Home / Jendela

Perokok Anak dan Rokok: Haruskah Indonesia Stop Produksi Rokok?

Senjahari.com - 02/12/2022

Rokok dan Perokok Anak

Penulis : Dinda Pranata

Beberapa hari yang lalu, aku sedikit terenyuh melihat anak-anak usia kurang lebih 13 tahunan, merokok di salah satu lapangan bermain. Mereka tampak asik merokok tidak peduli beberapa anak sedang memandanginya dengan keheranan. Jika anak-anak yang menonton itu tidak diawasi orang tua dan atau sering melihat teman di usia muda sudah merokok, bukan tidak mungkin mereka bisa mencontoh itu kan.

Di Indonesia dan mungkin di banyak negara, perokok tidak hanya berasal dari orang dewasa, tapi juga anak-anak di bawah umur. Bahkan menurut Data Kementerian Kesehatan, di Indonesia jumlah kasus perokok anak terus naik setiap tahunnya.

Pada 2013 perokok anak mencapai 7,20%, kemudian naik menjadi 8,80% tahun 2016, 9,10% tahun 2018, 10,70% tahun 2019. Jika tidak dikendalikan, jumlah perokok anak akan meningkat hingga 16% di tahun 2030.

Statistik Prevalensi Perokok Anak
Statistik Prevalensi Perokok Anak

Apakah sebab anak-anak menjadi perokok anak?

Rokok dan Perokok Anak

Ada banyak sekali alasan mengapa anak-anak bisa merokok di usia muda. Mulai dari lingkungan keluarga yang memberi contoh merokok pada anak-anak, tingkat pendidikan orang tua hingga tingat pendapatan keluarga. Sebenarnya kalau dipikir kembali itu semua adalah alasan turunan.

Baca juga: Review Novel Gadis Kretek: Wanita, Propaganda dan Tradisi Masa Lalu

Potong Dahan atau Akar Masalah Perokok Anak?
Potong Dahan atau Akar Masalah Perokok Anak?

Mari kita pikirkan analogi berikut:

  1. Jika harga rokok naik, masyarakat miskin memang tidak bisa membeli rokok. Maka yang terjadi adalah tingkat konsumsi rokok pada masyarakat miskin menurun. Tapi jika harga rokok naik, siapa yang memiliki peluang untuk membeli rokok lebih besar? Tentu masyarakat dengan golongan menengah ke atas bukan. Tidak kah kita pernah melihat orang golongan menengah ke atas mengkonsumsi rokok konvensional maupun vape. Ini bisa menjadi boomerang bagi anak-anak yang berasal dari golongan menengah ke atas.
  2. Jika merokok berpengaruh pada tingkat pendidikan, maka semakin tinggi pendidikan seseorang akan membuatnya sadar bahaya rokok. Bisa benar bisa juga tidak. Data memang menunjukkan orang dengan pendidikan tinggi memiliki probabilitas lebih rendah menjadi perokok berat. Lalu bagian yang kurang tepat, justru terletak pada realita orang dewasa berpendidikan yang tidak konsisten memberi contoh pada anak tentang bahaya rokok. Bagaimana kita bisa menjawab itu?

Kondisi di atas ini seperti lingkaran yang terus berputar di seputar faktor yang itu-itu saja. Masalah yang utama dari perokok adalah rokok itu sendiri. Akarnya adalah bagaimana memutus rantai rokok di Indonesia alih-alih hanya berkutat pada memangkas dahan masalah seperti pendidikan, tingkat pendapatan, jenis pekerjaan dan lainnya.

Sudah sejak lama kita berkutat pada masalah dahan dan mau sampai kapan hanya berkutat pada masalah tersebut? Sementara rokok terus berproduksi yang mana akar dari masalah perokok, terus memunculkan masalah yang tak kunjung selesai.

Ironi-ironi Produk Rokok dan Tembakau

Saying is easier than acting! Kasus memutus industri rokok kurang lebih sama dengan menghapus UAN sekolah yang terjadi baru-baru ini. Tapi kalau tidak dipangkas ke akarnya, masalah pendidikan akan ya begitu-begitu saja. Ok, lalu bagaimana dengan industri rokok/ tembakau?

Hentikan Produksi Rokok
Hentikan Produksi Rokok

Jika Industri rokok ditutup yang terjadi tentu berdampak pada pemilik industri, pekerja industri rokok, buruh rokok, petani tembakau bahkan kas negara.

Kok bisa kas negara ikut-ikutan? Ironisnya, industri tembakau setidaknya memberi pemasukan berupa pajak dan cukai ke negara paling tidak 150 triliun rupiah per tahun. Belum lagi kurang lebih enam juta lapangan kerja masih bergantung dari sektor industri tembakau/rokok.

WHO sendiri sudah memberikan saran untuk menaikkan pajak rokok demi membantu pemerintah dalam menabung cadangan dana untuk memperkecil dampak ke pekerja industri rokok, petani tembakau dan buruh rokok itu sendiri.

Sayangnya kenaikan pajak rokok sendiri kurang efektif tanpa didukung dengan peraturan yang mengatur konsumsi, akses dan sistem peredaran atau penjualan di masyarakat segala lapisan dengan ketat. Peraturan tembakau yang saat ini sedang digodog pemerintah, nyatanya menimbulkan kontroversi yang mana pasal-pasalnya syarat akan kepentingan mereka yang diuntungkan dari produk rokok/tembakau. JIka peraturan itu masih “lembek” terhadap peredaran tembakau dan produk turunannya, maka menurunkan tingkat perokok anak bahkan perokok dewasa hanya menjadi angan-angan belaka.

Adakah cara yang mungkin bisa kita tempuh untuk memotong rantai industri rokok?

Mungkinkah Bisa Menghentikan Produk Rokok?

Banyak hal yang kita pikirkan saat ingin menghentikan produksi rokok. Selain masalah kehidupan para petani tembakau, pekerja dan buruh di industri ini, bangunan yang sudah digunakan hingga aliran dana pemerintah itu sendiri. Ada beberapa hal yang terlintas di kepalaku ketika pertanyaan mungkinkah kita bisa menghentikan produksi rokok. Tidak ada salahnya kita berpikir beberapa kemungkinan berikut:

  1. Mengganti inovasi tembakau untuk produksi rokok ke pestisida, obat-obatan dengan resep dokter atau bahan kerajinan. Tembakau nyatanya bisa kita pakai untuk pestisida hingga obat-obatan seperti pasta gigi khusus sakit gigi, obat untuk penyakit psikologis dan lainnya. Meski produk tembakau memiliki efek baik bagi kesehatan, peredaran dan pembuatannya juga perlu pengawasan pemerintah. Selain itu daun tembakau juga bisa kita gunakan untuk membuat barang-barang kesenian sejenis tas, lukisan, dompet, dan lainnya. Mengganti inovasi produk tembakau juga mampu menyelamatkan nasib petani tembakau.
  2. Peraturan pemerintah yang ketat dalam peredaran produk tembakau/rokok/produk turunan dan produk sejenis seperti rokok elektrik. Peraturan pemerintah ini tidak hanya mengatur bentuk kemasan, isi kemasan, lama penayangan iklan, atau jumlah rokok dalam kemasannya. Tetapi lengkap dengan sanksi tegas pada produsen, penjual dan pembeli. Misal mengatur kuota tahunan produksi untuk produsen, mengatur berapa banyak rokok yang boleh beredar di penjual, dan aturan usia serta sanski pembelian untuk pembeli.
  3. Mendorong ekspor UMKM barang-barang kesenian dari daun tembakau untuk pemasukan negara atau membuka desa wisata khusus di wilayah dengan komoditas tembakau. Ini tidak hanya menyelamatkan petani tetapi juga sebagai lahan devisa negara yang cukup menguntungkan.
  4. Mengalihfungsikan bangunan industri rokok untuk industri strategis lain. Bangunan yang tidak terpakai jangan pemerintah abaikan, mengalihfungsikan bangunan bisa lebih mengemat biaya pembangunan bangunan oleh negara. Mengalih fungsikan bisa melalui lelang ke pihak swasta yang mau memanfaatkan bangunan.

Setelah mengetahui hal ini, menurutmu adakah cara yang paling baik untuk memutus rantai penjualan rokok? Jika tidak menghentikan konsumsi rokok pada orang dewasa, kondisi ini akan berpengaruh terhadap meningkatnya perokok anak.

Anak-anak belajar dari orang dewasa. Orang dewasa terdekatnya merokok ya jangan terkejut jika mereka menjadi perokok anak. Say no to ciggaretes!

Dinda Pranata

Source:

radarsemarang.jawapos.com

Kompas.com

https://www.dw.com/id/dilema-rokok-di-indonesia-menyelamatkan-petani-atau-kesehatan-penduduk/a-18591398

Marsinta, Pardomuan Robinson, Ade. “Pengaruh Tingkat Pendidikan Tingkat Kesejahteraan Dan Penghasilan Terhadap Konsumsi Rokok Harian Dari Penduduk Dewasa Di Indonesia Tahun 2015 | Bappenas Working Papers.” Bappenas Working Papers, http://workingpapers.bappenas.go.id/index.php/bwp/article/view/57. Accessed 2 Dec. 2022.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

*

Post comment

Comment

Terima kasih infonya. Prihatin jika masih anak-anak sudah merokok dan juga keberadaan perokok pasif (tidak merokok tapi sering menghirup asap rokok akibat lingkungan). Walau harga rokok dinaikkan, tetap saja rokok masih dibeli dan dianggap lebih penting dari sembako. Perlu edukasi juga

Saya setuju bahwa rokok harus mahal soalnya tidak ada ketegasan dalam hal.penjualan rokok dan banyak didapati perokok anak menjadi sasaran juga.

Berarti penting bagi siapapun di rumah untuk berhenti dan tidak merokok di depan anak ya Kak. Kalau suami saya sudah berhenti merokok. Semoga ke depannya akan tetap seperti itu Saya juga tidak mau jika anak tertular rokok dari ayahnya.

saya suka risih dan miris banget kalau ada orang tua yang merokok depan anaknya, asapnya bisa terisap sama mereka, belum lagi kalau mereka merokok ketika anak-anak menjelang SD, atau remaja, yang bakal dicontoh oleh anak-anaknya. Jadi mari kita menjadi orang tua yang bijak bagi anak-anak kita kedepannya, karena apa yang kita lakukan menjadi cermin bagi mereka

Rokok saat ini seakan menjadi barang layaknya makanan ringan. Banyak orang tua yang tidak menyikapi dengan baik. Merespon dengan tertawa saat melihat anaknya batuk di pertama kali merokok. Memang tidak semua orang tua. Namun setidaknya bisa menjadi pwrhatian bagia semua orang tua tanpa terkecuali untuk senayiasa mengawasi anak2.

Dulu saya perokok aktif dan sekarang sudah bisa berhenti.

Baru kemarin rapat dg sekolah ada kasus di toilet ditemukan vape dan putung rokok. Ada info dr orang tua kalau anaknya cerita ada yg diem2 open jastip vape dan rokok…

Ngeri yakss tp jaman kita dulu SMP jg ada yg sembunyi2 merokok di belakang sekolah makanya sering adanya sidak.

Pemerintah jg ikut konsen nih soal rokok bs remaja dibawha umur.

Setuju dengan yg terlintas di pikiran kakak

Saat masih tinggal di Jakarta dan jalan kaki hendak ke halte busway daerah Pasar Rumput, saya melintasi permukiman kampung. Melihat anak SD masih berseragam sudah merokok. Rasanya kok pedih banget. Itu duit dari mana buat beli rokok. Gimana kesehatannya kalo seusia itu sudah merokok. Sepertinya cukai rokok itu cara bertahap untuk pengurangan. Selebihnya perlu sosialisasi agar anak yang usianya belum cukup tidak terpapar rokok.

9 Responses