Penulis : Dinda Pranata
Pagi itu, Tika bangun dengan semangat membara. Hari ini adalah hari pertamanya bekerja di Green Kitchen, sebuah resto rumahan yang menyajikan makanan vegetarian ramah lingkungan. Tika yang baru saja lulus dari sebuah sekolah kuliner ini pun, sangat memperhatikan isu-isu lingkungan terutama pada kasus-kasus perubahan iklim dan konservasi hutan.
Ketika ada lowongan di resto rumahan itu, ia menjadi tertarik dan mencoba melamar. Sang pemilik Kak Rose pun tampaknya senang dengan Tika yang memiliki visi serupa dengan resto yang ia bangun bersama si Jaka, suaminya. Bagaimana perjalanan Tika di Green Kitchen itu?
Perkenalan dengan si Saringan Stainless dan Tungku
Setelah berkenalan dengan beberapa staf yang bekerja di resto itu. Kak Rose mengajaknya ke dapur dan memperkenalkan Tika dengan beberapa peralatan andalan. Peralatan itu akan membantunya dan Kak Rose dalam mengolah makanan sehat anti-polusi di dapur hijau.
“Kak Rose, perlatan di sini menggunakan stainless dan kaca semua ya?” tanya Tika penasaran. “Di Green Kitchen ini semua menggunakan bahan stainless dan kaca. Barang-barang tersebut bukan barang sekali pakai, jadi selain hemat biaya operasional tentu lebih ramah lingkungan,” jawab Kak Rose.
Si saringan stainless steel, senang diperkenalkan dengan Tika dan menyambutnya dengan ceria, “Hai Tika, selamat datang! Kita akan sama-sama mengolah makanan di sini.” Diikuti oleh piring kaca, keramik dan bersama dengan peralatan dapur lainnya. Lalu setelah memperkenalkan barang-barang masak, Kak Rose memperkenalkan Tika pada tungku yang biasa dipakai untuk memproses makanannya.
Baca juga: Karhutla Vs Selfie: Mengupas Tren 'Bakar, Shoot, Share'
Kak Rose menjelaskan cara menggunakan tungku listrik di dapur hijaunya dan menunjukkan di mana saklar untuk mematikan kompor dari panel. “Halo anak baru, semoga betah di dapur hijau ya. Asal kamu tahu Green Kitchen ini 50%-nya menggunakan panel surya yang dipasang Jaka di atap resto ini,” jelas si tungku listrik sambil berkedip-kedip. Tika tahu, bahwa tenaga dari sebuah dapur terletak dari energi yang dipakai dalam pengelolaan makanannya. Sementara sumber energi berkelanjutan yang bisa dipakai bisa berupa sinar matahari, air termasuk angin.
Setelah berkenalan denngan para penghuni dapur hijau milik kak Rose. Alarm sudah berbunyi, tanda resto segera dibuka dan semua pegawai diharapkan siap melayani tamu.
Sayuran Organik dan Kompos Green Kitchen
Pukul sebilan pagi, ada beberapa pelanggan yang sudah datang untuk sekedar sarapan. Tika bersama dengan para peralatan dapur sudah memotong sayuran-sayuran yang ada di dalam kulkasnya. “Hai Anak Baru!” panggil sebuah benda yang ada di pojok bawah meja potongnya. “Kalau kau memotong sayuran, jangan terlalu tebal. Nanti tidak matang,” keluh tempat sampah yang merangkap sebagai komposter itu. “Kau tahu kalau makanan tidak matang, tamu tidak akan memakannya dan akhirnya akan terbuang ke pembuangan. Sepanjang tahun 2022 saja sampah sisa makanan mencapai 35,92 juta. Jadi masaklah dengan benar,” keluh komposter itu panjang lebar.
Mendengar keluhan itu Tika mengiyakan dan memotong sayurannya tidak terlalu besar, termasuk komposisi minyak yang terpakai serta porsi masakan yang ia masak, sehingga kualitas makanan juga lebih seimbang.
“Eh sayur seladanya habis, ada yang pesan salad lagi!” serunya sambil melongok ke dalam kulkas inverter yang hemat listrik. “Kau bisa mencarinya di kebun belakang. Jaka dan Rose menanam sendiri beberapa sayur untuk menu di Green Kitchen ini,” kata saringan yang terlentang di atas panci.
Baca juga: Paradoks Green Washing yang Hijau, tapi ....
Tika segera keluar lewat pintu belakang dapur hijau itu. Dari arah belakang ternyata ada tanah petak 25 meter persegi yang ditanami lombok besar, selada, tomat, cabe rawit, terong dan termasuk umbi-umbian. Di dekat lahan yang cukup besar itu, ia melihat ceruk besar yang tertutup tanah dan ketika di dekati ternyata itu adalah ceruk sisa sayuran yang di kompos sendiri oleh pemilik. Setelah memetik beberapa sayuran untuk menu salad, ia kembali ke dalam dapurnya.
Gosip yang Tak Biasa di Green Kitchen
Selama beberapa bulan lamanya, Tika mulai akrab dengan para penghuni dapur hijau itu dan bisa bekerja sama dengan mereka menciptakan beberapa menu yang disukai konsumen. Selain disukai menu itu pun minim sampah. Kak Rose tampak sangat puas dengan hasil kerja Tika.
Di suatu siang yang terik, Tika yang sudah membuka semua jendela dan pintu belakang lebar-lebar masih merasakan kepanasan yang luar biasa. “Gila! jam sembilan pagi sudah begitu panas seperti tengah hari,” keluhnya sambil mengipasi diri dengan kipas dari karton. “Aku dengar dari Rose dan Jaka kemarin, suhu di bumi Juni 2023 lalu sudah di ambang batas. Kira-kira sebesar 1,5 derajat dari sebelum masa pra-industri,” kata tungku sambil mendinginkan tubuhnya yang sudah panas sejak dua jam yang lalu.
“Bener nih, kemarin juga denger-denger dari si Rose beberapa negara di tahun 2022 mengalami gelombang panas. Di India misalnya suhu bisa mencapai 51 derajat celcius, belum lagi di Eropa dan Australia banyak kebakaran hutan karena fenomena anomali ini,” kata saringan yang lagi tengkurap di atas panci panas. “Ada lagi yang lebih serem dari itu, gengs!” sahut komposter tiba-tiba sambil menutup tutupnya.
“Akibat perubahan iklim ini, semakin banyak orang yang rentan sakit dalam kurun waktu yang tak sebentar. Lalu munculnya bencana kekeringan, hilangnya ekosistem sampai terganggunya rantai makanan. Bisa kebayang dong, kalau kebun belakang tiba-tiba layu terus Green Kitchen jadi gulung tikar. Sama juga lah sama bumi.” Komposter jadi geleng-geleng sendiri.
Baca juga: Mengintip Green Receipt di Dapur Bumi, Mau Menu Apa Hari Ini?
Mendengar penjelasan dari para penghuni dapur, ada satu hal yang jadi perhatian Tika sejak ia memperhatikan kebun belakang.
Hutan dan Rasi Bintang
Ketika jam sudah menunjukkan pukul delapan malam dan resto sudah sepi. Tika yang masih memilah sampah di belakang dapur, tepat di mana lahan seluas 25 meter persegi tertanam sayur mayur, meregangkan punggungnya ke belakang. Saat menengadah, ia melihat langit penuh dengan bintang dan udara cukup segar dari pada di dapur. “Indah,” katanya.
“Benar, Kamu bisa melihat bintang lebih terang di hutan atau lahan terbuka yang minim cahaya,” Kak Rose datang sambil membawa beberapa botol air kemasan untuk dipilah. Kak Rose kemudian memberikan analogi, bahwa penggunaan cahaya yang berlebihan selain tidak membuat sinar bintang redup, juga membuat bumi semakin panas. Ia mencontohkan dalam memproses listrik di Indonesia masih 85 sapai 88 persen yang terpasang menggunakan bahan bakar fosil.
“Jika kita tidak bijak mengkonsumsi daya listrik kita, tentu bisa akan berpengaruh pada pemanasan global. Begitu juga jika kita tidak menjaga kelestarian alam kita, mulai hutan sampai lahan gambut. Kamu tidak akan bisa menikmati langit malam yang penuh bintang,” Kak Rose mengakhiri penjelasannya.
“Aku dengar ada kebakaran hutan terjadi di Bromo, gara-gara orang yang sedang berfoto sambil membawa flare,” kata Tika dan Kak Rose hanya mengangguk tanpa menghentikan tangannya untuk meletakkan botol kemasan ke dalam karung-karung. “Padahal hutan menyimpan sari kehidupan yang sangat penting bagi keberlanjutan Bumi. Mulai organ pernafasan bumi, sebagai habitat flora fauna endemik, serta kehidupan masyarakat adat di dalam hutan,” kata Tika sambil mendesahkan nafas panjang.
Baca juga: Energi Nuklir di Negeri yang Sering Jadi Sasaran Hacker! Emang Boleh Se-Skeptis Itu?
Tika menyadari bahwa semakin berambisi seseorang untuk modernitas citra diri, semakin banyak penebangan dan perusakan hutan untuk kebutuhan konsumsi tak berkesudahan. Industri atas citra modernitas sudah menggunduli hutan, belum lagi citra diri untuk tampil viral sampai menyebabkan kebakaran hutan berhektar-hektar.
Pak Menteri Bumi dan Trend Green Kitchen
Tak Terasa hampir lima tahun Tika bekerja di Green Kitchen. Banyak ia belajar tentang bagaimana peran resto rumahan ini untuk menjaga keberlanjutan bumi. Pada tahun-tahun pertama Tika belajar untuk mengolah sampah rumah tangga, memilah sampah dan berkebun secara organik dengan memanfaatkan sampah kompos sisa sayur. Tahun kedua ia belajar memilih bahan baku makanan dengan membawa wadah sendiri, menjadi lebih kritis ketika berbelanja bahan makanan dengan tidak mempercayai produk-produk green washing.
Di tahun ketiga sampai kelima ini ia belajar berkreasi menu masakan dengan bahan-bahan yang bisa di daur ulang seperti memanfaatkan limbah minyak kedelai untuk pupuk tanaman di kebun hijaunya serta mengajak warga di sekitar resto untuk mengelola kebun yang luasnya sudah bertambah.
Hingga suatu siang datanglah beberapa orang yang tampak penting, berpakaian batik dan bersepatu mengkilap. Tak sangka-sangka pamor dari Green Kitchen ini sampai ke telinga pada Pak Menteri Bumi sampai Pak Menteri ingin mencoba masakan dari dapur hijau organik ini. Kak Jaka, Kak Rose dan Tika mengajak Pak Menteri Bumi berkeliling dan tertegun bahwa resto ini sangat minim akan sampah.
“Wah, inilah contoh #MudaMudiBumi yang membuat dapur ramah lingkungan dan bumi sangat membutuhkan role model seperti ini untuk menjadi bagian dari #TeamUpForImpact. Semua bahan-bahannya organik dan sisa dapur bisa berguna, selain itu dapur ini menerapkan food sustainability yang berdampak pada lingkungan sekitarnya,” jelas Pak Menteri sambil manggut-manggut.
Baca juga: Over Populasi Hewan Domestik. Saatnya KB Pada Hewan?
Sejak kedatangan Pak Menteri banyak orang yang mulai menerapkan gaya memasak seperti di Green Kitchen. Mereka banyak investor yang tergerak dengan inovasi ini, termasuk relawan peduli bumi yang #BersamaBergerakBerdaya bekerja sama #UntukmuBumiku dengan Green Kitchen menggunakan teknologi hijau di rumah masing-masing sehari-hari.
Ini adalah harapan para pemuda-pemudi di Green Kitchen untuk bumi.
Yuk share mimpi kamu terhadap penanganan isu perubahan iklim dan perlindungan hutan!
Source:
https://www.bbc.com/indonesia/articles/cxrqrn5vl2zo
https://agri.kompas.com/read/2022/09/23/125552284/cara-memberi-pupuk-tanaman-jagung-dengan-sistem-kocor?page=all
Comment
Wah resto ini fiktif yaaa? Tapi melalui cerita ini banyak sekali yang bisa aku pahami. Tulisan yang model begini mudah dimengerti
Wah, keren. Kukira cerpen yang ngambilnya tema biasa aja, eh ternyata pas baca sampai akhir, aku jadi paham banyak hal soal lingkungan yang dianalogikan secara sederhana. Beda sama aku yang kalau nulis tentang lingkungan masih suka belibet. 😆
Penokohannya bagus sekali … bagus alurnya
Suka banget sih sama tulisannya kak.. ngerasa nostalgia ketika baca buku anak2.. kesukaan.. valuenya itu loh dapet banget pesanya.. terus menginspirasi ya kak.. 😍
Salfok sama foto green kitchennya, sayur semuaa, jadi pengen makan sayur supaya sehat 🙂 Tulisannya ringan banget dan mudah dimengerti mba. Pengen juga nih nerapin konsep ini di rumah secara total biar hidup lebih sehat dan secara tak langsung mendukung kelestarian alam
Keren cerpen ttg green kitchen kak, Ngajak pembacs untuk mencintai dan melestarikan bumi mulai dari dapur. Klo bnyk ilustrasinya bagus tuk bacaan anak-anak nih kak
Menarik, dapat ilmu dengan feel yang berbeda yaitu melalui cerpen
akhir akhir ini memang cuacanya luar biasa hot sekali, tapi beberapa hari terakhir di kotaku turun hujan deras, tapi tetep nggak ngefek mbak, tetep panas dan gerah hawanya
MasyaAllah sudut pandang yang berbeda soal cerita makanan di dapur. Sejatinya segala benda di dunia ini bisa berbicara niscaya mereka akan memarahi manusia atas tindakannya merusak lingkungan
Wah menarik pengisahannya kak. Alurnya juga menyenangkan buat dibaca, isunya ngena. Smeoga bener ya banyak yang sadar dan bisa menerapkan green kitchen seperti ini.
Menarik bgt tulisannya.awalnya pas baca agak bingung, tp mulai akhir jd paham.
10 Responses