Home / Pojokan / Sponsored

Kenanga yang Memecah Batuan Adat di Novel Oka Rusmini

Senjahari.com - 13/12/2022

Novel Kenanga Cover

Penulis : Dinda Pranata

Novel Kenanga ini adalah novel kedua yang aku baca dari penulis Oka Rusmini. Dari novel yang pertama yang aku baca yaitu Tarian Bumi, aku merasa bahwa penulis kelahiran Bali dan juga seorang Ida Ayu ini berusaha menuliskan kegelisahannya yang terlahir dari kasta Brahmana.

Tapi ada hal menarik yang aku tangkap pada novel Kenanga yang aku baca. Kira-kira kisah Kenanga ini seperti apa? Apa yang bisa kita kulik dari novel Oka Rusmini ini? dan Bagaimana hal-hal subyektifitas tentang novel ini?

Namanya Kenanga, Seorang Ida Ayu

Kisah ini berawal dari seorang wanita bernama Ida Ayu Kenanga yang tidak memiliki ketertarikan untuk membina hubungan dengan pria. Ia bekerja sebagai seorang dosen di salah satu universitas di Bali. Sebagai seorang dosen sastra ia cakap, pandai dan sering mengundang iri hati sesama rekan kerjanya. Karena keterampilan dan kecakapan otaknya bahkan seorang Profesor bernama Rahyuda menyukai dan menyayanginya, hingga banyak muncul desas desus di lingkungan kerjanya bahwa ia ada main dengan sang Profesor.

Meski banyak gosip hilir mudik mampir ke telinganya, Kenanga tidak pernah sedikit pun peduli dengan itu. Baginya hanya ada satu nama pria yang bisa menarik perhatiannya, dia adalah Bhuana. Sayangnya, pria yang ia pilih ini juga merupakan pria yang Kencana—adik Kenanga—pilih sebagai suaminya.

Begitupun dengan Bhuana, hatinya tertambat pada Kenanga, tapi mengapa justru ia harus menikahi Kencana? Usut punya usut, ini semua sudah bagian dari rencana Kencana yang sejak awal menyukai Bhuana tanpa sepengetahuan Kenanga. Ia mendekati keluarga Bhuana dan menarik perhatian mereka dengan paras ayunya hingga mengundang jatuh hati semua pihak. Bagi keluarga Bhuana, tidak ada yang lebih pantas dari Kencana untuk menjadi istri.

Baca juga: The Golden Road: Kerinduan L.M Montomery Pada Masa Anak-Anak

Meski Kenanga adalah seorang Ida Ayu, pemikiran tajam akan adat dan parasnya yang tak terlalu cantik membuatnya aneh disebut sebagai Ida Ayu. Tapi karena pemikiran itu yang justru menarik Bhuana untuk memiliki wanita itu. Akhirnya karena hasrat mereka tak bersatu, terjadilah hubungan terlarang antara Bhuana dan Kenanga. Benihnya tertanam dalam tubuh Kenanga.

Sebagai kompensasi, Kenanga akan melahirkan jabang bayi itu sedangkan Bhuana akan menikahi Kencana dan membahagiakan gadis itu. Buah hati hubungan itu lahir, tapi ia harus sembunyi sebagai seorang Sudra dan tiba saatnya nanti ia akan mereka selundupkan ke dalam keluarga Kenanga sebagai seorang abdi bernama Luh Intan. Serangkaian kepiluan terus hadir dalam hidup Kenanga dan Luh Intan, hingga nantinya bisa menghapus prasangka bahwa wanita harus tunduk pada patriarki yang menyiksa martabatnya.

Realita di Balik Novel Kenanga

Di Balik novel kenanga
Di Balik novel kenanga

Novel Kenanga ini aku kira adalah bagian dari cerita Tarian Bumi yang pernah aku ulas sebelumnya. Tapi, ternyata kisah ini berbeda dari cerita Tarian Bumi, yang mengangkat isu serupa yaitu kasta dan wanita. Masalah kasta ini cukup pelik dan sangat terasa dari buku Kenanga ini. Jika Tarian Bumi lebih menonjolkan pergulatan pemikiran kaum perempuanya, Kenanga justru lebih menonjolkan kompleksitas dari lingkup sosial kasta bangsawan itu sendiri.

Kompleksitas hubungan antara sisi religi, sisi budaya dan sosial terlihat dari bagaimana dilema tokoh-tokohnya. Seperti contohnya Mahendra—pria muda yang dekat dengan Kenanga—yang seorang keturunan dari Ahli potong gigi. Meski ia sudah menekuni bidang arsitektur, dia masih membawa gelar bangsawannya sekaligus pekerjaan turunan sebagai seorang Ahli mepangkur. Jadi seorang bangsawan tidak serta merta membawa beban nama, tapi beban tugas dari generasi sebelumnya juga beban tanggungjawab sosial sebagai puncak kelas sosial.

Kita nggak cuma berkenalan kesulitan dan kebanggan sebagai seorang bangsawan, tapi ada bagian tak terlihat dari novel ini yang menyentuh aspek sosial humanisme.

Baca juga: Review Super Parent: Mengasuh, Mengasihi dan Empati

  1. Pendidikan tinggi mampu mengubah pola pikir konservatif ke moderat. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam buku ini sebagian besar adalah tokoh berpendidikan tinggi, sehingga mereka cenderung lebih moderat dalam memandang pola pikir generasi sebelumnya. Ini bisa membawa perubahan pada masalah kasta di Bali yang sudah mulai berkurang.
  2. Keluwesan dalam berbudaya dapat terjadi dengan migrasi warga Bali ke wilayah lain. Realitanya memang sebagian besar warga Bali yang pernah migrasi ke luar pulau, memiliki cara hidup yang luwes terutama dalam memandang adat istiadatnya. Itu karena ia harus beradaptasi di lingkungan yang 100% berbeda dan harus mampu menyederhanakan hal-hal yang berhubungan dengan adat istiadat di tempat ia bermigrasi.
  3. Fenomena dinamisme adat. Sekaku-kakunya adat akan terkalahkan juga dengan apa yang namanya darah daging. Dalam Novel Kenanga dan juga Tarian Bumi memperkenalkan istilah kawin nyerod artinya masih boleh menikah dengan kasta yang lebih rendah dengan seperangkat konsekuensi. Istilah ini mungkin masih tidak menguntungkan bagi yang menjalaninya. Tapi seiring berjalannya waktu, kawin nyerod bisa menjadi sebuah fenomena yang umum di Bali meski ada orang yang memilih menghindari.

Lalu bagaimana subyektifitas terhadap Novel Kenanga?

Subyektifitas Novel Kenanga

Kutipan dalam novel kenanga
Kutipan dalam novel kenanga

Secara pribadi Novel Kenanga lebih mengena daripada novel Tarian Bumi. Pada kisah antar tokohnya seolah membawaku pada sebuah memori lama tentang darimana aku berasal dan bagaimana aku orang tua membesarkanku jauh dari Pulau Ini. Ada beberapa hikmah yang kurasakan sebagai orang Bali yang merantau dan senada dari buku ini.

  1. Gambaran jelas tentang dampak patriaki dan sistem kasta. Kesalahpahaman kasta dan budaya patriaki nggak cuma berdampak pada wanita—meski mayoritas—tapi juga pria. Kedua pihak ini sama-sama tidak diuntungkan. Contoh sederhananya pada bagaimana terbatasnya pilihan mencari pasangan pada Mahendra atau Dayu Galuh. Sementara Mahendra yang enggan meneruskan kemampuan sang Ajik tetapi harus meneruskan pekerjaannya sebagai garis keturunan laki-laki kaum bangsawan.
  2. Wanita boleh kok mempertegas posisinya dalam adat dan kemanusiaan itu sendiri. Ini yang aku suka dari dua novel karya Oka Rusmini. Ia tegas dalam menyampaikan posisi perempuan dalam adat, dan sering kali adat sendiri berseberangan dengan sisi religius yang mana tidak ada atas bawah dalam hubungan kepada pencipta. Ini pun semakin mempertanyakan apakah hukum adat bali terkait kasta ini layak dihapuskan.
  3. Aku suka sisi feminis dari Novel Kenanga, di mana lebih memiliki kesan humanis dan tidak menyepelekan pentingnya dunia perjantanan. Aku bisa melihat tokoh Ratu Aji, Profesir Rahyuda, Bhuana dan Mahendra, meskipun sosok pria yang mana pelaku utama dan juga korban dari budaya patriaki tidak menampik pentingnya harkat perempuan.

Missing Part dari Novel Kenanga:

  1. Judulnya agak kurang pas dengan ceritanya. Aku sebenarnya kurang paham kenapa judulnya mesti kenanga. Asumsiku masih kuat ke tokoh utama cerita yang bernama Kenanga. Tapi semakin kubaca, aku justru terdikstrasi sama tokoh-tokoh yang tersisipi dalam cerita dan mengambil beberapa porsi dari kisah Kenanga sendiri. Seperti tokoh Bhuana, Kencana, Prof Rahyuda, Mahendra, Luh Intan dan Dayu Galuh.
  2. Ada ‘hole‘ besar yang sebenarnya bisa memicu konflik yang boom, tapi tidak terselesaikan. Ini ada bagian dari konflik antara Luh Intan dan Dayu Galuh dalam merebut Mahendra. Ada missing part yang seharusnya diceritakan tapi justru hilang. Pun dengan kemunculan tokoh baru yang seharusnya tidak perlu diceritakan. Terlalu banyak tokoh menjadikan cerita ini justru nggak fokus ke tokoh utamanya yaitu Kenanga.

Aku bisa bilang buku ini cocok buat kalian yang suka baca buku feminis tapi nggak mau yang rumit. Ada yang sudah baca buku ini?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

*

Post comment

Comment

Belum pernah baca buku ini. Tapi kalo gak salah pernah baca salah satu cerpen Oka Rusmini. Lupa di mana. Judulnya apa. Buku-buku kumpulan cerpen dan novel koleksi saya pada kena rayap padahal udah ngumpulin bertahun-tahun. Kalo gak salah baca Oka Rusmini di salah satu buku yang hancur itu. Hiiikksss. Saya cenderung suka lho sama cerita-cerita yang rada feminis tapi gak rumit begini.

Pas baca judul tulisannya saya langsung tertarik untuk membaca buku aslinya. Meskipun ngga paham soal adat dan kasta.

2 Responses