Home / Pojokan / Sponsored

Novel Emma: Idealitas Wanita di Era Victoria

Senjahari.com - 25/03/2023

Cover Novel Emma

Penulis : Dinda Pranata

Emma Woodhouse adalah salah satu tokoh utama dari novel Emma karangan Jane Austen yang membuat pembaca bisa gregetan. Jane Austen sendiri sungguh sukses menyuguhkan cerita menarik sekaligus sebagai kisah yang membuat kita aware sama lingkungan sosial kala itu.

Tokoh utama di novel Emma ini mengingatkanku pada Elizabeth Bennet di novel Pride and Prejudice. Sekilas kisahnya hampir serupa meski lebih kompleks. Seperti apa sih sinopsis singkatnya? Lalu apa yang bisa kita “robek” dari novel ini dan gimana subyektifitas untuk novel Emma?

Emma: Si Makcoblang yang Kelewat PD

Judul di atas memang relate banget sama kisah dan awal masalah dari tokoh utama—Emma Woodhouse. Si do’i ini memang mampu melihat kecocokan orang satu dengan orang lainnya. Karena kemampuan yang ia miliki itu mampu menyatukan Mr. Weston dengan Miss Taylor yang merupakan pengasuh serta sahabatnya.

Akhirnya Miss Taylor pun menikah dengan Mr. Weston, meninggalkan Highbury dan tinggal di Randalls.

Akibat kepergian dari Miss Taylor yang kini jadi Mrs. Weston itu, Emma jadi kesepian dan hanya tinggal dengan ayahnya, Mr.Woodhouse. Karena ayahnya kasihan pada putrinya yang kesepian, maka Emma pun disarankan harus lebih banyak berjalan-jalan keluar dan mengunjungi beberapa kerabat di sekitar rumahnya.

Baca juga: Kenanga yang Memecah Batuan Adat di Novel Oka Rusmini

Ia pun kemudian bertemu dan bersahabat dengan Harriet yang tinggal dengan Mrs. Goddart.

Kesepian Emma Woodhouse pun berkurang sejak ia berteman dengan Harriet Smith dan pertemanan itu pun semakin lengkap dengan kehadiran Mr. Elton yang sering berkunjung ke Highsbury. Jiwa-jiwa makcomblang dari Emma pun timbul, ketika ia kunjungan-kunjungan Mr. Elton semakin sering ke rumahnya dan pada saat yang sama Harriet pun ada di sana.

Ia mempunyai dugaan bahwa Mr. Elton memiliki ketertarikan pada Harriet.

Dengan keras kepalanya, ia berusaha mati-matian menjodohkan Harriet dengan Mr. Elton. Bahkan ia dengan sengaja meminta Harriet menolak lamaran kekasihnya Mr. Martin agar Harriet bisa bersanding dengan Mr. Elton. Mengetahui niat itu, Mr. George Knightley (Kakak dari kakak iparnya, John Knigley), berusaha menghentikannya.

Tetapi, usaha itu sia-sia belaka! Hingga akhirnya ia sadar saat ia hampir menjadi korban dari usaha perjodohannya itu.

Baca juga: Review Bukan Pasar Malam: Dari Filsafat, Profesi Sampai Politik

Lalu apa hal yang tersirat dari kisah Emma ini?

Novel Emma: Idealitas si Gender Era Victoria

Idealitas Wanita Era Victoria
Idealitas Wanita Era Victoria

Adakah yang pernah mengenal istilah novel of manner ?

Novel of manner ini merupakah salah satu jenis cerita yang kisahnya bertumpu pada tata krama suatu masyarakat. Sebagian besar karya Jane Austen masuk ke dalam novel of manner, mulai dari Pride and Prejudice, Mansfield Park hingga Emma.

Apakah ini ciri khas dari novel-novel di Era Victoria?

Tidak selalu. Tapi novel-novel yang masuk dalam novel tata krama ini ada karena mengikuti kondisi sosial masyarakat kala itu. Dan bisa jadi, menjadi salah satu kritik sosial dari tata krama yang terbentuk di masyarakat saat itu.

Baca juga: Review Little Grey: Dari Hatred ke Self-Love

Bagaimana gambaran tata krama di novel Jane Austen berjudul Emma ini?

Semisal kehidupan perempuan di kalangan mengenah ke atas yang berpendidikan akan memiliki kemampuan tinggi dalam membaca, menyulam, menjahit, bermusik serta menari.

Dalam novel Emma misalnya, bagaimana Jane Fairfax dan Emma memiliki kualitas yang mumpuni dalam membaca sastra, bermusik hingga berdansa. Itu dibuktikan dari bagaimana Jane Austen menggambarkan kemampuan mereka berdua saat terselenggaranya pesta-pesta dansa.

Perempuan-perempuan yang tergambar dari novel Emma, sebenarnya syarat akan idealistas seorang perempuan yang diharapkan oleh pria di era Victoria. Semua kemampuan yang kaum perempuan miliki sebenarnya bertujuan agar mereka bisa menikmati kegiatan di ranah domestik/ di dalam rumah.

Berbeda halnya dengan kaum laki-laki yang diunggulkan dari kemampuan berbisnis hingga berpolitik. Kemampuan kaum adam tersebut lebih menonjol saat mereka ada di luar rumah daripada di dalam rumah.

Baca juga: The Will to Meaning, Lebih dari Sekedar Mencapai Sesuatu

Apa kecenderungan yang aku rasakan saat membaca novel Emma?

Subyektifitas Terhadap Emma

Favorit Quote di Novel Emma
Favorit Quote

Aku salah satu penggemar novel-novel Jane Austen meski aku bukan tergolong feminis garis keras. Ada beberapa sudut pandang yang aku ambil dari Novel dan membuat cerita ini menarik.

  1. Tokoh Utama Emma Woodhouse sangat kuat. Dukungan latar belakang keluarga baik ayahnya dan Mrs. Weston (ex.pengasuhnya) mempengaruhi gaya berpikir dan bertindak dari si tokoh utama. Tak hanya Emma, karakter Harriet Smith, juga Mr. Knightley, Jane Fairfax benar-benar memiliki latar belakang yang mumpuni untuk terciptanya karakter tersebut.
  2. Kehidupan yang dinamis dari cerita membuat novel ini hidup. Jane Austen benar-benar bisa menghidupkan suasana novel ini hidup, contohnya bagaimana interaksi tokoh utama dengan orang di sekitaranya, latar suasana dari acara-acara pesta dan lingkungan pedesaan di Inggris yang bisa membawa pembaca dalam mewakili situasi di era Victoria.
  3. Karakter utama dari novel Emma ini dianggap sebagai kritik sosial masyarakat di Era itu. Sikap perempuan yang terbuka dalam menyampaikan pendapat, sulit diterima oleh masyarakat zaman Victoria dan cenderung dianggap bar-bar. Jane Austen seolah menempatkan Emma sebagai harapan untuk kaum perempuan yang terikat tata krama agar lebih bebas berekspresi. Sementara, kecenderungan perempuan umum di era tersebut terwakilkan oleh Miss Jane Fairfax (dengan sikap tertutupnya) dan Mrs. Elton (dengan sikap kaku dan berkelas atas).

Hal yang kurang menarik

Hal yang kurang menarik ini sebenarnya tidak terlalu dominan. Ya, masih tertutup oleh ceritanya yang menarik serta tokoh yang bikin gregetan.

  1. Buku yang terlalu tebal dan panjangnya deskripsi alih-alih percakapan cukup membuat pembaca lelah. Banyak sekali deskripsi situasi, tempat hingga suasana hati tokoh-tokoh ini yang penjelasannya lebih deskriptif. Namun setidaknya terbantu dengan bab-bab sehingga tidak terlalu menyulitkan pembaca saat ingin beristirahat.
  2. Ada “hole” yang sebenarnya bisa jadi anti-klimaks yang mengesankan. Utamanya saat terjadi kegundahan antara Emma, Mr. Knightley dan Harriet Smith. Sayangnya kondisi penyelesaian masalah di antara mereka tidak terlalu ketara, karena penyelesaian masalah justru datang dari pihak luar yaitu Mr. Martin.

Adakah yang sudah membaca karya-karya Jane Austen? Atau adakah yang justru sudah menamatkan novel Emma ini? Bisa sharing di kolom komentar.

Oh ya, waktu itu aku beli di marketplace langgganan yang produknya sudah terjamin Ori ginal dan nggak bikin kempes. Klik di sini ya!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

*

Post comment