Penulis : Dinda Pranata
Beberapa hari yang lalu, lagi asik-asik scroll tema berkebun, aku dikejutkan sama salah satu media yang membahas tentang cinta seseorang yang berkaitan dengan kulit jeruk.
Ahay! Ini menarik ya? Serius seumur-umur aku sendiri belum pernah menemukan teori kulit jeruk yang berhubungan dengan cinta. Yang bikin menarik adalah bagaimana orang-orang mengaitkan si kulit jeruk dengan ketulusan seseorang?
Oke, bagaimana sih pengaitan kulit jeruk dan cinta ini terjadi?
Orange Peel Theory: Apa Cinta Sesederhana Mengupas Kulit Jeruk?
Saking menariknya pemberitaan ini, aku sampai search beberapa berita terkait dengan kulit jeruk dan cinta ini. Dari search yang aku dapatkan beberapa media cukup ramai mulai dari yang besar sampai yang kecil lo! Melalui penelurusan, aku kemudian mengambil salah satu pemberitaan dari media kompas yang menyebutkan bahwa salah satu akun pengguna tiktok melakukan challenge kepada pasangannya untuk mengupaskan buah jeruk untuknya. Namun, si pasangan enggan mengupaskan buah jeruk itu. Kemudian seorang netizen mengomentari bahwa pasangan yang beneran cinta akan bersedia mengupaskan buah jeruk itu untuknya.
Sampai di sini apakah ada yang spesial?
Baca juga: Tanya Kenapa-Orang Suka Sebar Foto Korban Kecelakaan Tanpa Sensor?
Tidak ada sebenarnya. Namun yang membuatku berkerut dahi adalah bagaimana seorang netizen dengan gampangnya menjustifikasi dan berasumsi bahwa keengganan mengupas jeruk dari pasangan sebagai bentuk ketidakcintaan pada kita. Apakah penilaian cinta dan ketulusan seseorang bisa dengan mudahnya dinilai dari kulit jeruk?
Di sinilah masalah mulai timbul Bambangs!
Konten meminta mengupas kulit jeruk ini kemudian begitu banyak dan sangat viral di tiktok dengan beraneka ragam caption yang mengaitkan mengupas kulit jeruk dengan kadar cinta pada pasangan. Gila, bukan! Yang bikin geleng-geleng sekali lagi adalah konten itu tidak berkaitan sama sekali dengan teknik mengupas, tapi kesediaan mengupas jeruk.
Lalu, apa yang terjadi dengan penerima informasi perihal konten ini)?
Konten Overgeneralisasi
Koten overgeneralisasi adalah sebuah konten yang hanya mewakili asumsi satu atau beberapa pihak saja, yang kemudian menjadi sebuah kesimpulan tertentu tanpa adanya pengujian tertentu. konten-konten ini akan sangat berdampak pada kehidupan kita sehari-hari ya. Secara tidak sadar, ketika kita terlalu terpapar konten overgeneralisasi, kita akan mudah lompat pada kesimpulan mutlak hanya berdasar pada banyaknya konten serupa yang dilihat. Ya, seperti pada fenomena orange peel theory yang mendasarkan kadar ketulusan cinta seseorang hanya dengan enggan atau bersedianya seseorang untuk mengupas kulit jeruk.
Baca juga: The Path Made Clear: Optimisme sang Visioner Oprah Winfrey
Ini ‘kan cuma buat hiburan, sis? Memang ada dampaknya?
Sudah banyak kok penelitian psikologi yang menjelaskan tentang dampak dari perilaku kita yang suka men-generalisasi sesuatu. Mulai dari kemampuan berpikir kita yang cenderung negatif, motivasi diri yang berkurang sampai rasa minder dan over thinking yang ujungnya berdampak pada kesehatan. Nah bagaimana dengan konten yang overgeneralisasi. Coba deh kita renungkan sebentar!
Apa yang akan kamu rasakan ketika melihat banyak tonten serupa dengan fenomena orange peel?
Kamu bisa jadi akan berfikir bahwa yang kamu lihat adalah sebuah benar. Belum lagi ada faktor lain semisal kamu sedang bermasalah dengan keluarga/suami/pasangan. Ini akan menguatkan pendapatmu bahwa teori orange peel ini benar. Selain itu, ketika kita mendengar penolakan dari pasangan saat dia enggan melakukan sesuatu, yang bagi kita (mungkin) terdengar sederhana, akan membuat kita mencap pasangan tidak cinta. Ujungnya akan membuat kita jadi berantem sama do’i. Jika kita dalam kondisi mental yang tidak stabil, sangat mudah bagi kita tersugesti hal-hal sederhana dan tidak logis.
Terus apa yang harus kita lakukan ketika menemukan konten over generalisasi berkedok hiburan?
Baca juga: Matt Haig dan Karyanya yang Mengajarkanmu Banyak Hal Tentang Depresi
Scroll, Scroll To Be Troll
Media sosial memang menarik dan memudahkan penggunanya untuk mendapatkan cuan atau informasi. Namun di balik kemudahannya media sosial, informasi yang tersebar seperti pisau bermata dua. Jika kita terus menerus melihat informasi serupa tanpa pernah mengolahnya, kita akan mudah tersugesti pemahaman tertentu dan ujungnya akan membuat kita lebih mirip troll!
Terus apa yang harus dilakukan ketika kita sering melihat konten yang over generalisasi?
- Ambil Jeda: Ketika sudah terlalu banyak konten-konten over generalisasi yang bermunculan ambil jeda untuk tidak menontonnya. Lebih baik lewati saja, daripada kita kena getahnya.
- Hidup itu bukan hanya idealis, tapi perlu realistis. Kalau kita sering melihat konten-konten yang mengandung over generalisasi seperti fenomena orange peel theory ini, kita perlu bijak atau bersedia melihat sisi lain dari fenomena ini. Sadari bahwa dalam tiap orang punya cara tersendiri dalam mengungkapkan cinta pada pasangan. Keep to respect each other!
- Jangan jadi spon! Ketika menerima informasi semacam konten-konten overgeneralisasi ini, ingat untuk tidak buru-buru menyerap semuanya. Pasang saringan saat kita menyerap konten apapun dari media sosial. Contohnya saat ada yang membuat konten tentang telur dadar bisa menyebabkan kanker, jangan langsung mentah-mentah menerima informasi itu. Gali lagi dengan membaca beberapa sumber. Entah dari penelitian, makalah, jurnal sampai kata ahli tentang konsep makanan sehat.
Invitasi dan Diskusi
Scroll, scroll itu menyenangkan tapi jangan sampai jadi troll ya! Jangan sampai kita berantem . Bukankan segala hal yang over itu memang tidak baik, termasuk fenomena overgeneralisasi ini.
Ini juga berlaku bagi para kreator konten untuk memilih kembali konsep pembuatan kontennya. Jangan hanya karena pengen viral dan dapat cuan, kalian dan para follower kalian jadi kena getahnya. Sama-sama ketiban rejeki mah asik, tapi ketiban apes apa iya masih mau??
Eh, ada yang punya pengalaman hampir tercuci otaknya dari konten-konten overgeneralisasi ini. Yuk, bisa sharing di kolom komentar. Namun ingat untuk tetap berkomentar bijak, semata-mata agar jejak digital kalian tetap positif.
Baca juga: Ketika Dewasa Ternyata Kita Tidak Benar-Benar Tahu Segalanya. Buku Ini Membahasnya!
Happy Thuesday!
Source:
Myga, Kasia A., et al. “Autosuggestion: A Cognitive Process That Empowers Your Brain?” Experimental Brain Research, no. 2, Springer Science and Business Media LLC, Nov. 2021, pp. 381–94. Crossref, doi:10.1007/s00221-021-06265-8.
https://lifestyle.bisnis.com/read/20211026/106/1458545/5-jenis-distorsi-kognitif-yang-perlu-anda-ketahui-agar-tak-menyesal-di-kemudian-hari
Comment
Yahh itulah orang, lebih suka yang sesuatu dramatis dibanding dengan realistis. Apalagi pada banyak yg nyinyir, wkwkk
Menarik banget ini teorinya. Memang benar, sekarang ini banyak konten yang bikin overgeneralisasi. Misalnya konten rumah tangga bahwa ipar itu jahat, mertua umumnya gak suka menantu perempuan, dll.
Padahal realitanya, tidak semua mertua begitu. Tidak sesimpel itu. Mungkin mertua gak suka menantu perempuan bukan benar2 gak mau berkeluarga dengannya, tapi karena salah satu sifat memantu yg kurang disukai, dsb.
Begitu juga konten kulit jeruk ini, sama seperti membuatkan kopi untuk suami. Menolak bikin kopi di pagi hari bukan melulu ga cinta, karena itu mudah. Tapi meski cinta, tapi kalau nyeduh kopinya tiap pagi dan sore? Saat punya anak kecil? Istri ada waktunya lelah dan kita perlu berani bilang “tidak” supaya tahu bahwa itu bukan tuntutan.
Hal sederhana seperti “membantu suami memisahkan daging ikan dengan durinya” mungkin dianggap tidak cinta saat istri enggan melakukannya. Padahal, tujuannya untuk menghindari kebiasaan terlalu bergantung untuk hal-hal kecil saat situasinya tidak memungkinkan.
Intinya, cinta itu bukan semata manja-manjaan, tapi saling bertumbuh untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Mbak, tulisannya bagus dan menarik banget. Baca ini jadi self reminder buat diri sendiri, krn sadar atau tidak mgkn juga aku pernah ikutan generalisasi atas suatu kejadian yg berawal dari sosmed. Memang beneran hrs bijak dalam bersosmed. Sbaiknya follow akun2 yg berfaedah aja, dan kurangin scroll2 FYP krn sering gak relevan.
Iya sih.. secara dampak positifnya juga memang banyak, asalkan selalu ada kontrol pribadi apalagi buat anak-anak yang tetap harus didampingin. Takutnya terjadi dekadensi perilaku bahkan moral :((
sekarang memang banyak banget konten over generalisasi sampai aku bingung ini kok sampai segitunya sih dipikirin? apa memang otaknya gen Z itu begitu ya? heu
Setuju. Banyak konten medsos yang overgeneralized, click bait, sekadar heboh dan tren, ngikut FYP biar katut FYP jadi asbun. Yang gak ahli mengklaim diri ahli. Yang profesional malah dihujat netizen.
Wah, ini relatable banget! Ternyata cinta nggak sesimpel ngupas jeruk ya. Harus hati-hati banget sama konten yang bikin overgeneralizing kayak gini. 😅
Wah, saya baru tau ada konten begini, kudet hihihi… Ya itulah makanya perlu bijak dalam menggunakan media sosial… Kalau kondisi mental bagus dan cuma untuk hiburan ya oke, tapi kalau lagi engga sehat dan berdampak buruk ke diri sendiri mending jangan main media sosial dulu ya…
Ah iya,setuju banget nih,di jaman sekarang banyak sekali orang yang over generalisasi pada konten-konten yang ada di socmed. Yang pasti sebagai netizen kita harus cerdas karena kontrol sepenuhnya ada di tangan kita.
Sedihnya itu konten konten sekarang sumber kurang valid…hanya dari satu pintu merasak diyakini udah deh dishare ditambah pas juga followersnya banyak hmm makin mudah lah menyebar luas….seharusnya timang timang dulu informasi iru sebelum di share
Konten yang generalisasi aja udah nggak baik, apalagi yang over. Karena nggak semua hal bisa dipandang dari satu sisi saja. Ada banyak sisi dan lainnya yang jadi pertimbangan. Aku sendiri pernah hampir jadi korban konten ini. Alhamdulillah ada temen ku yang ku mintain pendapat, dan dia meluruskan dari sudut pandang yang lain.
Memang sih kalo udah men-generalisasi sesuatu ada aja dah anehnya. Lebih baik sih berpikir kritis ya ketimbang mendramatisir hal aneh²
Bahaya banget kata aku mah over generalisir tuh apalagi dalam sotuasi rumtang yang beda2 kultur keluarga..
Karena kadang situasinya ga bisa dipukul sama rata
Tapi sering banget fomo ikut komentar dan mengeneralisir semua
Wah iya ya, bahaya banget kalau kita ikut terseret kontern yang overgeneralis ini ya
Padahal belum tentu semuanya benar
Memang konten short video atau reels ini addicted banget sii..
Apalagi ada lagu dan video yang mudah menimbulkan persepsi dari siapa saja yang menonton.
Tapi..
Aku lagi seneng sama vt orang-orang tentang sejarah Indonesia.
Rasanya singkat jelas dan padat.
Bener sih, jangan jadi sponge.
Karena kemudahan menyerap informasi secara cepat ini, sangat berbahaya bagi kesehatan mental.
Bagaimana pun konten yang kita buat selalu ada pro dan kontra yang menanggapi. Asal kita tetap berpandangan positif, mk kesehatan mental kita akan terjaga.
Konten ini serupa dgn Baim Wong yang bagi2 duit. Akan ada org yg nyinyir thd apa yang dilakukan Baim Wong. Tp dia terjerembab atas kasus ngeprank polisi itu sih.
Ngukur kadar cinta dr mengupas jeruk ini sih kyknya sekadar tren. Ntr jg akan hilang. Org kita kan mudah lupa. Hehe.
intinya jangan suka menggeneralisasi apalagi menghakimi, setiap manusia berbeda nasibnya.
Wah seru sekali ya aku jujur baru tahu kalau ada orange peel theory.. Memang harus selalu cross check lagi berita atau informasi yang didapat apalagi yang di sosmed sebelum menyimpulkan ke suatu hal ya
sudah terlalu banyak postingan serupa si kulit jeruk ini berseliweran di reels. Beberapa komen netizen serupa sih, mengenaralisir konflik. padahal tidak berkaitan dan tidak sama. tidak bisa disamakan kasusnya dengan konflik terkait. tapi benar, situasi reader atau audience yang serupa konten bisa banget mewakili permasalahan si reader dan post ulang sehingga menjadi viral.
Disini perlu bijak sih, memilih dan memilah konten yang memaksa secara halus mengenarlisir topik.
19 Responses