Penulis : Dinda Pranata
Siapa di antara kita yang kalau lihat cermin bawaannya ngitungin kerutan di dahi? atau siapakah di antara kita yang kadang merasa aneh, lihat oma-oma di sebelah rumah yang pede main tiktok dengan pakaian berwarna mentereng, ya … sambil njulid, “ini aku yang tua atau situ yang gaya hidupnya terlalu muda ya?” Hmm … kayaknya banyak yang mau angkat tangan ya!
Ini lah fenomena yang lagi tren tapi enggak ngetren-ngetren amat! Namanya, fenomena Ageisme. Fenomena ini bukan lah hal baru di sekitar, tapi istilahnya saja yang booming beberapa waktu belakangan.
“Mbak, mbok ya kasih istilah yang gampang dicerna gitu?”
Kalau Aku Tua, Memang Kenapa sih!
Oke, begini aku jelasin ya! Ageisme itu semacam diskriminasi/prasangka/stereotip tertentu pada seseorang yang berkaitan dengan usia mereka. Sering kali stereotip tertentu melekat pada angka yang ada pada KTP dan acapkali faktor angka itu jadi tolak ukur dalam menilai berbagai hal. Padahal apa sih salahnya usia sampai dijulid mulu!
Misalkan nih, usia kepala tiga atau lima acap kali lo dianggap gaptek, pikunan bahkan sampai ada yang bilang orang tua itu lemah dan enggak bergairah dalam beraktifitas. Eh, tapi tunggu dulu meski ada sebagian orang yang seperti di atas, tapi kan tidak semua orang tua seperti itu. Coba deh jangan terlalu men-generalisasi sesuatu.
Baca juga: Ketika Sekolah Mau Menghemat Sampo, Jadilah Hukuman Mencukur Rambut
Pernah enggak kamu tahu cerita seorang nenek yang berhasil lulus S1 saat usianya 78 tahun. Nenek Asal Surabaya bernama Chamimah itu sudah mengajar di TK selama 57 tahun lo. Ini bukankah mematahkan bahwa usia itu hanya sekedar angka dan bukan serta merta menjadi alasan bahwa kita yang tua enggak boleh punya semangat anak muda.
So, bagi kita yang merasa tua di angka bisa dong mulai sekarang bilang, “kalau aku tua, emang kenapa sih? njulid amat!” lalu ikuti pola gaya hidup sehat agar kata-kata kita enggak sekedar bualan.
Aku memang Muda, Memang Enggak Boleh!
Beda yang tua, beda lagi yang muda. Jangan merasa jumawa dulu deh! Meski usia muda, usia muda enggak lepas juga kok dari yang namanya fenomena ageisme. Kita mungkin sering dengar stereotipe tentang generasi muda seperti generasi millennial dan Gen Z yang dianggap seperti generasi stroberry, techno-nerdy, stylish, up-to-date dan kata sebagian orang itu mereka manja.
Sebelum berprasangka, coba deh kita lihat sekeliling, misalkan ke adik sendiri atau anak sendiri. Generasi muda sekarang tekanannya lebih besar daripada kita dulu lo. Mereka enggak hanya bersaing dengan para manusia di luar tapi juga para mesin serta robot. Belum lagi perjuangan untuk naik ke tangga karir enggak cuma senggol bahu orang, tapi berhadapan dengan mesin yang belum bisa punya perassaan. Beban finansial, psikis serta fisik lebih melelahkan lo.
Buat yang muda-muda nih, kalau di-julid tetangga atau rekan berusia matang karena perkara umur, coba deh mulai bilang, “kalau aku muda, memang enggak boleh …!” Bisa kalian isi dengan berpendapat/mengeksekusi proyek/yang lainnya sesuai dengan situasi ya! Tapi tetap ingat untuk sama-sama tidak menjulid orang yang usianya lebih tua dari kita.
Baca juga: Jurusan Kuliah Keren, tapi Cari Kerjanya Senewen
Si Umur Berkata, “Ya Elah, Salahku Apa sih?”
Fenomena Ageisme ini enggak bisa kita sepelekan, gengs. Pasalnya sudah banyak hal yang kurang menyenangkan berseliweran perkara masalah umur di KTP. Bahkan, di beberapa negara besar kasus-kasus ageisme ini menjadi perhatian pemerintahnya lo. Contohnya seperti di Amerika, Jepang, Inggris, Korea Selatan dan beberapa negara maju lain.
Banyak dampak yang timbul akibat stereotip yang berkembang di masyarakat tentang perkara umur ini. Dampaknya bisa mempengaruhi individu, lingkungan sosial sampai yang terbaru kondisi kesejahteraan sebuah negara. “Ses, apa ndak terlalu jauh?”
“Begini ya, Ses!” kata Narator mulai menjelaskan.
Jika kasus ageisme ini tidak tertangani dengan baik, maka dampaknya bisa pada individu, masyarakat bahkan generasi itu sendiri. Seperti gap antar generasi yang semakin tajam. Kondisi ini bisa menyebabkan usia muda enggan belajar dari usia tua dan begitu sebaliknya. Kalau tidak mau saling belajar bagaimana kita bisa saling berinteraksi, ya enggak sih?
Lalu juga munculnya kasus-kasus pelanggaran HAM, Misalkan saja masalah kemiskinan di kalangan orang-orang tua. Masalah kesejahteraan dan kesehatan mental seperti kesepian hingga depresi pada kalangan muda/tua. Juga masalah kriminal karena adanya batasan usia tertentu dalam lapangan pekerjaan sehingga memunculkan pengangguran dan meningkatkan tingkat kriminalitas.
Baca juga: Ih, Jurusan Kuliahnya Itu! Nanti Mau Kerja Apa?
“Terus kita harus gimana nih, Ses? Kok jadi merinding sendiri!”
Buat Stok Anti-Ageisme di Kehidupan!
Daripada meributkan masalah umur di KTP yang buat kita saling njulid “aku yang tua atau sana yang gaya hidupnya sok muda”, bagaimana kalau kita buat stok bumbu di kehidupan? Hitung-hitung buat masakan anti-ageisme yang bisa dinikmati semua generasi.
- Jangan cuma tutup botol yang dibuka, tapi juga buka pikiran: Kalau di dapur jangan sibuk membuka tutup botol saja ya. Coba deh sesekali membuka pikiran kita terhadap pengalaman dan pandangan dari semua generasi. Siapa tahu kita (baik tua dan muda) bisa menemukan solusi masalah dari lintas generasi.
- Ajak dialog para sesepuh, jangan dialog sama ChatGPT melulu: Kalau di dapur jangan sibuk dialog sama ChatGPT perkara resep masakan yang kekinian. Coba deh ajak para sesepuh (mama, mertua, nenek, kakek) dialog resep hidupnya, siapa tahu kita bisa buat menu “fusion” yang bikin masalah teratasi. Keren ‘kan?
- Penampilan boleh sih Intelek, tapi ingat untuk tetap edukasi diri: Saking kita ingin terlihat intelek, kemana-mana cuma tanya mbah Google untuk setiap masalah sepele. Coba buka telinga, mata dan hati untuk mendengar pengalaman lintas generasi. Barangkali ada hal yang bisa orang tua/anak muda pelajari dari pengalaman serta tantangan mereka. Tidak pernah ada batasan umur untuk belajar tentang kehidupan.
- Jangan merangkul guling saja, merangkul generasi tua/muda juga perlu: Rangkul semua generasi agar kita bisa saling berlajar satu sama lain. Pergaulan anti-ageisme ini ternyata juga mendukung gerakan dan kebijakan inklusifitas di masyarakat. Misalkan membuat gerakan melek literasi buat para generasi matang untuk sama-sama belajar dari generasi muda yang trendi.
- Memanfaatkan Media Sosial untuk gerakan loving yang anti-aging: Saat banyak yang memviralkan meme-meme bullying tentang umur, kita jangan buru-buru share ke medsos. Sesekali buat sharing lebih loving pada semua generasi. Dijamin deh sharing-mu yang loving ternyata bisa lebih anti-aging daripada kosmetik.
Invitasi dan Diskusi
Aku senang dengan kata-kata ini. Why? karena kehidupan kita itu, dinamis tidak ada yang sama bahkan setelah bertahun-tahun. Termasuk itu umur kok. Kita pasti menua tapi semangat boleh seperti pemuda.
Anyway, ada yang pernah di-julid masalah umur? atau ada yang punya pengalaman menarik seputar usia kalian? Yuk sharing di kolom komentar pengalaman kalian ya!
Eits! Komennya yang sopan da bijak ya, ini semata-mata demi jejak digital kalian tetap bersih.
Source:
Kang, Hyun, and Hansol Kim. “Ageism and Psychological Well-Being Among Older Adults: A Systematic Review.” Gerontology and Geriatric Medicine, SAGE Publications, Mar. 2022, p. 233372142210870. Crossref, doi:10.1177/23337214221087023.
Chang, E. Shien, et al. “Global Reach of Ageism on Older Persons’ Health: A Systematic Review.” PLOS ONE, edited by Antony Bayer, no. 1, Public Library of Science (PLoS), Jan. 2020, p. e0220857. Crossref, doi:10.1371/journal.pone.0220857.
Donizzetti, Anna Rosa. “Ageism in an Aging Society: The Role of Knowledge, Anxiety about Aging, and Stereotypes in Young People and Adults.” International Journal of Environmental Research and Public Health, no. 8, MDPI AG, Apr. 2019, p. 1329. Crossref, doi:10.3390/ijerph16081329.
Comment
Wkkka dlu temen sma ku ada yg pernah komen kayak gitu. “Kamu ga berubah ya, tetap sama kayak dlu.” Aku kira itu pujian. Ternytaa bukan ya. Sepakat sih harus melek digital meskipun usia sudah bertambah. Dan rangkul generasi tua dan muda
Kalau aku di aku dibilang gitu ya cukup bilang makasih saja, tapi kadang enggak dimasukin ke hati. Karena realitanya kita pasti berubah kok, dan semoga berubahnya positif. 😀
Setuju banget umur itu hanya soal angka. Tua bukan alasan untuk berhenti belajar, saya selalu respect kalau ada orang tua yang punya semangat belajar yang tinggi. Jadi ayo saling menghargai, yuk mari lakukan hal-hal positif yang bikin kita makin produktif
Setelah membaca artikel ini, sya ngerasa ada di zona abu2 😅
Umur menua tapi aktifitas masih seperti anak muda.. Tapi punya kontrol & pemikiran yg lebih dewasa itu yg lebih penting
Diskrimasi semacam ini sering terdengar bahkan pernah aku alami juga. Sampai akhirnya pada titik, tidak sehaeusnya aku meremehkan usia orang. Karena aku juga tidak membersamai pernjuangan orang tersebut.
Rasa rasanya hal ini harus dikampanyekan. Agar orang² yang merasa dirinya hebat tidak berbuat semena mena
Orang-orang mungkin lebih ke nggak paham aja maksud beda-bedain umur di beberapa kondisi yah. Karena memang kondisi orang kan beda-beda. Sukanya nyepelein orang itu loh yg bikin gedeg. hash! Kalo si tua atau si muda mampu, kenapa enggak? Toh nggak ngerugiin siapa-siapa.
Aku setuju sih. Kenapa kita enggak saling belajar, kan ya. Itu akan menguntungkan baik buat si tua atau si muda. Tapi ya balik lagi ke realita yang kadang tak semudah idealisme itu. Salut sama orang² yang bisa sabar ngadepin kondisi gap kaya gitu, entah itu muda atau tua. ❤️
pasti pernah sih, ngalamin hal seperti ini.. hal seperti ini, kalo menurut saya pribadi, terjadi karena masyarakat punya standar umum untuk pencapaian apa saja yang sudah seharusnya diraih oleh seseorang di usia2 tertentu.. standar ini tidak sepenuhnya salah, tapi dilihat sebagai hal untuk memotivasi diri aja.. kalo pun belum kesampaian, ya belajar let go aja dulu.. dan kalo liat orang lain belum hidup sesuai timeline standard yang dibuat oleh masyarakat, ya ngga perlu komen yang sampe nyakitin meskipun dg dalih ‘memotivasi’..
btw, great post!
Yes true banget! Aku sepemikiran, kak Feb! Cuma yang bikin rada jengkel kadang standart pencapaian itu dipaksa²in ke pihak dan iya, memang bahasa yang dipakai dengan dalih memotivasi.
Anyway, makasih kak sudah mampir ke sini yak.. ❤️❤️
Nah, aku sama suami sebetulnya bukan tipe yang peduli peduli banget sama umur, buat kita prinsipnya di umur berapapun kita bisa mulai apa yang kita mau dan kita tetap harus belajar.
Dan berhubung pernah muda (eh, sekarang masih muda juga deng, wkwkwk), jadi punya perasaan kalau mereka juga punya potensi besar dan gak mesti kita yang tua selalu bener, bahkan kita bisa belajar dari yang muda.
sekarang aku masih denger di lingkunganku njulid soal umur, memang ada yang agak sensitif juga kalau ada yang nanyain umur dan pernikahan.
Benerjuga sih kalau edukasi diri adalah hal penting juga, aku aja yang berumur sekian ini masih ingin terus belajar dan mengasah skill
Haha..jadi merasa tercubit karena pernah terlintas di benakku komen semacam itu… Trims ya..jadi tahu deh apa itu Ageisme dan bagaimana mengatasinya…
kadang umur bukan patokan sihh, yang muda belum tentu tidak profesional, yang senior juga belum tentu bisa. Kalo bisa saling menghargai lebih baik jadi ada goal yang didapat. Yang muda menghormati yang tua, sebaliknya yang tua menghargai yang muda.
Wah menarik banget nih pembahasannya tua atau muda itu sebenarnya kan bukan tentang lemah ataupun kuat ya. Karena nyatanya pun anak muda banyak loh yang jompo itu pun ada orang tua yang benar-benar di usianya yang senja pun masih fight dan segar titik jadi sebenarnya nggak ada yang perlu di generalisasi dan gak ada yang perlu dikotak-kotakkan.
Kuncinya adalah penting bagi setiap orang menghargai orang lain. Mengingat dunia bukan kita sendiri yang punya. Dan fenomena serta stereotipe ini memang sukar dicegah karena diturunkan dan bahkan dari ratusan tahun lalu.
Ada ungkapan “Yang lebih tua akan selalu khawatir dengan generasi muda”
Bahkan di sejarah kemerdekaan Indonesia saja hal itu terjadi 🙂
Style atau gaya hidup seseorang kadang nggak dipengaruhi usia. Ada yang usianya udah lumayan tapi penampilannya ingin selalu muda, pakai barang branded dan gayanya seperti ABG. Tergantung pola pikir juga sih ya. Soal kemampuan kadang yang muda lebih expert dan lebih mampu kenapa nggak diangkat jadi pemimpin. Yang usianya sepuh pun kadang masih semangat buat mencari ilmu. Sekali lagi usia bukan halangan sih
Ageism ini berasa banget waktu aku tinggal 1 atap yg berisi 4 generasi. Kalau gak ada rasa saling menghargai bakal berar banget karena tiap generasi saling berburuk sangka generasi lainnya. Melelahkan banget.
17 Responses