Home / Pojokan / Sponsored

Novel Nyai Dasima dalam Tragedi Cinta dan Kepentingan

Senjahari.com - 21/12/2022

Novel Nyai Dasima

Penulis : Dinda Pranata

Nyai Dasima adalah suatu kisah yang dramatis dan cukup terkenal di era kolonial. Kisah Nyai Dasima ini tidak memiliki alur yang kompleks seperti cerita kebanyakan. Bukan juga kisah novel, melainkan skenario drama tiga babak yang ditulis pertama kali oleh G. Francis.

Pertunjukan roman drama di era kolonial menjadi sebuah barang mewah. Kisah cinta beda bangsa, beda keyakinan dan penuh tekanan politik menghasilkan karya sastra yang cukup menggugah pikiran kritis pengamat dan penikmat sastra. Bukan tanpa sebab, karya sastra sendiri tidak selalu murni untuk hiburan kehadirannya juga dianggap penting dalam membuka tirai sejarah yang kerap kali tertutup. Bisa lewat diksi, alur, hingga penokohan cerita.

bagaimana kisah nyai dasima, apa yang menarik dari buku terbitan komunitas bambu ini? Dan bagaimana subyektifitas untuk novel nyai dasima ini?

Nyai Dasima dan Tragedi Kematian Seorang Nyai

Versi S.M Ardan

S.M Ardan dan Fakta Novel Nyai Dasima
S.M Ardan dan Fakta Novel Nyai Dasima

Seorang Pria bernama Samioen jatuh cinta pada Nyai Dasima yang cantik jelita. Samioen sendiri adalah supir andong dari anak Nyai Dasima dan Tuan W bernama Nancy, dan bekerja untuk mengantar dan menjemput si anak. Dari pertemuannya di rumah gedong (rumah besar Tuan W), ia berniat menarik hati Nyai Dasima dengan bantuan Mak Buyung yang bekerja sebagai pembantu rumah gedong itu.

Samioen akan melakukan apapun untuk mendapatkan Nyai Dasima. Meski ia sendiri sudah beristri Hayati—perempuan pilihan orang tuanya—yang doyan main ceki (judi), ia tetap ingin menikahi Nyai Dasima. Pucuk dicinta ulam pun tiba, Nyai Dasima pun mulai terpikat kepada Samioen dengan bantuan Mak Buyung. Meski sempat mendapat penolakan dari Hj. Solehun yang seorang kyai, serta Emaknya (Mpok Leha), Samioen akhirnya bisa menikahi dan membawa Nyai Dasima tinggal di rumah Mak Buyung.

Baca juga: Resensi - Bumi Manusia, Sebuah Roman Cinta Pribumi Dan Peranakan Eropa.

Nyai itu pun rela meninggalkan sang anak dengan berat hati kepada Tuan W. Ia menjadi istri Samioen, sebenarnya agar ia bisa memperoleh hidup yang lebih baik dengan sesama bangsanya dan jauh dari kata dosa karena jauh dari agamanya. Tapi kerelaannya meninggalkan harta dan kemewahan dari hidup bersama Belanda, harus ia bayar dengan nyawa tanpa ada seorang pun yang menangisinya.

Versi G. Francis

Kutipan Novel Nyai Dasima
Kutipan Novel Nyai Dasima

Seorang Nyai bernama Dasima yang cantik jelita tinggal dengan seorang Tuan W yang begitu mencintainya. Perasaan cinta dari Tuan W membuatnya rela menyerahkan segala harta dan memenuhi kebutuhan dari Nyai Dasima. Suatu hari di kampung Kwitang terdengar desas desus kecantikan dan kekayaan dari si Nyai ini. Seorang pria bernama Samioen yang bekerja sebagai tukang kusir ingin memiliki Nyai ini sebagai istri mudanya.

Samioen kemudian menyatakan keinginannya kepada Hayati dan ibunya. Keduanya setuju dan memang tersembunyi niat untuk menguras harta dari si Nyai. Berbekal persetujuan ibu dan istrinya, ia meminta bantuan dari Haji Solihun untuk membuat guna-guna dan mengirimkannya melalui Mak Buyung yang sudah ia persiapkan bekerja di rumah tuan W.

Mak Buyung berusaha bermanis-manis lidah kepada Nyai Dasima untuk menerima pinangan Samioen dengan dalih pernikahan dengan tuan W menjadikannya seorang kafir. Ketakutan akan dosa, ia pun semakin luluh untuk belajar agama dari Mak Buyung, Mpok Leha (ibu Samioen) dan Hayati. Mendekatnya keluarga Samioen membuat Samioen semakin mempermudah jalannya mendekati Nyai Dasima. Hingga suatu kesempatan melalui Mak Buyung, guna-guna dari Haji Solihun pun berhasil ia berikan pada Nyai Dasima.

Berkat guna-guna itu, Nyai Dasima langsung meminta cerai kepada tuan W dan secara tega meninggalkan Nancy beserta rumah gedongnya. Ia pun menikahi Samioen. Tapi, Samioen dan keluarganya yang gila harta membuatnya rela menyewa seorang pembunuh bayaran untuk menghabisi Nyai Dasima. Tragedi ini pun tak terelakkan terjadi.

Baca juga: Resensi Bumi Manusia - Pandangan Pramoedya Ananta Toer Terhadap Pergundikan Kolonialisme

Novel Nyai Dasima dan Kepentingan di baliknya

Perbandingan untuk Novel Nyai Dasima
Perbandingan untuk Novel Nyai Dasima

Nyai Dasima ini sebenarnya bukanlah novel yang biasa kita lihat. Cerita ini sebenarnya berasal dari sebuah drama tiga babak yang pertama kali ditulis oleh G. Francis tahun 1896 dengan latar Batavia tahun 1813. Namun karena nilai isi bukunya menyudutkan keyakinan tertentu dan melebih-lebihkan bangsa Bangsa Eropa di tanah jajahan, menyebabkan cerita Nyai Dasima dirombak oleh S.M Ardan tahun 1965-an.

Siapa sebenarnya S.M Ardan?

S.M Ardan adalah seorang sastrawan dan budayawan betawi. Ia terlahir dari keluarga sunda yang kemudian bermigrasi ke Jakarta (tepatnya ke Kampung Kwitang), latar dari kisah Nyai Dasima ini. Karena ia dibesarkan dalam keluarga dan suasana Betawi yang kental nggak heran penggambaran masyarakat betawi dalam kisah Nyai Dasima lebih terasa dariapda milik G. Francis.

Buku ini menarik banget, karena menyajikan dua cerita yang sama dengan versi yang berkebalikan. Perbedaannya sangat mencolok banget, dimana karya G. Francis lebih condong menyudutkan umat muslim dan yang kontra terhadap pihak Belanda. Sedangkan pada Karya S.M Ardan terlihat bagaimana perombakan itu terjadi untuk memperbaiki citra agama Islam dan kaum pribumi. Penjelasan mengenai alasan perombakan ini sudah dijelaskan pada bagian pengantar oleh J.J Ardian

Persamaan Dua Penulis Dari Satu Cerita

Aku sebenarnya nggak mau bahas perbedaanya, karena sudah terlalu jelas. Di balik perbedaan yang sangat jauh ada beberapa bagian yang menurutku sama.

Baca juga: Resensi Pachinko. Wanita Imigran, Yakuza, Dan Kolonialisasi.

  1. Posisi perempuan tersudut lewat tokoh Hayati dan Nyai Dasima. Dalam narasi yang bangun kedua cerita tidak sama-sama menjelaskan kondisi perempuan di masa kolonial atau paska kolonial. Dalam tokoh Hayati, penggambaran perempuan cenderung materialistis sehingga menghalalkan segala cara untuk memperoleh materi entah itu baik atau buruk. Sedangkan pada tokoh Nyai Dasima, penggambaran perempuan justru seperti pihak yang lemah. Apalagi dengan gelar nyai yang ia miliki dan istilah gundik yang membuat posisi perempuan justru terasa tidak berharga.
  2. Fenomena premanisme yang ternyata sudah ada pada masa kolonialisme lewat karakter Bang Puase. Berdasarkan laman kompas, istilah premanisme ini berasal dari free man atau dalam bahasa Belanda vrijman yang keberadaannya muncul di wilayah perkebunan di Medan, Sumatera Utara pada masa kolonial. Pada masa kolonial itu pihak Belanda yang kebanyakan pemilik perkebunan takut akan keberadaan Vrijman ini. Orang-orang perkebunan sengaja membentuk vrijman ini untuk menghadapi pemilik perkebunan yang sewenang-wenang.

Subyektifitas Dari Dua Penulis di Novel Nyai Dasima

Buku ini termasuk sangat tipis dan nggak kayak novel kebanyakan yang alurnya rumit. Ada beberapa hal yang mengena dan yang missing dari buku ini yang aku bedakan berdasarkan penulisnya.

  1. S.M Ardan. Kelebihannya justru pada latar cerita yang kuat dengan unsur betawinya. Panggilan antar tokoh, penuturan setiap tokohnya serta kehidupan sehari-hari dari lingkaran Samioen begitu akrab di telinga. Ini mengingatkanku dengan adegan pertunjukan lenong yang berseliweran di televisi. Hal yang menurutku missing di cerita Nyai Dasima adalah sisi emosional dari masing-masing karakternya. Ketika baca naskah S.M Ardan aku kurang merasakan adanya tarik menarik emosi entah rasa jengkel pada Hayati saat Samioen merasa diperas oleh sang Istri, serta sisi emosi lainnya.
  2. G. Francis. Kelebihannya ada pada penciptaan sisi emosional dari karakternya. Bagaimana Tuan W ini bucin banget sama Nyai Dasima meski nggak bikin klepek-klepek. Juga kekuatan klimaks saat Bang Puase mencabut nyawa dari Nyai Dasima yang bisa bikin gregetan campur nyeri-nyeri begitu. Tapi hal yang missing dari cerita G. Francis ini justru penokohan kurang humanis. Karena G. Francis nggak akrab tentang pribumi penokohan jadi terkesan nggak punya sisi positif. Padahal dalam pemokohan baik itu fiktif atau non-fiktif, penokohan pasti punya sisi positif dan negatifnya.

Ada nggak sih yang sudah baca novel nyai dasima dan gimana sih kesan kalian setelah membacanya?

Source:

kompas.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

*

Post comment

Comment

Jujurly aku blm pernah baca novelnya Nyai Dasima, tapi sebagai org berdarah Betawi cerita Nyai Dasima ini sering aku dengar. Jadi penasaran nih sama novelnya, next ke perpusnas mau baca novel Nyai Dasima biar tau cerita sesungguhnya.

1 Response