Penulis : Dinda Pranata
Kitab kawin karya Laksmi Pamuntjak merupakan salah satu novel populer yang juga cukup mengantri di aplikasi Ipusnas. Meski tidak selama Gadis Kretek yang sebelumnya, aku menunggu kurang lebih tiga bulan untuk bisa menikmati bukunya.
Novel ini bukanlah sebuah cerita tunggal, tapi merupakan kumpulan cerita tentang perempuan dan kondisi represinya di bawah egosentrisme laki-laki. Seperti apa sinopsis dari buku kitab kawin ini? Apa yang bisa kita bedah dari nukilan-nukilan kisah di buku ini? dan bagaimana review kitab kawin karya Laksmi ini?
Kitab Kawin: Persetubuhan dan Ikatan
Cerita pertama berkisah tentang Rosa yang memiliki tiga selingkuhan meski sudah menikah. Walau berselingkuh dengan banyak laki-laki, kehidupan pernikahan dia sendiri juga kacau. Suaminya pun menikah secara siri dengan wanita lain yang lebih muda. Ia berselingkuh bukan karena ingin membalas dendam atas perlakuan suaminya, melainkan karena hasrat ingin dicintai meski usianya tak muda lagi.
Cerita kedua menceritakan seorang anak di bawah umur bernama Azul Maya yang menjadi korban rudapaksa ayah tirinya. Kondisi Azul Maya sangat memprihatinkan, sehingga bibi dan pamannya (adik dari ibu Maya) harus ikut turun tangan merawatnya. Bibinya berjuang untuk membantu Maya mendapat keadilan dan perlindungan. Mereka merawat Maya dengan bantuan psikiater, kepolisian hingga pengacara agar si ayah bejatnya nggak bisa seenak udel bebas melenggang keluar penjara. Tapi kendala-kendala hukum seakan nggak terlalu memihak Maya, belum lagi kenyataan bahwa hukum masih bisa diperjualbelikan karena sang ayah tiri punya koneksi dengan para petinggi.
Ada pula kisah tentang Celine dan Isabel yang merupakan salah satu kisah bertema LGBTQ yang cukup sensitif. Kisah kedua wanita yang memiliki pandangan biseksual dan saling tertarik satu sama lain. Namun, Celine merasa patah hati ketika sang sahabat/kekasihnya si Isabel ini memutuskan menikah dengan kakak Celine. Meski patah hati, karena rasa sayang kepada abangnya yang besar mau nggak mau ia merelakan sang kekasih menikah. Meski sudah menikah, si Isabel ini seringkali bersifat seduktif kepada Celine yang semakin membuatnya tak tahan tinggal di rumah oang tuanya dan memutuskan hengkang. But, yang bikin berkesan adalah ending dari kisah ini nggak nggak terduga.
Baca juga: Review When Marnie Was There, Benang Merah Anak Kesepian
Buku kitab kawin ini bukanlah novel tentang kisah satu orang saja, tetapi ada sebelas kisah perempuan yang penulis ceritakan di bukunya. Perempuan-perempuan di novel ini memiliki karakter, lingkungan sosial dan pengalaman menghadapi laki-laki yang berbeda. Buku ini kompleks dan menyangkut cerita-cerita tentang ikatan hubungan manusia hingga persetubuhan.
Lalu inti sari kisah dari buku ini?
Wanita, Represi dan Tabu
Inti sari dari kisah ini sebenarnya menceritakan tentang pemberdayaan perempuan ya. Ini beberapa hal yang aku tangkap dari kisah-kisah ini.
- Penulis meletakkan perempuan sebagai subyek yang mana artinya perempuan punya hasrat seksual, yang sebenarnya sama dengan laki-laki. Sering kali perempuan adalah pihak yang harus bisa mengendalikan birahi/hasrat seksual ke titik yang sangat rendah. Image perempuan yang membicarakan hal-hal seksualitas meski dalam konteks positif akan mendatangkan antipati atau pandangan tabu. Misalkan pada kisah Rosa atau kisah Mukaburung.
- Represi wanita dalam budaya patriaki pada umumnya yang disebabkan oleh pemisahan gender. Budaya patriaki yang berkembang tak jarang menempatkan posisi perempuan tidak setara dalam perolehan hak atau penempatan diri. Posisi ketidakberdayaan ini sering kali merupakan buah dari budaya bias gender yang masih salah kaprah dengan campur aduk antara pemisahan jenis kelamin dan adi daya diri. Ini
- Ilmu seksualitas yang “tidak matang” di kalangan orang dewasa. Anggapan tabu pada pembicaraan mengenai seks dan seputar organ tubuh intim, memicu terjadinya tradisi-tradisi perkawinan dini. Padahal dengan edukasi yang baik mengenai seks itu sendiri, akan mengurai serangkaian masalah ‘birahi yang tidak pada tempatnya’ hingga pernikahan usia dini yang tak menguntungkan dari segi fisik serta mental.
- Kebobrokan sisi perempuan, yang nggak melulu jadi korban. Meski banyak perempuan yang sering menjadi korban fantasi dan kekerasan seksual tapi juga tak sedikit dari mereka yang memiliki kebobrokan. Mereka yang menjadi orang ketiga dari sebuah pernikahan orang lain seperti kisah Noura dan Arini. Atau perempuan yang sengaja selingkuh dari laki-laki yang mencintainya seperti kisah Sarah.
Bagaimana review kitab kawin setelah membaca buku ini dan mendapatkan inti sarinya?
Review Kitab Kawin
Ada kesan baik dan kesan yang menurutku kurang klik, ketika membaca buku ini. Kesan baiknya apa sih?
Baca juga: Review Buku The Man Who Loved Books Too Much
- Khas dengan gaya penulisan Laksmi Pamuntjak yang mengalir dan berseni. Penggunaan diksi yang apik membuat ceritanya jadi elegan. Ini membuatku ingat karya pertama Laksmi yang berjudul Amba, yang sukses membuatku jatuh cinta pada gaya berceritanya.
- Buku yang menurutku beberapa karakternya powerful. Misal ia digambarkan sebagai sosok yang nggak baik, ya sisi negatifnya itu terasa kuat. Misalkan saja pada kisah awal si Rosa, karakternya itu kan kurang baik (ya masak sih selingkuh dengan tiga lelaki) tapi nggak tahu kenapa kesan powerful si Rosa ini kerasa banget.
- Kritik yang lugas mengenai isu-isu gender dan kekerasan seksual. Yang aku suka dari buku ini meski bahasanya berseni, tapi nggak memudarkan kesan lugas untuk segera menuntaskan permasalahan isu-isu gender dan kekerasan pada wanita serta anak-anak. Kalau kalian baca pada kisah Azul Maya atau kisah Asrama Korea, kalian akan merasa merinding dan marah dengan situasi para korban.
Meski ada kesan baik, aku juga menangkap beberapa hal yang membuatku berkerut dahi atau nggak klik.
- Meski di blurb sudah dijelaskan latar belakang dari tokoh-tokohnya mulai dari pekerja toserba, karyawan, seniman tapi aku justru merasa kehidupan dari para tokohnya lebih banyak terlihat borju ya. Ceritanya lebih banyak terjadi di kalangan borju daripada kelas menengah ke bawah. Misalkan kisah Rosa, Noura dan Arini, Penjara Esme, Pembunuhan Pukul Delapan, Celine dan Isabel, banyak berlatar pada kehidupan kalangan kelas menengah ke atas.
- Karakter yang kurang variatif. Entah karena penguasaan Laksmi pada bidang seni, sehingga dalam menciptakan karakter yang bekerja di bidang seni, jutru lebih hidup. Aku membandingkan antara gaya penuturan di kisah Rossa dengan Noura dan Arini, yang ternyata lebih hidup saat penulis menuturkan kisah para seniman itu.
Invitasi dan Diskusi
Dari semua cerpen karya Laksmi di buku ini, ada tiga yang menjadi favoritku. Pertama adalah pembunuhan pukul delapan. Lalu yang kedua, ada kisah Lila. Yang ketiga adalah Asrama Korea. Ketiga cerita ini menurutku sangat menyentuh dan memiliki keunikan tersendiri.
Yang mau baca, kalian bisa membaca di aplikasi Ipusnas. Tapi kalian perlu bersabar, karena memang bukunya antri. Dan, kalau kalian nggak mau antri bisa coba beli buku ini di toko buku offline maupun online.
Ada yang sudah baca buku ini? Atau mau jadikan buku ini wishlist, yuk bisa komen-komenan di bawah. Kalian bisa juga komen buku yang lagi dibaca atau buku yang pengen banget dibaca, tapi belum kesampean buat baca, bisa juga ikutan komen kok.
Semoga review kitab kawin ini membantumu dalam memilih buku ya. Selamat membaca dan berkomentar! Eits, komennya yang sopan ya biar adem dibaca sesama pengunjung.
Comment
Aku belum pernah baca langsung buku Laksmi Pamuntjak, tapi beberapa kali pernah membaca reviu buku-bukunya..
Kitab Kawin ini mengingatkanku pada novel Ayu Laksmi zaman dulu (tapi aku lupa judulnya apa, Mbak) hahahaa…
1 Response