Home / Jendela

Sapu Jagad Ala Keyboard Warrior: Menyikat atau Menyudutkan?

Senjahari.com - 29/11/2023

Keyboard Warrior Based Bing Ai

Penulis : Dinda Pranata

Pernah enggak kalian dengar istilah keyboard warrior? Apakah itu merujuk pada hal-hal yang berbau gaming? Awalnya aku mendengar istilah ini dari salah satu adik tingkat saat menghadiri sebuah acara reuni akbar beberapa pekan lalu. Sekilas istilah keyboard warrior sedikit banyak ada hubungannya dengan dunia gaming.

Keyboard Warrior adalah suatu istilah orang-orang yang suka berdebat, mengkritik, atau menyerang orang lain di media sosial dengan menggunakan kata-kata yang cenderung tajam, kasar, atau provokatif. Ini sering banget kita lihat fenomenanya di media sosial baik di Instagram, X (twitter), tiktok bahkan di blog lo. Dalam beberapa kasus keberadaan keyboard warrior ini bisa berbahaya bagi individu bahkan lingkup keamanan sosial lo.

Tapi masak sih, se-negatif itu? Apa iya enggak ada dampak positif-nya di masyarakat?

Pejuang Kebenaran Melalui Jari-jari

Biasanya orang yang menjadi keyboard warrior ini lebih berani menunjukkan diri di media sosial daripada di dunia nyata. Kebanyakan dari mereka tidak memiliki kredibilitas atau kompetensi baik secara keilmuan dalam mendukung pendapat mereka. Apalagi di era media sosial, sebagian besar orang seolah ikut ber-euforia menjadi bagian pihak yang melek literasi digital dan kebebasan berekspresi. Tidak terkecuali pada si keyboard warrior ini. Sayangnya keyboard warrior yang merasa dirinya melek literasi digital, tapi tidak semelek itu. Apa yang menyebabkan seseorang menjadi keyboard warrior?

  • Anonimitas: Ketika orang-orang anonim, mereka mungkin merasa lebih bebas untuk mengekspresikan diri mereka dengan cara yang tidak mereka lakukan dalam interaksi tatap muka. Hal ini dapat menimbulkan rasa pemberdayaan dan perasaan bahwa mereka dapat mengatakan apa pun yang mereka inginkan tanpa takut akan konsekuensinya.
  • Identitas Sosial: Pejuang keyboard juga dapat mengidentifikasi secara kuat kelompok atau tujuan sosial tertentu, yang dapat memperkuat perilaku mereka. Mereka mungkin merasa bahwa mereka berjuang untuk tujuan yang lebih besar dan mungkin melihat perilaku online mereka sebagai bentuk aktivisme.
  • Bias Konfirmasi: Ini adalah kecenderungan untuk mencari informasi yang menegaskan keyakinan yang sudah ada sebelumnya dan mengabaikan informasi yang bertentangan dengan keyakinan tersebut. Pejuang keyboard mungkin menjadi lebih mengakar dalam pandangan mereka dan sebagai akibatnya perilaku mereka mungkin menjadi semakin ekstrim.
  • Frustrasi dan Stres: Mereka mungkin merasa tidak berdaya dalam kehidupan mereka sendiri dan mungkin merasa frustrasi jika mengungkapkan rasa frustrasi mereka secara online. Perilaku ini dapat membuat ketagihan, karena memberikan rasa kelepasan dan dapat menghilangkan stres untuk sementara.
  • Kurangnya Konsekuensi: Terakhir, para pejuang keyboard mungkin terlibat dalam perilaku ini karena hanya ada sedikit konsekuensi atas tindakan mereka. Mereka mungkin merasa bahwa mereka dapat mengatakan apa pun yang mereka inginkan tanpa takut akan pembalasan, yang dapat menyebabkan perilaku semakin agresif dan agresif.

Nah, di sinilah letak masalah yang sebenarnya!

Baca juga: Ih, Jurusan Kuliahnya Itu! Nanti Mau Kerja Apa?

Tergantung Jarimu!

Penyebab Seorang Menjadi Keyboard Warrior
Penyebab Seorang Menjadi Keyboard Warrior

Tak jarang aksi para keyboard warrior ini kebablasan dan malah berujung pada tindakan menyudutkan serta perundungan maya terhadap orang lain. Misalnya ketika opini publik begitu mudah terprovokasi dan tanpa pikir panjang langsung melabeli orang tertentu sebagai pelaku kejahatan, padahal masih harus menunggu proses hukum. Atau, ketika seorang artis melakukan kesalahan kecil namun langsung di-bully habis-habisan dan diserang dengan caci maki di medsos.

Bersamaan meleknya kemampuan digitalisasi mereka, tidak bersamaan dengan kemampuannya untuk meliterasi diri sendiri, tentang konsep etika dan moral dalam bermedia sosial. Contoh mudahnya para keyboard warrior yang masuk dalam cyberbullying tidak bisa membedakan antara kritik dan hinaan yang bisa kita katakan cukup tipis. Alih-alih untuk mengajukan kritik mereka asal main sapu jagad ke arah penghakiman. Oke mari kita lihat lebih dalam lagi kasus-kasus keyboard warrior.

Kita ambil saja salah satu contoh kasus keyboard warrior para ekstrimis fans leslar yang menghujat komika Kiky Saputri. Dalam sebuah tangkapan layar bahwa si keyboard warrior ini tidak setuju dengan pernyataan Kiky dan dengan berani justru menyerang penampilan Kiky. Ah, kan cuma itu? Memang ada yang sampai membahayakan nyawa?

Pada tahun 2022 lalu, seorang influencer tiktok mengalami depresi dan bunuh diri akibat cyberbullying dari para keyboard warrior. Sebabnya menurut pihak kepolisian, si influencer ini curhat di medsos dan mendapatkan banyak tanggapan tidak menyenangkan mulai dari hinaan, kritik berlebih hingga ungkapan kotor kepada yang bersangkutan.

See! ini semua tergantung ke arah mana kamu menggerakkan jarimu. Jika jarimu digerakkan dengan baik ke arah yang baik, misal bukan untuk curhat masalah pribadi di medsos ataupun untuk menyudutkan/menghakimi pihak lain yang berbeda denganmu, maka jarimu bisa membawa kebaikan di jagad maya.

Baca juga: #KaburAjaDulu, Giliran Sukses Diaku-aku

Lalu apa yang bisa kita lalukan agar tidak menjadi seorang keyboard warrior?

Hidupkan Mode Pesawat dan Mode Hening!

Cara Menghindar Menjadi Keyboard Warrior
Cara Menghindar Menjadi Keyboard Warrior

Hp dan paket internet di era sekarang ini seperti kebutuhan pokok. Akan menjadi challenge ketika kita enggak melihat HP. Untuk menghindari diri menjadi keyboard warrior itu enggak harus hidup tanpa HP atau paket internet. Setidaknya kita bisa menerapkan hal ini sebelum posting atau berkomentar di media sosial.

  • Kalau tak suka, skip! Ini cara paling mudah tapi juga sulit dilakukan. Apalagi mengingat para keyboard warrior akan begitu gatal untuk tidak berkomentar di postingan yang tidak mereka suka.
  • Kalau tidak tahu permasalahannya, tahan jarimu! Ini sering kali bisa kita lihat akhir-akhir ini di media sosial tentang isu-isu tertentu dan serangan pada pihak yang berseberangan. Sederhananya kalau kamu enggak tahu alasan si A memilih jalan B, stop komen dan jangan jadi hakim yang berkomentar tentang salah/benar, tanpa benar-benar tahu alasannya.
  • Enggak punya ilmu atau kompetensi di bidangnya, stop menggoreng berita! Banyak pihak (meski tidak semua) keyboard warrior ini gemar menggoreng berita yang justru membuat informasi semakin bias. Ini salah satu dampak negatif mudahnya akses berita sehingga informasi yang menyebar ini tidak tersaring.
  • Kalau terpaksa berkomentar, sampaikan dengan bijak! Ini yang sering terjadi pada teman-teman influencer yang sering kali terpaksa berkomentar karena tuntutan pekerjaan. Kalau sudah begini, kita perlu berkomentar senetral mungkin.
  • Lelah hayati, aktifkan mode pesawat atau mode hening! Ini salah satu cara yang ampuh (menurutku) ketika media sosial sudah menjadi begitu toxic. Kita bisa cuti dalam bermedia sosial entah melakukan aktifitas yang lebih menyenangkan seperti olahraga, jalan-jalan, camping, baca buku, dengerin musik, nonton dan lainnya.

Kita perlu mengingat bahwa media sosial tidak selalu menjadi wadah aman dan tepat dalam berbagi cerita, opini apalagi itu curhatan atau masalah pribadi. Disadari atau tidak, meski kita menjunjung tinggi kebebasan berpendapat atau berekspresi, tetap ada koridor batasan. Entah itu berupa disklaimer atau landasan teori tertentu yang melandasi pandangan kita.

Invitasi dan Diskusi

Meski keberadaan para pejuang ini lebih banyak meresahkan, namun bukan berarti semua pejuang keyboard ini evil atau kejam ya. Beberapa keyboard warrior yang bijak bersosial media bisa menjadi pihak yang memberikan dampak positif pada masyarakat. Misal mendorong terciptanya masyarakat yang berpikir kritis dan berani menyuarakan pendapat. Dan, sekali lagi ini tergantung dari motif si keyboard warrior ya.

Meski begitu, kita tidak harus menjadi keyboard warrior untuk berkontribusi dalam dunia digital yang positif. Kita juga enggak perlu latah untuk melakukan sapu jagad di media sosial terutama saat kita sendiri enggak paham tentang seluk beluk isu/masalah yang terjadi.

Baca juga: Joki Studi dan Ilusi Kompetensi. Mau Sampai Kapan Kompetensi Dikomersialisasi?

Ada enggak nih kamu yang punya pengalaman menjadi keyboard warrior di media sosial? atau pernah kena serang keyboard warrior di sosmed? Kalian boleh kok berbagi pengalaman dengan para warriors ini. Eits, tetap berkomentar dengan bijak ya. Ya, semata-mata agar jejak digitalmu tetap bersih!

Happy Wednesday!

Source:

Yusuf S, Idris K, Samah AA et al. Keyboard Warrior, Online Predator or Cyber Bully? The Growing Menace of Child Exposure to Internet Harm based on Research Evidence. Pertanika Journal of Social Sciences & Humanities; 28.

https://www.suara.com/lifestyle/2022/11/07/161344/viral-kiky-saputri-bungkam-mulut-jahat-haters-dengan-uang-benarkah-kondisi-keuangan-sulit-bikin-orang-cepat-marah

https://wolipop.detik.com/foto-entertainment/d-5566427/8-foto-miss-universe-kanada-yang-jadi-sasaran-bullying-netizen-filipina/3

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

*

Post comment

Comment

Menarik! ini pertama kalinya saya mendengar istilah keyboard warrior. jujur, saya orangnya termasuk cuek baik di dunia nyata maupun maya. tapi sejak 07 Oktober, saya jadi sering julid di akun2 idf atau orang israel, dkk. Apakah saya termasuk seorang keyboar warrior?

Tergantung apa motif kakaknya njulid akun² tersebut. Seorang akan disebut keyboard warrior apabila mereka punya motif menghina/membully pihak² tertentu. 😊

Keputusan bagaimana bermedsos ini memang di tangan kita. Apakah menjadi kaum julidah yang menjadikan dunia maya sebagai sampah, atau sebaliknya. Menjadikan dunia mau tempat positif untuk sharing kebaikan.

Setuju, ketika kita dituntut untuk melek literasi digital maka kita pun perlu belajar tentang etika dan moral dari penggunaan media digital. 😊

Edukasi penggunaan internet yang baik sepertinya harus berulang-ulang ya agar tidak terjadi cyberbullying. Banyak banget kasus depresi dan b**dir akibat bullying. Ada yang setelah pelakunya tertangkap ternyata nyalinya tak sebesar di keyboard. Ada unsur psikologis juga ya di sini.

Menjaga jejak digital tetap bersih emang PR banget, ya, Kak. Setidaknya, bagi saya menahan diri untuk tidak berkomentar jika belum benar-benar tahu duduk persoalan masih merupakan cara yang ampuh. Makasih banget buat ilmu baru terkait keyboard warrior ini, Kak.

Wah baru tahu istilah Keyboard Warrior, tapi memang sih aku sering banget baca komen-komen yang kadang aku pikir kok ada ya orang yang dengan entengnya julid pada orang lain yang jelas-jelas tidak dia kenal secara langsung, tapi pada akhirnya meningkatkan literasi digital harus dibarengi dengan etika dan moral, terkadang komentar julid itu manifestasi dari rasa frustasi pada dirinya sendiri dan keadaannya…entahlah.

Sepertinya emang ada orang-orang yang hobi banget ‘cari masalah’ dengan ujaran kebencian, hoak, dll. Sedikit caper gitu lah. Kaya ngerasa keren aja kalo banyak yang balas komen, nge like, dll. Apalagi kalau berlindung di balik akun anonim, berasa paling hebat dan berani padahal kalau ketemu langsung mah orangnya nggak se berani itu sebenarnya.

8 Responses