Home / Pojokan / Sponsored

Mana yang Lebih Sulit, Obsesi Cinta atau Obat Kolera?

Senjahari.com - 23/09/2023

Love in The Time of Cholera Cover

Penulis : Dinda Pranata

Aloha! Aku mau tanya nih, gengs? Menurutmu lebih baik patah hati atau sakit gigi?

“Ya elah, Mbak! Orang cerdas pasti enggak milih dua-duanya dong!” sahut kecut dari pembaca ya.

Begini deh, kalau kamu sakit fisik dan terlihat, kemungkinan sembuhnya besar ‘kan. Dari luka yang terlihat, kamu mulai mikir cari obat atau ke dokter apa (entah dokter gigi, dokter umum, atau dokter lain)/ Tapi bayangin kalau kamu sakit hati, lukanya enggak terlihat di fisik tapi beneran nyata. Kamu juga kadang kelimpungan cari bantuan di mana.

Nah, ini lah (mungkin) alasan dari adanya lagu dangdut pop “lebih baik sakit gigi daripada sakit hati …”

Bicarain sakit gigi versus sakit hati, aku mau bahas salah satu novel keren yang analoginya kurang lebih kaya gitu ya. Judulnya Love in the Time of Cholera karya Gabriel Garcias Marques. Novel ini terkenal banget sampai sudah difilmkan ke layar lebar.

Baca juga: Kenanga yang Memecah Batuan Adat di Novel Oka Rusmini

Bagaimana ceritanya, terus apa hubungan antara sakit gigi tadi?

Love in the Time of Cholera: Cupid Datang di Waktu Tak Tepat!

Love in The Time of Cholera Ilustrasi
Ilustrasi cerita novel

Love in the time of cholera ini berkisah tentang cinta segitiga antara Fermina Daza, Florentino Ariza dan Dr. Juvenal Urbino. Mengambil latar pada pertengahan abad ke-19 di sebuah wilayah di Kolombia.

Fermina Daza ini seorang pendatang yang mana ayahnya sering berlayar dari satu wilayah ke wilayah lain dan setelah ibunya meninggal, perempuan ini kemudian tinggal di sebuah kota pelabuhan di perairan Karibia tersebut. Perempuan ini punya daya tarik sebagai perempuan yang tegas dan lugas.

Di satu sisi kota pelabuhan itu, juga hidup seorang anak laki-laki bernama Florentino Ariza, yang punya kecenderungan sebagai seorang pria romantis di kemudian hari. Florentino Ariza ini justru jatuh cinta pada Fermina Daza. Ia jatuh cinta pada pandangan pertama, ketika dirinya bertemu Fermina Daza di sekolah biara di kota itu. Meskipun ia tahu Fermina tidak bisa ditembus dengan rayuan puisi receh miliknya.

Konyolnya lagi, ia menyusun strategi agar pertemuan itu secara alami. Ia berpura-pura membaca di bawah pohon di taman dekat sekolahnya atau menunggunya sambil berbincang dengan teman Fermina di sekolah itu.

Baca juga: Review Little Grey: Dari Hatred ke Self-Love

Demi apa coba? ya demi bisa melihat si cewek pujaan, meski ia sendiri maju mundur untuk sekedar berkenalan. Kode-kode Ariza ini kemudian diterima oleh si Bibi dari Fermina bernama Escolastica, yang akhirnya berhasil menyatukan mereka.

Kerumitan terjadi ketika sang ayah, Lorenzo Daza ini tahu, kalau si Fermina punya pacar. Fermina Daza yang punya karakter tegas pun langsung dijauhkan dari jangkauan si Ariza. Ayahnya mengusir bibinya dan membawanya pergi berpetualang ke beberapa tempat. Bahkan sang ayah, berani melabrak si Ariza ini untuk menjauh dari putrinya.

Kondisi hubungan mereka kian kusut, sampai ketika Fermina kembali ke kota pelabuhan itu dalam keadaan putus asa. Hingga muncullah pihak ketiga bernama Dr.Urbino yang merupakan orang terpandang di kota itu yang turut serta mencintai Fermina Daza.

Bagaimana rumitnya? sudah kebayang?

Obsesi Cinta atau Obat Kolera?

Love in The Time of Cholera Esensi
  • Toxic Relationship yang enggak ada obatnya

Ini salah satu novel yang menurutku kadang bisa membawa trigger bagi yang pernah patah hati ya, apalagi patah hatinya karena hubungan toksik. Kamu akan menemukan bagaimana perjalanan cinta ketiga orang ini sepanjang novel begitu dekat tapi tidak lekat, menjauh tapi saling mendekap.

Baca juga: Kucing Bernama Dickens: Kisah Peliharaan dan Proses Penyembuhan

  • Masa-masa di mana kamu bisa melihat perbudakan dan perzinaan secara bebas

Selain memang era di pertengahan abad ke-19 ini masih dalam pengaruh kolonialisme, sehingga perbudakan menjadi salah satu hal penguat unsur latar waktu di cerita ini. Di tengah perjalanan obsesi cinta si Ariza, Fermina Daza dan Dr. Urbino ini, akan banyak sekali berseliweran kisah-kisah para budak. Apalagi ketika si Ariza ini benar-benar kehabisan ide dalam pelampiasan obsesi cinta, kadang apa yang dilakukannya enggak sehat lo.

  • Perempuan adalah pihak yang lemah dan pengemis cinta

Kaum perempuan pada abad-abad itu terasa sangat rendah. Utamanya ketika kamu membaca pada tokoh-tokoh wanita yang berhubungan dengan Florentino Ariza. Meski tergambar bahwa si Ariza ini sosok pria yang menjunjung tinggi wanita, namun kenyataannya dalam cerita terasa berbeda. Salah satunya aku berkenalan dengan sosok Leona Cassiani.

  • Kalangan kelas atas yang dapat obat cinta sementara kalangan bawah dapat wabah kolera

Yap, istilah ini akan kamu lihat tidak hanya secara implisit tapi juga eksplisit. Bagaimana peran status sosial bisa begitu berpengaruh di masa itu terutama untuk kaum perempuan. Kaum perempuan yang berasal dari golongan menengah ke bawah seperti Fermina Daza, derajatnya akan naik ketika menikah dengan Dr. Urbino. Sementara Dr. Urbino memperoleh obat cinta ketika penyakit ini melandanya, berbeda dengan lingkungannya perlu berjuang untuk obat kolera.

Apa sih kesan selama membaca novel Love in the Time of Cholera ini?

Review PoV Senja Hari

Quotes LOve in the Time of Cholera halaman 374
Quotes LOve in the Time of Cholera halaman 374

Ini buku yang lama banget bisa habis, at least aku butuh hampir dua setengah bulan buat baca satu buku dengan tebal 643 halaman ini. Wow! Dari yang bikin enggak happy deh!

Baca juga: Lebih Putih Dariku: Antara Ibu dan Babu

  1. Bukunya bikin ngantuk. Buku Gabriel Garcia Marquez memang identik dengan narasi-narasi yang eksotis. Bahkan ketika aku baca buku si penulis pertama kali, kalau enggak salah judulnya Jenderal dan Labirinnya, memiliki pola penulisan yang serupa. Sepertinya memang ini ciri khas dari si penulis untuk menekankan kekuatan narasi. Tapi bagiku kebanyakan narasi buat aku mengantuk dan cenderung sulit menegaskan karakter tokohnya.
  2. Kurang greget dari segi penokohannya. Penokohan dari karakter Fermina Daza menurutku bisa dibuat lebih badass lagi lo! Sayangnya apa yang aku harapkan dari Fermina ini enggak kesampaian. Karakter ceweknya cenderung plin-plan alih-alih tegas dan cerdas ya. Juga untuk penokohan Dr. Urbino yang kurang tereksplor pada bidang kedokterannya dan hanya sekelibat memeriksa pasien semata.
  3. Mengedepankan unsur-unsur kelaki-lakian. Aku seperti merasa dua buku yang kubaca dari Gabriel ini punya unsur yang serupa, yaitu menjunjung tinggi sifat kelaki-lakian. Asumsiku-masih asumsi ya, bahwa penulis berusaha memaparkan situasi sosial yang nyata terjadi di era itu yang memang memandang laki-laki dari sudut padang maskulinitas-nya.

Apa yang bikin aku happy ketika baca buku ini.

  1. Bukunya yang kaya akan kosakata yang menunjukkan nuansa. Ini salah satu keuntungan membaca buku dengan deskripsi yang lebih banyak. Banyak kosakata yang menunjukkan nuansa perasaan yang terkadang sulit terdeskripsikan. Ini juga menjadi daya tarik buku dari Gabriel Garcia yang terkenal dengan narasi-narasinya yang apik tidak hanya dari buku ini bahkan di karya Jenderal dan Labirinnya.
  2. Alur cerita yang mudah kita pahami. Secara alur meski kadang lompat sana sini, tapi melompatnya masih linier dengan tokoh siapa yang penulis ceritakan. Ini cukup berbeda jauh dengan novel penulis yang kubaca sebelumnya, yang lompatan kisahnya bisa lompat dari satu tokoh ke tokoh lain dan membuatku setengah keblinger.
  3. Realitas kehidupan rumah tangga. Ini yang aku suka, karena memang realitas kehidupan rumah tangga jauh dari kata romantis. Ada perseteruan mertua, menantu dan kegelisahan laki-laki yang ada di tengahnya. Buku ini jadi terasa kompleks dan padat meski tebal ya.

Invitasi dan Diskusi

Ada enggak yang sudah baca buku karya Gabriel Garcia Marquez? atau masih rencana masukin ke daftar nih? Aku spill di mana kamu bisa beli buku ini ya.

Kamu yang sudah baca atau baru mau masukin ke daftar belanja bahkan punya kesan tersendiri dari buku yang kamu bica, bisa berbagi pengalaman seputar pengalaman di kolom komentar!

Eits, tapi ingat juga komentar yang bijak ya. Ini semata-mata agar kamu punya jejak digital yang baik.

Happy Saturday!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

*

Post comment

Comment

Jangankan membaca novel percintaan, sudah masuk bioskop pun jika isi filmnya cuma cinta-cintaan, aku bisa tidur pulasss.. hahaha.. jika tidak ada unsur fantasi atau sejarah perjuangan seorang tokoh besar, rasanya novel tebal tidak menarik dibaca. Beda halnya jika ada unsur fantasy semisal Novel Fire & Blood, Song of Ice and Fire, atau kisah perjuangan dari tokoh besar yang nyata, novel/buku 1000 halaman pun akan terasa menarik dan dilahap dalam waktu cepat.

aku suka gaya bahasanya! semangat menulis!

sepertinya cukup keren isi ceritanya namun agak berat yaa. aku langsung terpaku pada kalimat “dekat tapi tidak melekat, jauh tapi saling mendekap”, duuh rasanya kek mak jleb banget. thanks atas sharing bukunya

Selalu ada velue yang bisa kita petik dari sebuah cerita. Apalagi dari sebuah novel yang memiliki 643 halaman.
Thanks sudah kasih review dan atau resume novelnya. jadi gak perlu baca novelnya, cukup baca artikel ini sajah. ahahahaha…..
Salam kenal n salam bloggerHub Nusantara
wahono secret

kok keren kak bisa menyelesaikan buku yg bikin ngantuk wkwk. klo aku sudah aku singkirkan sih apalagi klo ngebosenin. tapi se ngebosenin” novel romance pasti akan ada sisi penasarannya ga sih wkwk apalagi percintaan yg seringkali selalu bikin menarik.

Buku yang menarik, aku jadi penasaran pengen baca juga πŸ™‚ karena selama ini aku lebih suka buku fiksi lokal daripada buku terjemahan. Tp sepertinya buku ini patut dicoba πŸ˜‰

Belum ada kesempatan untuk baca novel lagi, tapi ini akan saya jadikan wishlist (walaupun di rumah juga masih banyak yang belum dibaca πŸ™‚ Cuma yang buat saya penasaran adalah, dengan premis yang sederhana tadi, “cinta segitiga, toxic relationship” kenapa bisa 600++ halaman hehe. Berarti begitu banyak intrik di dalamnya yaa.

Saya selalu semangat kalau baca buku yang latar belakangnya zaman dulu, dan sepertinya saya penasaran dengan buku Love in The Time of Cholera yang menceritakan suasana abad pertengahan 19.

Kak, saya menggaris bawahi jejak digital yang baik dengan komentar yang positif … itulah yang ingin aku sampaikan juga ke semua temanΒ² dengan cara menulis blog … 😊 kalau bukunya Gabriel belum pernah baca … biasanya harlequeen … itupun memang ada kantuknya asal ada yg dibaca saja sich … aku masukin daftar tunggu untuk ku baca ya … terima kasih

Hastinpratiwi.com

Aku gak berani baca novel beginian, Kak. Bisa baper dan serasa masuk ke abad 19 yang melatarbelakanginya. Makanya, daku lebih suka baca buku-buku motivasi dan nonfiksi. 🀭 Namun, aku suka kosakata dan kalimatnya yang puitis, dalam, dan penuh makna.

Patah hati itu memang sulit cari obatnya kecuali dari orangnya sendiri yang mau move on. Jadi ingat film Little Missy zaman aku kecil dulu. Kisah cinta dengan latar belakang perbudakan memang sukses buat pembaca/penonton emosi.

Sangat menarik, jadi penasaran sama isi nya.
Semangat menulis nya kak, mantap

Penjahit Alamanda

Membaca novel bisa menambah fantasi dan kosakata baru yang kadang unik.

saya terhipnotis dengan review-annya mbak, bisa sedikit paham dengan novelnya walau saya belum pernah baca, btw Fermina akhirnya dengan Dr. Urbino atau pie ya mbak ? jadi pinisirin πŸ˜€

Kisah romance klasik kaya gini selalu buat baper dan mix feeling gitu ya. Ditambah dengan latar budaya yang berbeda pasti buat penasaran. Nice review kak!

Wah, keren sekali ulasan novelnya. Tapi sayang, aku belum pernah baca novel ini. Tapi ini akan jadi list wajib aku nih.

Tulisan yang sangat bagus karena mengulas sebuah karya sastra novel yang amat terkenal. Tapi, saya sendiri belum pernah membaca novel ini. Semoga ke depannya saya bisa membaca karya Gabriel Garcia Marquez ini.

Saya sudah membaca buku ini, dan sungguh epik sekali kisahnya, Florentino Ariza harus menunggu sampai 50th lebih untuk cintanya kepada Fermina Daza, banyak sekali pernik-pernik kisah yang ditawarkan di buku ini, ditambah diksinya juga enak banget buat dibaca

Aku justru ngerasa si Ariza ini obsesi sama si Fermina kak. Entah mungkin karena fiksi ya, jadi agak dibuat dramatis. Tapi aku bener-bener suka diksinya dan itu salah satu kelebihan si penulisnya, In my opinion ❀️❀️

Thank you ya, sudah mampir ke sini ❀️

Kayanya ini novel bikin imajinasi menjadi semakin “liar” deh. Mengingat latar belakangnya zaman masa lalu, jadi makin tertarik dan ingin menjadikan novel ini readlist

20 Responses