Penulis : Dinda Pranata
Sebuah kelompok di kompleks rumah Z yang beranggotakan sepuluh orang, sedang berkumpul di rumah pemimpin kelompok bernama si Jono. Mereka berkumpul untuk membicarakan masalah sistem keamanan kompleks rumah yang tergolong baru itu.
Jono yang sedang memimpin rapat itu pun langsung memberikan ide, “Ada baiknya jika kompleks kita ini melakukan ronda malam setiap hari. Ini berdasarkan pada pengalaman saya ketika menjabat sebagai ketua kelompok di kompleks A.”
Para peserta yang mendengar itu sebagian mangangguk dan sebagian lagi berkasak-kusuk. “Selain itu ronda malam memberikan efek positif bagi kekompakan warga di kompleks ini. Bagaimana menurut saudara sekalian?” tanyanya. Ketika pertanyaan itu muncul, anehnya tidak ada salah satu warga yang berani menyanggah atau memberikan pendapatnya.
Sampai salah satu dari anggota diskusi bernama Kunto menolak adanya ronda malam. Menurut pendapatnya bahwa ronda malam bisa memberatkan karena kebanyakan warga bekerja di pagi harinya dan mengusulkan penggunaan CCTV. Namun si Jono menolak dan beralasan mengenai pentingnya kekompakan warga. Kunto masih tidak setuju, lalu pak Kribo_teman dekat Jono_membisikkan, “sudah nurut saja sama ketua. Saya pun juga lebih memilih ronda, lebih murah.”
Mau tak mau Jono pun memilih diam termasuk semua anggota di dalam forum itu. Jono beranggapan bahwa diam adalah setuju sehingga diputuskan bahwa ronda malam sebagai pilihan. Pilihan itu pun diikuti oleh seperangkat aturan yang Jono keluarkan termasuk dana kontribusi keamanan sebesar lima puluh ribu jika tidak mengikuti ronda sebagai rasa solidaritas antar warga.
Baca juga: Romantisasi Kriminal: Dari Kasus Brigadir J hingga Saiful Jamil
Karena Jono adalah pemimpin kompleks, maka secara otomatis membuat mereka yang berseberangan pun lebih memilih ‘cari aman’ dengan diam, agar tidak dipandang melawan pemimpin.
Memang benar hukuman yang diterapkan berupa penarikan dana manjur membuat warga ‘terpaksa’ bergerak mengikuti keputusan itu.
Pernahkah kalian mengalami kejadian yang sama dengan ilustrasi di atas atau setidaknya serupa dengan hal itu?
Fenomena Groupthink/ Pemikiran Kelompok
Mungkin beberapa orang tidak terlalu familiar dengan istilah pemikiran kelompok/groupthink ini. Apa sih pemikiran kelompok ini? Pemikiran kelompok/Groupthink merupakan fenomena psikologis dalam pembuatan keputusan dari sebuah kelompok tertentu, yang mana keputusan itu dibuat untuk kenyamanan dan tidak mengganggu keseimbangan kelompok tersebut. Sayangnya banyak hasil dari keputusan yang berdasar pada fenomena pemikiran kelompok ini cenderung kurang tepat, bahkan berbahaya.
Irving Janis pada tahun 1972 mengembangkan istilah ini dalam penelitiannya berjudul Victims of Groupthink: A Psychological Study of Foreign-Policy Decisions and Fiascoes. Penelitian dari Irving Janis ini berdasar pada berbagai studi kasus tentang kebijakan luar negeri mengakibatkan beberapa masalah seperti perang Vietnam, Pengeboman Pearl Harbour, termasuk invasi Bay of Pigs di Kuba. Dari penelitian yang ia lakukan setidaknya beberapa faktor yang memicu terjadinya fenomena pemikiran kelompok/groupthink ini mulai dari homogenitas dari kelompok, gaya kepemimpinan kelompok, situasi/permasalahan yang dihadapi kelompok hingga bentuk kelompok itu sendiri.
Baca juga: Hai Wisatawan: Paspormu Bukan Kartu Bebas Aturan Ya!
Bagaimana kalau kita pecah ilustrasi di atas dengan faktor yang dijabarkan oleh Irving Janis ini?
Memecahkan Kode Groupthink dalam Kasus
Dalam ilustrasi di atas dapat terlihat bahwa gaya kepemimpian Jono lebih mengarah ke otokratis atau biasanya bersifat pemimpin yang dominan daripada peserta kelompok. Ini bisa terlihat dari bagaimana Jono lebih dominan dalam memberikan pendapat dan menolak kehadiran ide yang berseberangan dengannya.
Apalagi adanya statement yang mengarah pada prestasi pribadi Jono sebagai ketua kelompok sebelumnya, yang membuat para peserta cenderung setuju begitu saja kepada pemimpinnya. Meskipun bisa jadi prestasi Jono bisa saja memiliki kemungkinan tidak berhasil, saat ia terapkan pada kelompok saat ini.
Lalu ada juga visi berupa kekompakan yang kerap kali menimbulkan masalah dalam pengambilan keputusan. Kekompakan dari satu sisi memang baik karena bisa memberikan perasaan positif bagi individu dalam bekerja sama dengan kelompok. Tapi di sisi lain, kekompakan bisa membawa dampak yang kurang baik bagi kelompok yang selalu seiya-sekata. Hal ini karena tidak adanya pilihan alternatif, jika ide yang dijalankan bermasalah.
Lalu bagaimana dengan situasi yang para peserta forum itu hadapi?
Baca juga: Joki Studi dan Ilusi Kompetensi. Mau Sampai Kapan Kompetensi Dikomersialisasi?
Pembuatan sistem keamanan kompleks rumah sangat penting. Bisa jadi itu sesuatu yang harus diputuskan segera atau bisa menjadi proyek jangka panjang yang keputusannya sambil jalan. Namun dari ilustrasi di atas, sistem keamanan di kompleks perumahan baru bisa menjadi salah satu proyek jangka panjang. Yang caranya bisa dilakukan dengan ronda, pengadaan CCTV dan/atau penambahan satpam.
Sementara untuk kelompok forum yang terbilang kecil dan berisi sepuluh orang, serta adanya pernyataan Jono mengenai keberhasilannya dalam menjaga kekompakan dan keamanan kompleks sebelumnya, peserta forum pun cenderung percaya pada keberhasilan Jono. Ditambah lagi dengan penguatan dari Pak Kribo yang notabene adalah teman dari Jono, yang membuat peserta cenderung memilih menurut.
Lalu kira-kira apa dampak dari situasi dari ilustrasi di Jono dan Kunto?
Manis Pahitnya Fenomena Groupthink
Pemikiran kelompok atau groupthink ini tak selalu berdampak buruk. Pemikiran kelompok pun memiliki dampak yang baik, terutama saat kondisi-kondisi tertentu. Kelompok yang solid atau kompak saat mendapatkan situasi darurat, akan mudah menyuarakan kata sepakat dan mengerjakan pekerjaan lebih cepat.
Kita ambil kasus Jono, misalkan situasinya darurat ada perampokan/pembunuhan/pencurian di kompleks tetangga dan kompleks rumah Jono tidak memiliki sistem keamanan. Keputusan yang Jono ambil menjadi tepat dalam keadaan seperti itu. Dalam keadaan darurat tidak mungkin ‘kan punya waktu untuk berdebat?
Baca juga: Peringatan Kemerdekaan RI: Sudahkah Merdeka dari Sampah Plastik?
Namun di sisi lain, pemikiran kelompok ini tidak cocok kita terapkan dalam proyek jangka panjang yang membutuhkan pemikiran yang hati-hati. Keputusan jangka panjang yang diambil karena pemikiran kelompok, akan menghasilkan keputusan yang grusa-grusu dan bisa berbahaya.
Misalkan pada kasus Jono, keputusan yang ia ambil untuk ronda malam jika berdasarkan pada pandangan pribadi atau memaksakan kehendak pribadi, dengan dalih mempertahankan kekompakan warga, maka itu menjadi keputusan yang tidak tepat. Akibatnya justru akan merusak kerukunan antar warga yang memiliki pandangan berbeda seperti pengucilan, matinya ide-ide kreatif, penolakan warga yang berbeda dan kecenderungan meng-cancel keberadaan warga yang tidak sepaham.
Setelah tahu pahit manisnya kondisi fenomena itu, untuk berjaga-jaga, kita peu tahu nih gejala daei fenomena pemikiran kelompok ini. Gejala yang muncul saat sebuah forum menampakkan pemikiran kelompok antara lain: Ilusi kebulatan suara, rasionalisasi keputusan/kolektif, self-censored ship, ilusi kekebalan, pemberian tekanan langsung.
Invitasi dan Diskusi
Setelah mengetahui apa itu pemikiran kelompok, gejala sampai dampaknya, kita jadi berhati-hati ketika berbicara dalam forum ya. Jangan sampai kita terjebak dalam kondisi pemikiran kelompok yang tak hanya merugikan diri sendiri tapi juga lingkungan terdekat.
Sstt!! Ada tips bagi kalian yang saat ada di kondisi ini. Pertama bagi kalian yang bertindak sebagai pemimpin, usahakan untuk menahan memberikan ide-ide/saran/solusi sebelum peserta lain berbicara atau memberikan idenya.
Baca juga: Efek Hari Ulang Tahun-Terdengar Bahagia Tapi..
Jika dari peserta tidak paham atau cenderung diam, maka jangan buru-buru ketok palu bahwa mereka setuju, tanyakan lagi apakah mereka memahami kondisi yang sedang terjadi. Pengecualian jika kondisi darurat, maka pemimpin harus memberikan arahan/ide terlebih dahulu.Ya, intinya pemimpin itu bertindak sebagai filter dan pendengar yang baik serta menjadi pihak yang solutif pada waktunya.
Kedua, jika kamu peserta dalam forum yang mana muncul fenomena pemikiran kelompok di dalamnya. Hal pertama yang kalian lakukan adalah ingatkan diri tentang tema rapat. Lalu ketika kamu tidak setuju pada pandangan pemimpin atau kelompok, say it clearly.
Jika mereka memaksamu untuk melakukan hal yang kamu rasa berbahaya ke depannya, berikan ide alternatif sebagai penawaran. Jika mereka masih memaksa, tak masalah jika kamu tak menurutinya. Itu bagian dari hak kamu sebagai individu.
Semoga membantu kamu memiliki pandangan tentang kelompok-kelompok di sekitarmu. Kamu bisa kok berbagi pengalaman di kolom komentar. Eits! Dengan bahasa yang sopan ya, biar kamu punya jejak digital yang baik.
Source:
Irwanti, Marlinda, dkk. “Perspektif Baru Groupthink: Perbedaan Tingkat Pendidikan dalam Proses Pengambilan Keputusan Kelompok.” Mimbar Vol. 31, no. 1 (2015): 251-260.
T. Hart, Paul. “Irving L. Janis’ Victims of Groupthink.” Political Psychology Vol. 12, No. 2 (1991): 247-278
Ansiar, Distra, dkk. “Hubungan Fenomena Groupthink Dengan Gaya Kepemimpinan Ketua RT di Desa Cikarawang.” Jurnal Komunikasi Pembangunan Vol. 17, No. 1 (2019): 28-37
Comment
berkelompok dan berkumpul adalah sebuah jenis kehidupan sosial manusia sejak era prasejarah dan tetap berlangsung hingga saat ini untuk mencapai tujuan bersama dan saling melindungi dari “serangan” luar kelompoknya
Pemikiran kelompok ini bisa jadi baik dan buruk tergantung dari kondisi dan situasi masing-masing kelompok. ❤️
Ehehehe, jadi ingat dulu semasa kuliah, saya jadi orang sering punya pendapat berbeda dalam kelompok, tapi karena yang lain sudah 1 pendapat, saya milih diam saja dan masa bodoh. Kadang mau ngomong juga susah karena selain yang lain pada iya saja, ketua juga otoriter..
3 Responses