Penulis : Dinda Pranata
Suara musik bertema perjuangan gegap gempita di ruas-ruas jalan. Di setiap lorong jalan besar dan kecil terdengar suara kepakan bendera yang menari, berkibar saat angin memanggil. Ornamen-ornamen tujuh belasan terbentang di bawah langit, saat kita menengadahkan kepala. Meriah dan gemerlap.
Dalam satu hari, kesibukan mengolah atribut dan ornamen tujuh belasan sudah menyita tenaga. Saat lelah menyergap tubuh, banyak orang yang duduk menikmati kudapan dalam sterofoam atau air minum kemasan. Lalu setelah habis, wadah-wadah tersebut menjulang di tempat sampah. Itu belum ditambah dengan sisa potongan pernak-pernik ornamen yang tak terpakai, yang rata-rata terbuat dari plastik atau kertas.
Kegiatan itu masih satu hari, kalau persiapan itu dalam kurun waktu satu minggu atau bulan. Berapa banyak sampah yang sudah kita hasilkan dalam bulan kemerdekaan ini? Mari kita sedikit lebih perhitungan saat menyangkut kehidupan. Yuk kita jabarkan sedikit-sedikit!
Simbolis Kemerdekaan yang Tak Berkelanjutan.
Seremonial agustuskan seringkali tidak bersamaan dengan kesadaran masyarakat akan dampak lingkungan yang mungkin terjadi. Misalkan saja penggunaan ornamen-ornamen dari bahan-bahan sekali pakai yang turut menyumbang timbunan sampah.
Kita contohkan saja, bendera plastik renteng yang biasanya untuk hiasan di atap rumah, gelas cup plastik sekali pakai, termasuk tali rafia yang sama-sama dari plastik. Belum lagi termasuk hiasan-hiasan yang terbuat dari sterofoam atau kertas minyak, yang juga nantinya dibuang setelah perhelatan usai.
Baca juga: Jantungmu Bukan Hanya Milikmu, Apa Benar Gitu?
Ornamen-ornamen ini terkesan hanya sebagai simbolis saja dan tanpa melihat sisi esensi dari kemerdekaan yang seharusnya. Mungkin sebagian besar masyarakat akan berkata, “walah kok masalah ornamen saja dijulid? ini ‘kan buat seru-seruan dan memeriahkan kemerdekaan Indonesia.”
Permasalahannya bukan terletak dari penggunaan ornamennya, tapi lebih pada apa yang menjadi bahan pembuatan ornamen itu. Juga bukankah esensi dari kemerdekaan itu lebih baik daripada sekedar seru-seruan yang tidak menimbulkan efek positif bagi bangsa. Akan lebih baik jika masyarakat mulai beralih ke ornamen yang sustainable atau ramah lingkungan.
Misalkan saja menggunakan kembali (reuse) kain bekas/perca untuk membuat rumbai-rumbai ornamen daripada menggunakan tali rafia. Menggunakan botol bekas/plastik bekas yang sudah terpakai untuk membuat dekorasi berupa lampu penerang. Juga bisa menggunakan ranting pohon untuk beragam ornamen yang kreatif lainnya.
Menggunakan bahan-bahan yang sudah terpakai akan membantu untuk mengurangi anggaran iuran tujuh belasan yang (kadang) memberatkan dan terkesan sia-sia. Belum lagi jika bahan ornamen tersebut hanya terpakai sebulan-dua bulan, lalu masuk penampungan sampah. Tidak ada upaya berkelanjutan untuk pemeliharaannya.
Merdeka dari Sampah Plastik Hanya Ilusi
Kita semua sudah tahu kan tentang arti merdeka. Berdasarkan laman KKBI nih, merdeka adalah bebas dari tuntutan; tidak tergantung pada pihak/orang lain. Tapi arti dan substansi dari merdeka kita masih belum penuh alias setengah-setengah. Kita hanya ber-euforia bebas dari penjajah tapi tak ingat masih ada belenggu atau masalah lain yang perlu kita tuntaskan. Salah satunya ya masalah pengelolaan dan kesadaran masyarakat akan sampah.
Masalah sampah ini belum tuntas sejak bertahun-tahun lho. Meskipun sudah banyak inovasi tentang pengelolaan sampah, namun inovasi ini tidak bersamaan dengan kesadaran masyarakat Indonesia, untuk mengelola dan hidup minim sampah. Hasilnya adalah tiap tahun sampah-sampah ini membludak memenuhi ruang-ruang tempat pembuangan sampah.
Contoh nyatanya adalah kenaikan sampah plastik, yang menjadi sampah terbanyak kedua setelah sampah rumah tangga. Secara nasional tahun 2020 yang ada di angka 17,27%, lalu meningkat di tahun 2021 sebanyak 17,87%. Lalu bagaimana tahun 2022, Sayang? Di tahun 2022 sampah plastik naik menjadi 18,2% atau ada sebanyak 18.764 ton.
Sampah plastik yang mem-bludak ini akibat dari pergeseran gaya hidup masyarakat yang cenderung konsumtif dan ‘enggan repot’ dengan merawat produk yang dapat terpakai berulang kali. Pola dasar ini pun yang kerap kali muncul saat membuat ide dekorasi tujuh belasan, yang dirasa lebih mudah dengan membeli plastik sekali pakai dan minim perawatan. Bukankah dengan adanya keberlanjutan, penggunaan bahan yang sustainable, penggunaan dana akan terasa lebih maksimal? Kita pun bisa ikut menjadi bagian untuk merdeka dari sampah
Kegiatan yang Berembel-embel Kebersihan tapi Tak Bersih
Selain ornamen yang menambah identitas tak merdeka sampah, kegiatan tujuh belasan ini kerap kali melakukan kegiatan yang cenderung menjadi penghasil sampah. Salah satunya yang kerap kali terjadi di beberapa tempat adalah kegiatan kebersihan dan keindahan wilayah.
Baca juga: Fenomena Virtue Signaling. Apa Itu?
Beberapa tempat misalnya mengadakan kegiatan ini semata-mata untuk bersenang-senang atau mengajak warganya untuk bergotong-royong. Tapi sekali lagi, kegiatan ini bukannya memang bersih tapi justru menghasilkan sampah yang lebih banyak dari biasanya. Warga memang bergotong-royong membersihkan sampah di wilayahnya; warga pun memang terlihat menikmati sekali berkumpul memasang ornamen kemerdekaan.
Namun, sekali lagi kegiatan yang berembel-embel bersih itu, kerap kali menjadikan kita pihak yang memproduksi sampah. Kita secara tidak langsung jadi pihak yang menjalankan program greenwashing. Warga bergotong-royong secara suka rela menggelontorkan dana untuk membeli plastik sekali pakai untuk ornamen keindahan. Mereka lupa esensi dari kegiatan kebersihan itu adalah meminimalisir produksi sampah yang tak bisa diolah.
“Dijulid lagi! Berarti kegiatan kebersihan dan keindahan itu dilarang? Namanya kegiatan kan pasti ada aja sampahnya,” kata sebagian besar orang. Tidak ada larangan untuk membuat acara kebersihan atau keindahan, selama esensi dari kebersihan dan keindahan itu tetap sejalan. Menjalankan kegiatan apapun bukan berarti tidak menghasilkan sampah, tapi sebisa mungkin bisa minim sampah agar Indonesia dan bumi kita lebih baik.
Invitasi dan Diskusi
Banyak kok contoh-contoh wilayah dan lingkungan yang membuat barang berseni dari recycle sampah palstik. Kita contoh saja Kampung Kumuh di Gresik, lalu di Blok Jatiserang Majalengka dan lainnya. Mereka-mereka ini sukses mendaur ulang bahan-bahan sampah plastik jadi barang yang bernilai.
Kalau kamu sudah tahu nih bahwa Indonesia masih belum merdeka dari sampah, masih mau buat ornamen tujuh belasan pakai bahan sekali pakai lagi? Yuk stop penggunaan bahan sekaloi pakai dengan mengkreasikan bahan-bahan yang lebih ramah lingkungan.
Bagi yang punya pengalaman mengelola sampah plastik, bisa lho berbagi pengalamannya di kolom komentar. Bagi yang punya ide lain, juga dipersilakan. Eits! Dengan bahasa yang sopan ya, agar kamu punya jejak digital yang baik.
Comment
Aku sendiri belom konsisten, masih suka kelepasan menggunakan tempat makan sekali pake untuk membungkus makanan bawa pulang. Terkadang suka lupa bawa rantang bertutup rapat sih ya. Padahal sudah konsisten bawa botol minum sendiri
Nah, paling kesal memang bersitegang dengan orang yang tak paham esensi bebas sampah. HUT RI selain menghasilkan sampah plastik dari ornamen, dari kemasan konsumsinya juga loh.
Ah masalah sampah ini memang begitu kompleks. Bingung juga kalau diminta zero banget dr sampah, bahkan negara maju pun masih belum punya solusinya. Ngeri ya inget pernah ke pantai nemu sampah plastik berupa kemasan gitu :’)
Meski belum bisa zero waste, setidaknya mengurangi sampah plastik itu udah bagus banget. Misal bawa kantong belanja sendiri kemana-mana atau bawa bekal sendiri dari rumah dan lainnya. Hal kecil kaya gitu, bisa membantu bumi tersenyum … 🙂
sayangnya diantara banyaknya orang-orang yang pengen mulai memilah sampah, justru terkadang lingkungan tidak mendukung. saya juga pengen banget pilah-pilah sampah botol plastik dll. sayangnya di sini masih blm ada bank sampah, ada tapi jauh, jadi terkendala juga huhuhu
Sampah plastik memang gak bisa dihindari, yang terpenting itu adalah bagaimana membudayakan tertib buang sampah pada tempatnya sehingga sampah² plastik ini lebih mudah dikelompokkan untuk didaur ulang.
Kampanyenya adalah bukan hindari sampah plastik, tapi bagaimana gak membuang sampah sembarangan dan membudayakan memilah sampah.
Karena sampah itu gak bisa dihindari apalagi tuntutan biaya produksi dll. Tapi jika manusianya tertib, buang sampah tertib dan bisa memilah, rasanya sampah2 itu bisa didaurulang dan terjadilah recycle berkelanjutan, itu penting menurut sy drpd mencegah penggunaan plastik. Budaya dan mentalitas yang perlu dibina.
Saat ini sebenarnya sih penggunaan plastik sudah mulai berkurang, cuma alangkah lebih baik jika sampah plastik tersebut di daur ulang. Contohnya kalo botol biasanya saya daur ulang menjadi pot tanaman atau mobil mobilan untuk anak hehe
7 Responses