Penulis : Dinda Pranata
Saat kita masuk ke dapur, secara otomatis membuka kulkas dan melihat pilihan bahan makanan yang bisa kita olah menjadi makanan. Seringkali ketika kita membuka kulkas saking banyaknya pilihan bahan atau hmm … justru bahannya terbatas kita jadi merasa kebingungan sendiri mau memasak menu apa.
Apakah kita ingin mencicipi nasi goreng khas Jawa dengan sayur yang melimpah, soto ayam berkuah gurih, atau rendang sapi yang empuk dan pedas? Atau mungkin kita malah pengen makan hidangan internasional semacam burger, pizza veggie atau salad karena sedang diet?
Tapi nih, Sebelum mulai memasak ada hal krusial yang sering kita lewatkan saat memilih menu-menu makanan tersebut. Pernahkan kita lebih kritis dalam memilih bahan-bahan makanan dan cara pengolahan di dapur saat membuat menu-menu itu. Misalkan saja bagaimana sayur-mayur dan daging yang dihasilkan oleh produsen? Apakah mereka menggunakan produk kimia di dalamnya dan bagaimana pengolahan makanan sampai konsumen?
Green Ingridients atau Green Washing di Dapur Bumi
Food sustainability adalah upaya untuk membuat atau memproduksi makanan yang ramah lingungan, menggunakan sumber energi yang bersih dan meningkatkan kesejahteraan semua lapisan masyarakat. Dalam penerapan food sustainability setidaknya ada tiga isu penting.

- Ketahanan pangan: suatu kondisi di mana semua orang memiliki akses yang cukup terhadap makanan yang aman, sehat dan yang sesuai dengan lingkungan budaya mereka. Ketahanan pangan juga termasuk ketahanan bahan pangan terhadap faktor bencana alam, perubahan iklim, konflik dan krisis ekonomi. Namun pada kasus yang ditemui di lapangan isu ketahanan pangan ini menjadi sangat berbahaya bagi keberlanjutan ekosistem bumi. Contohnya di Gunung Mas salah satu wilayah di Kalimantan Tengah, setidaknya hampir 700 ha deforestasi hutan untuk kepentingan food estate. Dari pembukaan ini, Indonesia sudah melepaskan sekitar 61.000 karbon.
- Kesehatan pangan: Bahan-bahan makanan yang seseorang konsumsi bebas dari zat berbahaya bagi kesehatan dan ekosistem. Itu artinya bahwa bahan makanan yang dikonsumsi memiliki kualitas yang baik dan seimbang. Namun lagi-lagi, kasus yang terjadi di lapangan masih banyak pengelola bahan makanan baik itu dari sektor pertanian, perikanan dan peternakan yang melakukan praktik green washing demi memikat konsumen. Contoh nyatanya adalah yang terjadi pada PT SMART, tbk yang merupakan perusahaan kelapa sawit. Perusahaan itu justru terlibat dalam praktik green washing setelah terbukti terlibat dalam deforestasi.
- Keberlanjutan lingkungan yang meliputi bagaimana produksi, distribusi dan konsumsi pangan yang tidak merusak ekosistem alam. Keberlanjutan lingkungan ini mendorong penggunaan energi terbarukan sebagai bahan bakar produksi, distribusi dan konsumsi pangan. Sayangnya, penerapan keberlanjutan lingkungan dalam sektor pangan masih ternilai rendah, contohnya adalah bagaimana sayuran hijau disemprot menggunakan pestisida kimia yang tidak aman bagi konsumen atau hewan di sekitar.
Meski bernama green ingridient, tapi proses green ingridient itu tidak sehijau kenyataannya. Lalu mungkinkah anak muda sekarang bisa membantu mengurangi carbon footprint di dapur bumi ini?
Baca juga: Over Populasi Hewan Domestik. Saatnya KB Pada Hewan?
Ngobrol Makanan dan Keluaran Menunya
Dapur bumi makin lama makin berantakan. Sayuran yang semula hijau dalam waktu lama, bisa layu dalam hitungan menit kalau enggak diseprot cairan kimia. Kulkas di dapur bumi tampaknya tidak bisa berfungsi karena pengatur suhunya sedang kacau. Kalau tidak bertindak, apakah kita yakin bisa menyajikan makanan yang baik?
Salah satu komunitas bernama Eathink juga berpikir serupa pada keseruan acara tanggal 20 kemarin. Mbak Jacualine pun ngobrol isu jejak karbon dari masalah makanan yang kita konsumsi. Semisal kita penggemar steik daging saja, olahan mahal dan enak itu menyumbang setidaknya 28 kg/kg daging sampai 36kg/ kg daging pelepasan gas CO². Bagaimana kita yang sedang diet, sehingga mengkonsumsi salad ayam? Salad ayam menghasilkan setidaknya jejak karbon yang lebih kecil.
Itu masih dalam menu yang diolah lo ya! Kalau ternyata dari makanan yang kita makan tidak habis dan menjadi food waste tidak terolah, jejak karbon akan bertambah. Dalam sebuah studi nih tiap orang di dunia membuang 8,7 kg daging sapi per tahun, jika kita kalkulasi maka setidaknya manusia penggemar steik daging yang tak tak habis bisa menyumbang pelepasan 278,4 kg gas karbon. Apa sebaiknya diet?
Chef untuk Bumi yang Mulai Bergerak

Sementara kita diet untuk tampil cantik, tapi lupa kalau diet ini tak melulu soal cantik melainkan jadi sehat. Nah, salah satunya adalah dengan menggunakan konsep diet karbon. Apaan tuh, neng?
Diet karbon merupakan konsep diet yang bertujuan untuk mengurangi jejak karbon dengan mengkonsumsi makanan yang sehat seperti mengatur kecukupan karbohidrat, mengurangi makanan mengandung pemanis buatan, mendorong konsumsi makanan rendah lemak.
Baca juga: Karhutla Vs Selfie: Mengupas Tren 'Bakar, Shoot, Share'
Diet karbon ini juga diterapkan dan diupayakan oleh salah satu komunitas Skelas Siak yang memberdayakan UMKM untuk mengolah makanan yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan menggunakan green receipt dari dapur bumi. Salah satu produk yang berhasil mereka bawa adalah produk minuman nanas. Nanas sendiri nyatanya bisa ditanam di lahan gambut dan tentu saja buah ini bisa menyelamatkan lahan gambut yang terus terkikis akibat pemanfaatan lahan.
Lalu juga ada pemanfaatan ikan gabus dengan membudidayakannya agar lahan gambut tetap basah. Ikan gabus yang hasil budidaya ini nyatanya bisa memberi dampak pada banyak masyarakat Siak, Riau. Mereka bisa mengolahnya dengan menjadikan makanan rendah lemak dan menyehatkan. Ikan gabus bisa kita olah jadi tepung, bisa makanan kukus, atau panggang. Terus kalau chef-nya sudah ada, makanannya sudah terpikirkan, bagaimana proses mengolah makanan di dapur bumi?
Cara Masak yang Tak Biasa

Mengolah makanan dari lahan untuk bisa sampai ke perut ini prosesnya tidak bisa sembarangan. Mulai dari memilih bahan untuk green receipt sampai energi apa yang kita gunakan saat memproduksi produknya. Apalagi kalau kita bicarakan masalah perubahan iklim yang kian hari kian mendekati cewek-cewek lagi PMS. Pagi kadang dingin, siang panas menyengat dan malam jadi dingin lagi. Sebelum berangkat ke pasar saja nih, para chef di dapur bumi pasti sudah berfikir, “nanti makan apa ya?” dan “enaknya nanti olahannya jadi seperti apa ya?”
Nah, dalam pemikiran pengolahan jadi apa ini biasanya enggak lepas dari energi yang akan kita pakai di dapur bumi. Isu transisi penggunaan energi ini kian santer lo mengingat kita dalam radiasi panas yang menyengat. Semakin banyak komunitas lingkungan dan energi yang mendorong banyak pihak segera mengganti energi tak ramah lingkungan, baik itu di dapur bumi kelas rumah tangga dan penghasil listrik, ke energi hijau.

Salah satunya komunitas trend asia yang kebanyakan masih diisi oleh anak-anak muda pegiat energi dan lingkungan. Mereka mendorong pemerintah dan masyarakat untuk mengganti penggunaan energi untuk memasak/menghasilkan olahan ke yang ramah lingkungan. Apalagi masih banyak lo baik itu rumah tangga dan industri yang menggunakan energi tak ramah lingkungan seperti gas alam, batu bara, dan yang paling baru malah pemerintah berencana menggunakan nuklir dalam proses pengolahan produknya (listrik). Serem apa serem banget nih?
Baca juga: Inferno Hutan dan Lahan: Jangan Sampai Lakukan Hal Sederhana Ini!
Padahal di dapur bumi sendiri banyak sekali sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan seperti tenaga matahari yang enggak ada habisnya, ada juga tenaga angin dan air. Kalau mau buat listrik kenapa enggak diperbanyak PLTS-nya? kalau lahannya kurang, kenapa enggak mau pakai gedung-gedung terbengkalai bekas proyek mandek? dan masih banyak ‘kenapa enggak’ yang lain.
Invitasi dan Diskusi
Di dapur bumi yang penuh dengan orang memasak baik bahan makanan, produksi barang sampai produksi energi kita bisa #bergerakbedaya untuk mulai menggunakan energi bersih. Kita bisa mulai menggunakan green receipt untuk memasak di dapur bumi. Green receipt itu bisa mulai dari menanam sayuran yang berdampak baik bagi ekosistem, sosial dan budaya. Lalu metode masak yang menggunakan energi terbarukan dari ekosistem hijau di bumi (matahari, air, angin). Serta tak lupa jumlah hasil produksi tentu jangan berlebihan mengingat bumi juga punya kapasitas dalam daya tampungnya.
Yuk bersama dengan #EcoBloggerSquad dan para komunitas warrior mendukung resep hijau bumi untuk amunisi perang melawan global boiling. Jadi, mau menu apa hari ini?
Punya pengalaman memasak yang unik menggunakan green receipt di bumi? atau kalian punya opini terkait resep hijau di dapur bumi? kalian bisa share di kolom komentar. Eits! komennya yang sopan dan bijak ya, semata-mata agar jejak digitalmu tetap bersih!
Happy Wednesday!
Source:
https://www.greeners.co
https://brgm.go.id/
https://kompas.com/
Comment
Tentang ikan gabus itu, kalau dibikin pempek termasuk resep hijau gak?
BTW kesadaran utk tidak buang makanan dan bahan makanan wajib dipergencar srjak dini.
Makan makanan dari kebun sendiri adalah cara saya menerjemahkan dapur bumi, Mbak. Tentu saja sangat ingin kelak punya sapi yang kotorannya bisa jadi gas untuk memasak. Unlimited gas, pokoknya. Saya pernah dolan ke rumah teman yang punya 4 sapi perah dan menggunakan teknologi ini.
Setelah baca tulisan ini jadi makin tersadar bahwa ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk melindungi bumi dari penumpukan gas karbon. Food sustainabillity tidak hanya sehat untuk tubuh tapi juga sehat untuk bumi.
jadi lebih paham mbak tentang konsepnya, selama ini masih asal konsumsi aja, mulai coba untuk memperhatikan volume yang dimasak dulu agar tidak berlebihan dan bahan yang dimasak, perlahan mulai bergerak ke yang lain, agar bumi tidak semakin berat bebannya
Sekarang ini bukan lagi saatnya makan sekadar kenyang. Harus dipikirkan bagaimana sebisa mungkin kita tidak menambah beban sampah di bumi ini. Suka sedih kalau lihat makanan yang terbuang, harus bisa lebih me-manage lagi nih agar tidak menyumbang terlalu banyak sampah domestik.
Wah saya penggemar gorengan ini, gak ikan, telor atau cemilan dan pastinya menggunakan minyak goreng dari kelapa sawit. Ternyata perusahaannya juga terlibat praktik green washing. Kudu diantisipasi nih klo bisa dikurangi jejak karbonnya juga dengan makan rebus2an, biar tambah sehat hehe
Saya masih kesulitan menerjemahkan dapur bumi. Apakah yang dimaksud dapur bumi adalah semua makanan yang dimasak di dapur rumah kita masing-masing? Di mana makanan yang dimasak adalah realfood bukan instan?
dapur bumi adalah dapur milik bumi, artinya ya semua bahan-bahan yang diproduksi di bumi kita. Makanan instan kan juga bahannya dari bumi 😀
Wah, terima kasih insight nya, mba. Jadi lebih aware nih dengan kebiasaan diri dalam hal makanan pun kita juga bisa melakukan gerakan ramah lingkungan, yaitu dengan tidak mudah membuang makanan (menyiapkan makanan secukupnya), mengolah makanan dengan bijak dan banyak lainnya yang bisa dilakukan guna menyelamatkan bumi.
Kalau ada pabrik tahu di sekitaran rumah malah bisa tuh diubah jadi bio gas. Jadi gak bakal terpengaruh kenaikan harga gas dan listrik.
Harga carbon saat ini $1 perton. Setiap aktifitas online juga menghasilkan carbon.
Saya menggunakan zero carbon/ carbon neutral ketika online. Dan membayarnya melalui blockchain.
Idealnya memang seperti itu. Tapi ya itu bergantung pada sisi dan kondisi politiknya. Karena ekonomi dan kebijakan itu berkaitan erat dengan politik. Semoga diberi pemimpin yg sadar lingkungan.
Baca ini bikin mikir deh. Auto ngecek ulang masakan aku di dapur sehari-hari. Bikin mikir lagi gimana caranya menghasilkan makanan yang enak tapi tetap menjaga bumi juga. Saat ini sih paling banter yang kami lakukan adalah makan secukupnya, tidak berlebihan. Juga jangan sampai buang-buang makanan. Sisa makanan yang terbuang itu penyumbang jejak karbon terbesar yang merusak bumi. Yuk lakukanlangkah kecil, mulai dari diri sendiri
Makanan yang baik akan membuat tubuh kita baik juga,
Perlu banyak lagi belajar tentang hal-hal seperti ini saya, agar lebih paham lagi tentang green washing
Semoga makin banyak orang-orang yang peduli dengan kelangsungan bumi dan hutan Indonesia, melakukan dari hal-hal kecl mulai dari makanan misalnya, apalagi negara kita masuk dalam salah satu negara penghasil sampah makanan tertinggi. Program KUBISA ini pastinya bagus sekali untuk membantu para pengusaha untuk mulai mengolah makanan dan memberikan dampak baik bagi banyak orang
Keren sekali Kak! Mendorong kesadaran akan food sustainability adalah langkah positif, dan memilih green receipt merupakan langkah yang baik untuk melindungi lingkungan. Semoga semakin banyak orang yang peduli dengan isu-isu ini dan berkontribusi pada perubahan positif.
Aamiin, semoga banyak yang tercerahkan melalui artikel ini. Termasuk aku yang juga ingin menjaga bumi agar tetap sehat dengan melakukan gerakan ramah lingkungan dari sisi makanan yang kita konsumsi.
Kalau dipikir-pikir, nasihat Rasulullah “makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang” juga bisa membantu mengurangi jejak karbon dan menjaga keseimbangan alam ya.
Menarik topiknya. Selama ini masak menggunakan bumbu pada umumnya. Ternyata tidak semuanya ramah lingkungan. Masakan ramah lingkungan hampir pasti lebih sehat juga
Kalau di Islam ada anjuran makan makanan yang halal dan thayyib. Jadi bukan hanya halal, melainkan juga thayyib, yang baik untuk diri sendiri ataupun untuk bumi yang kita huni. Jadi makin paham sama konsep green receipt ini
setuju sekali kak, saat ini harus sudah mulai sadar ya bagaimana mencintai bumi, agar tidak melulu membebani bumi kita harus bisa merawatnya
Food sustainable ini nggak hanya asal masak yaa tapi lebih kritis lagi soal mengolah makanan. Hmmm selama ini aku masak ya masak aja, baca ini jadi berpikir sayuran yang aku dapat dan dagingnya gimana prosesnya yaaa, pasti udah banyak disemprot pestisida juga. Lalu bagaimana sisa sayuran yang tidak terjual biasanya juga menumpuk di pasar huhu.
Sepakat, Neng. Sekarang lebih banyak yang dipikirkan, terutama perihal manfaat dan dampaknya. Setiap orang per harinya menyumbang sampah domestik yang tidak sedikit. Dikali penduduk bumi yang jumlahnya M-M-an. Duh, nggak kebayang beban bumi kita yang sudah tua ini, ya.
Sebagai orang riau, saya akui memang masakan ikan gabus dari Siak itu enak enak, apalagi kalau modelannya itu dikukus. Hmm.. Terkait green washing saya jadi bertanya tanya ke mana kah sayur yang sudah layu di pasaran ya. Lebih baik jadi pakan ternak saja
Terkadang sering banyak juga makanan yang terbuang karena porsi masak yang melebihi porsi makan keluarga. Tapi perlahan mulai untuk mengurangi hal tersebut sih, dan memang wajib juga untuk di adakan gencaran ini
Bagus banget konsepnya. Semoga bisa benar-benar diaplikasikan dan berkelanjutan.
Ternyata jejak karbon untuk daging banyak juga yaa, mana aku suka banget daging pula. Semoga makin pinter mengolah dan memanfaatkannya deh ini di rumah, supaya gak terlalu banyak menghasilkan jejak karbon, huhu
Memanfaatkan apa yang ada di bumi dengan konsep yang ramah lingkungan seperti inilah yang sangat dibutuhkan, yuk jaga bumi kita bareng-bareng agar bisa terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Food sustainability ini adalah istilah bagi jenis makanan yang ramah lingkungan. Aku jadi mengenal istilah-istilah lainnya seperti food receipt serta diet karbon. Ndaging sekali isi tulisannya Kak.
Baca artikel ini jadi banyak tau tentang green receipt. Awalnya gak segitu ngerti apa dan kenapa.
Ternyata ada banyak cara untuk ikut serta menyelamatkan bumi ya, bahkan dari kegiatan kita di dapur juga bisa untuk menjaga kelestarian bumi.
Cita2ku banget bisa punya “swalayan pribadi” memetik sayur dari halaman sendiri, syukur2 bisa memelihara ikan juga.
Namun sekarang belum memungkinkan krn rumah yang sekarang gak ada lahannya.
Yg namanya food waste emang kudu diperhatikan ya makanya sebaiknya masak dan makan secukupnya supaya gak banyak sampah makanan yang menumpuk juga.
Kita punya cita-cita sama, Mbak. Untuk beberapa sayur saya sudah menanam sendiri. Pengennya lebih jauh yaitu punya kolam ikan dan ternak sapi sendiri. Dua yang terakhir itu belum ada lahannya.
Semoga makin banyak lagi komunitas yang peduli dengan lingkungan salah satunya dimulai dengan mengolah makanan yang eco friendly dan memberikan manfaat bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat setempat
Aku masih punya tungku kayu bakar di rumah. Kalau masak jumlah banyak, pakainya tungku kayu bakar. Jadi selain masak sebenarnya juga sekalian mengurangi ranting kayu di kebun yang bisa mengganggu pertumbuhan tanaman sih.
34 Responses