Penulis : Dinda Pranata
Bapak, Ibu dan mbak, mas pasti ingat dong rasanya sekolah dan masa-masa guru menghukum pakai penggaris karena enggak hafal peristiwa rengasdengklok? Rasanya dimarahi dan dihukum oleh guru bisa jadi hal yang memalukan, ya. Inilah konsep kaku yang ingin dirubah, agar anak-anak tidak lagi berfikir bahwa belajar itu menyebalkan.
Well, selamat datang di kurikulum merdeka. Kurikulum yang mengedepankan rasa senang dan jiwa petualang dalam diri peserta didik agar mereka bisa tumbuh lebih tangguh di masa depan. Dalam kurikulum merdeka, anak-anak bisa belajar lebih fleksibel sesuai dengan bakat dan minat mereka, tapi tetap bisa mendapatkan nilai-nilai penting kebangsaan dan keagamaan.
Tapi tunggu dulu nih, meski anak-anak yang belajar dalam kurikulum merdeka, ternyata ada fenomena unik pihak lain yang ikutan belajar. Siapa lagi kalau bukan ibu dari anak-anak yang belajar di kurikulum merdeka. Ibu-ibu dari anak-anak ini, tergabung dalam salah satu komunitas bernama ibu penggerak yang menjadi penerus pesan kebaikan dari kebijakan pemerintah terkait penerapan dari kurikulum merdeka ke masyarakat luas khususnya ibu-ibu lainnya.
Si Ibu Dengan Gelar S Tak Terbatas
Ada satu kata yang menarik nih, ketika pada tanggal 3 September 2023 lalu, aku bertemu dan mengikuti salah satu program sosialisasi ibu penggerak untuk kurikulum merdeka. Kegiatan ini terselenggara di Surabaya dan diadakan oleh Komunitas Sidina yang bergandeng tangan dengan Kemendikbudristek. Saat itu salah satu kata yang membekas dalam ingatanku adalah tentang previlage seorang.
Kurang lebih kata-katanya seperti ini:
Baca juga: Soal Pilihan Ganda yang Bikin Arus Server Sibuk!
Pada titik ini aku tersentuh. Sering kali tanpa sadar kita (ibu) tidak menangkap kesempatan yang ada di depan mata kita. Kalau di tanya apa profesimu, maka sering kali ibu yang di rumah berkata dengan rasa cukup minder, “Oh, hanya ibu rumah tangga.” atau “Oh, saya hanya ibu yang kerja di perusahaan A.” Padahal kesempatan dalam membersamai anak-anak itulah yang menjadikan kita sebagai seorang ibu.
Bu, ibu tercinta, Ibu pekerja atau ibu rumah tangga, sama-sama mempunya peran penting di rumah. Coba bayangkan lagi, deh! Kita dari menikah sampai punya anak sudah berapa profesi yang kita kerjakan. Mulai dari dokter saat suami dan anak sakit; ahli gizi untuk memilih menu makanan; ahli keuangan saat mengatur finansial keluarga; guru saat mengajar anak-anak di rumah; termasuk ehem … detektif handal yang mencari informasi terkini tentang anak-anak.
Ibu-ibu yang memiliki gelar S tak terbatas ini, bergabung ke dalam suatu komunitas bernama Ibu Penggerak dan bernaung dalam komunitas bernama Sidina. Di tanggal 3 September itulah, ibu-ibu penggerak ini belajar dan berbagi pengalaman seputar menemani putra-putri di berbagai jenjang pendidikan, untuk belajar di kurikulum merdeka termasuk berbagi informasi terkait kebijakan dari pemerintah mengenai kurikulum ini.
Si Ibu yang Siap Jadi Stand Up Komedian
Dalam sosialisasi Peran Ibu Penggerak dalam Implementasi Merdeka Belajar dan Praktik Baik Kurikulum Merdeka menghadirkan tiga narasumber. Mengangkat tiga topik bahasan yaitu penguatan komunitas merdeka belajar, peran orang tua dalam penerapan kurikulum merdeka, dan pencegahan penanganan kekerasan di satuan pendidikan.
Baca juga: Kontradiksi Rasa Percaya Kepada Anak!
Ada yang menggelitik dari materi pertama dari Ibu Ainun Chomsun selaku Tim Staff Khusus Menteri Dikbudristek. Tepat sekali! Kata-katanya bahwa apapun kurikulum yang anak-anak pakai, orang tua khususnya ibu perlu mendampingi proses belajar dari anak-anak.
Namun yang ada di lapangan, sering kali kita sebagai orang tua/ibu cukup stress menghadapi anak-anak yang ada saja pertanyaan kalau orang tua menunggu mereka belajar. Apalagi dengan adanya kurikulum merdeka yang menambah anak-anak untuk bebas bertanya. Betul apa Benar?
Ternyata Ibu Nina Purnamasari selaku perwakilan dari BSKAP menyambung kata-kata bu Ainun tadi. Meskipun dalam kurikulum merdeka anak-anak bisa lebih bebas belajar sesuai dengan kemampuannya dan minatnya, ternyata orang tua juga harus menjadi partner belajar anak-anak. Jadi ibu perlu bersyukur bahwa si anak jadi lebih banyak tanya. Dan berita baiknya, orang tua juga jadi ikutan belajar apa yang si anak pelajari. Nah lho!
Percaya enggak sih, kadang dari pertanyaan anak muncul kekuatan ajaib dari ibu? Coba deh kalau ibu menjelaskan ke anak dan anak enggak mengerti penjelasan kita. Kadang kita jadi musisi dadakan, seniman receh, aktor laga favorit sampai komedian, demi anak paham penjelasan kita. Ini karena merdeka belajar juga menuntut kita ibu jadi kreatif dan menyenangkan.
“Bu, kenapa bumi itu bulat?” saat anak-anak bertanya begini, harapannya bukan amukan ibu sebagai jawaban, melainkan jawaban menyenangkan, “Kamu tahu, Bumi itu seperti donat raksasa yang sangat besar, dan kita semua tinggal di dalam lubang donat itu. Jika Bumi datar, kita akan tergelincir dari pinggir donat setiap kali kita berjalan!”
Baca juga: Kamu Pintar, Enggak Harus Ikut Industri Joki Akademik! Tapi ....
Jangan Terlalu Keras Belajar, Mustahil Kita Tanpa Cela
Percaya enggak kalau ibu jadi komedian, anak-anak makin lengket sama kita? Yes, itu benar! Bagi mereka ketika ibu menjadi sosok komedian, kesalahan yang terjadi bisa jadi sebuah pengalaman lucu yang membuat mereka bisa bangkit memperbaiki.
Lho kalau mereka enggak takut salah, mereka kan senang melakukan kesalahan?
Pemahaman ini yang perlu kita perbaiki. Memang siapa yang mau terus menerus salah? Tidak ada kan ya. Proses belajar itu bermula ketika kita melakukan kesalahan dan memperbaiki kesalahan, begitu terus sampai akhir usia. Tapi ini juga perlu catatan, bahwa kesalahan tidak menguap setelah tertawa, perlu kita imbangi dengan perbaikan-perbaikan dari kesalahan itu.
Jika dalam rumah sudah tertanam dilarang melakukan kesalahan sampai-sampai amukan jadi pukulan, bukan tidak mungkin kondisi pembiasaan di rumah ini, bisa terbawa sampai ke sekolah. Kekhawatiran ini lah yang membuat Bapak Dede Suryaman selaku perwakilan dari PUSPEKA Kemendikbudristek memberikan pembekalan, bagaimana cara mengenali, mencegah dan melaporkan jika ada tanda-tanda kekerasan terjadi satuan pendidikan. Pemaparan beliau tentang kekerasan dalam pendidikan bisa kita pakai sebagai landasan mendidik anak di rumah.
Mulai dari membentuk tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TPPK) serta Satgas pencegahan dan penanganan kekerasan. Tak hanya itu, ibu penggerak di komunitas sidina mendapat pembekalan kemana mereka harus melapor ketika terjadi kekerasan di satuan pendidikan. Apalagi, sudah ada penandatanganan nota kesepahaman dengan Kemendagri, Kemenag, Kemensos, KPPPA termasuk tiga lembaga yaitu KPAI, Komnasham dan Komnas Disabilitas. Penandatanganan itu mewujudkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) tanggal 8 Agustus 2023.
Baca juga: Adakah Ibu yang Baik? Sebuah Refleksi Untuk Pemahaman Kanan dan Kiri
Harapan besar orang tua adalah sekolah menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak-anak untuk belajar. Dan anak-anak tidak lagi menganggap sekolah menjadi tempat yang menakutkan untuk belajar. Sampai di sini setuju?
Invitasi dan Diskusi
Meski bernama sosialisasi, tapi acara tersebut jauh dari kata formal dan cenderung santai. Meski pembicara adalah orang ahli, tapi tak menggurui. Ini sama dengan konsep yang komunitas sidina bawakan yaitu tentang penyebaran praktik baik merdeka belajar dengan cara yang menyenangkan.
Ibu-ibu di dalam komunitas ini tidak ada senior atau junior dan semua setara sebagai seorang ibu yang membersamai anak belajar di kurikulum merdeka. Seru, gokil tapi enggak tengil cocok kusematkan dalam komunitas ini.
Siapkah kita sebagai ibu untuk bergerak?
Kamu bisa saling berbagi di kolom komentar tentang pengalaman merasakan belajar bersama anak di kurikulum merdeka. “Eh, aku belum menikah mbak?”
Baca juga: Review Super Parent: Mengasuh, Mengasihi dan Empati
Tenang, kamu juga bisa berbagi pengalaman kok seputar merasakan belajar di kurikulum merdeka ini? Apapun komentarmu, tetap gunakan bahasa yang sopan ya, semata-mata agar kamu punya jejak digital yang baik.
Happy, Tuesday!
Comment
Terimakasih
Yukk berlari bersama sidina comunity
Aaaaakkk sungguh menginspirasi sekali Buuuu, dukungan selalu menjadi obat termujarab bagi para Ibu ❤️
keren resumenya kak 💖
Di sekolah anak kedua saya, di salah satu SMA negeri di kota kami menerapkan kumer, Mbak. Dia cocok, dia jadi senang mencari tahu dan memang saya dan ayahnya jadi lebih aktif mencari tahu berbagai hal 😊
Btw, saya juga bergabung dengan Sidina, ikut ToT Fasilitator November lalu di Tangerang. Alhamdulillah banyak insight 😍
Lo … Lo … Mbak Mugniar! Sungkem dulu ini sama Fasilnya. Fasil daerah mana mbak? Next time moga bisa bertemu di acara-acara besar Sidina ya mbak. 😀
Insight yang bagus mba, saya jadi tau ttg penerapan kurikulum merdeka, karena di sekolah anakku belum diterapkan kurikulum tsb. Soal ibu harus menjadi stand up komedian, sepertinya saya harus banyak belajar nih sama Sidina Community, karena tuntutan pendidikan anak skrg boro2 mau ngajak ketawa, liat anak banyak ulahnya di sekolah dan dibawa lagi ke rumah, saya sudah mengeluarkan tanduk, hihihi
Hahaha, sama mbak. Yang penting kita sama-sama belajar buat yang terbaik untuk si anak ya mbak. 😀
Menarik mbak, saya penasaran dengan ibu penggerak ini, ingin tahu lebih banyak
Kurikulum merdeka ini menarik konsepnya, anak bisa belajar apa saja dengan cara yang mereka sukai
Monggo mbak, bisa gabung sama komunitas sidina. Colek aja instagramnya, di sana ada cara mendaftar menjadi member juga. 😀
wah aku baru daftar Sidina mba, baru beberapa bulan join groupnya. aku ada di group jawa barat dan banten. salam kenal ya mba ^^ semoga aku bisa ikut juga pelatihannya
Betul banget bu, kadang kita suka ga sabar an ngajarin anak padahal namanya belajar pasti pernah salah
Dengan menjadi komedian anak, anak pun bisa menjadi lebih dekat dengan ibunya. Rasa nyaman inilah yang membuat mereka bisa belajar lebih maksimal.
Kadang kala Ibu Ibu secara tidak sadar membuat dirinya sendiri tidak berdaya dengan meremehkan peran Ibu Rumah Tangga. Perasaan meremehkan diri inilah yang jadikan Ibu ibu itu kaya lebih mudah emosian sama anaknya. O iya meskipun garing, kadang jokes ibu ibu itu diperlukan juga buat proses bonding ya
Benar banget.. Bisa dibilang bahwa Ibu itu adalah sekolah pertama nya untuk anak.. Jadi sabar dan juga pandai mengontrol emosi itu penting. Apalagi di kurikulum merdeka anak dituntut untuk aktif bertanya demi perkuat tumbuh kembang karakternya
Pertama kali baca judulnya menarik nih. Dulu awal Saya memutuskan resign dan menjadi ibu rumah tangga memang sempat minder. Terutama dengan komentar orang luar yang tidak mengerti, seperti, “sayang, ya, ilmunya nggak kepakek.”
Padahal ilmu yang saya dapat malah kepake banget saat saya jadi ibu rumah tangga dan mendampingi anak. Apalagi sekarang kan sudah ada edukasi terkait pendidikan keluarga yang sebenarnya itu inti pendidikan anak, sekolah hanya pendidikan kedua.
Cukup relate nih sama judul artikelnya, Mbak. Memang ngajarin anak tuh nggak boleh terlalu keras ya, biar anak juga nggak tertekan.
Ah iya sebenarnya ibu rumah tangga ini menjalankan berbagai profesi sesungguhnya sepanjang usia ya …
Tertarik nih gabung jadi ibu penggerak juga jadinya
Sebagai ibu baru yang anaknya masih belum sekolah, saya selalu menyimak tentang perkembangan kurikulum. Biar nanti pas anak udah sekolah saya enggak kaget.
Kali ini saya dapat pencerahan yang bagus tentang kurikulum merdeka. Plus minusnya apa aja, jadi tahu nih saya. Terima kasih ya, Mbak.
Terasa sekali ya bagi para orangtua kerempongan kurikulum merdeka. Tapi tentu dengan adaptasi dan niat baik mengingat tujuan kita mendidik anak dengan maksimal kita bisa mencapai segala tujuan kurikulum dengan versi terbaik masing-masing
MashaAllaa~
Tulisan yang relate banget. Betapa jungkir baliknya seorang Ibu untuk membuat anak tetap sehat, ceria dan mudah dalam menerima materi di sekolah. Merdeka belajar memang terkesan lebih ringan, tapi ternyata implementasinya tetap butuh kerjasama dan ketekunan berbagai pihak.
Jadi beneran kudu banyak belajar.
Ya, belajar komunikasi produktif lagi sama anak, belajar materi yang mudah dipahami anak, belajar semua mua yang bikin anak merasa nyaman bersama orangtuanya.
Salah satu sebeb saya benci matematika ya itu, guru marah dan hukuman. Kalau caranya menyenangkan, anak anak juga senang dengan belajar
ibu – ibu hebat
Menarik tentang kurikulum merdeka ini. Belajar sesuai passion. Sudah ga zaman dijejali hitungan dan hapalan melulu. Thx infonya
Sebenarnya kurikulum merdeka menurut saya itu lebih mudah dan leluasa, tapi karena budaya pendidikan di beberapa tempat yang harus tunduk patuh pada guru dan juga isi buku, jadi terkesan susah. Pendidikan itu identik dg baca tulis di dalam kelas, padahal era sekarang sudah tidak harus seperti itu
Seruuu banget bahasannya!
Kurikulum ini tuh emang bikin ibu harus beneran aktif dan terlibat di pembelajaran anak ya.
Aku belum ada di fase ini tapi baca artikel ini jadi punya ancang-ancang harus bagaimana nanti mendampingi anak belajar. Semoga diberi kesabaran seluas samudra hahaha
BTW aku pernah ikut sebuah acara daring, zoom meeting gitu, dengan Komunitas Sidina ini … kayake Sidina, atau apalah gitu yang bekerja sama dengan Sidina. Keren, kere. Luar biasa antusiasme para ibu untuk memahami kurikuklum merdeka. Tatkala itu topik perbincangan memang merdeka belajar.
Belum jadi ibu, bukan guru, dan tidak pernah merasakan langsung kurikulum merdeka seperti apa. Tapi dari cerita-cerita yang saya pernah dengar kurikulum merdeka ini cukup menantang dan membuat semua stakeholders harus siap beradaptasi. Tentunya kebijakan kurikulum merdeka ini tujuannya baik, semoga semua yang terkena dampaknya mendapatkan hikmahnya
kurikulum merdeka ini, tidak hanya anak-anak aja sih yang belajar, tapi orang tua khususnya Ibu juga harus bisa kembali belajar lagi, harus bisa menyeimbangi anak-anak dalam belajar lagi ya termasuk jadi komika juga sih ya saat belajar biar anak gak tegang-tegang amat.
Sangat menarik, btw aku belum jadi ibu jd blm tau rasanya ngajarin anak belajar.
Yang pasti para orang tua harus siap dgn perubahan yg sifatnya tiba2 dan paling mudah senyumin aja kali ya
30 Responses