Perjalanan Spesial
Produk budaya traveling ini justru tidak populer di masa purba. Padahal traveling dan nomaden itu sama-sama kegiatan berjalan-jalan dengan tujuan tertentu. Uniknya kegiatan traveling justru populer saat orang-orang kuno memiliki tujuan-tujuan tertentu. Orang-orang Mediterania (Mesopotamia, Mesir, Syria, Persia, dan lainnya) pertama kali melakukan traveling untuk keperluan berdagang dengan menggunakan transportasi air. Dalam buku Travel in the Ancient World menjelaskan bahwa mereka di tahun 3,000 SM sudah menggunakan perairan sebagai rute perjalanannya.
Namun ketika peradaban Mesir kuno, orang-orang di sana menggunakan teknologi transportasi seperti kereta kuda untuk melakukan perjalanan travel mereka. Secara special mereka menggunakan itu untuk menjalanan perdagangan antar kota hingga perjalanan kenegaraan. Metode transportasi ini kemudian menyebar hingga ke Yunani dan Romawi dan mereka mengadopsi transportasi yang memudahkan para traveler untuk bepergian. Peradaban-peradaban ini yang kemudian mengenalkan hal penting dari traveling itu sendiri yaitu infrakstruktur (jalan, transportasi, bangunan) dan tujuan-tujuan special untuk traveling.
Baca juga: Mau Mudik Tapi Mabuk Perjalanan? Siapkan Perbekalan Berikut Ini
Jadi, sebenarnya traveling bukanlah produk budaya yang baru bagi kita. Gaungnya traveling kemana-mana sudah dimulai sejak zaman purba. Hanya saja di masa lampau belum ada tujuan khusus, selain sebagai perjalanan nomaden atau kepentingan berdagang.
Source:
Kompas.com
Mobility and Sedentariness: The Convergence of Two Divergent Archaeological Concepts | Bach Gómez | Metode Science Studies Journal
Casson, Lionel. 1974. Travel in the Ancient World. John Hopkins University: London
Comment
Saya yang termasuk anak rumahan rada kurang paham sih. Cuma memang travelling itu perlu dilakukan supaya tidak bosan saja.
Waah benar juga yaa. kalau konsep traveling yang berpindah-pindah tempat itu sudah dimulai sejak zaman purba. Hanya saja sekarang beda masaya dan zamannya. Nice artikel kak! Thanks ya sudah sharing
Kebiasaan traveling memang sudah ada sejak zaman purba, dan sekarang sudah menjadi gaya hidup. Ngomong ngomong soal nomaden, zaman sekarang juga banyak orang yang memilih untuk nomaden, terlebih pekerjaan sudah bisa dilakukan dengan teknologi digital.
Melihat traveling dari sudur pandang yang lebih menarik sih ini, lebih dari sekedar jalan-jalan tapi juga melihat dari sejarah masa lalu sebuah peradapan
Sudah lama rupanya Budaya traveling ini ada. Apa yang kita lakukan saat ini sebenarnya sudah pernah dilakukan pada zaman dahulu. Mungkin caranya saja yang berbeda ya.
5 Responses