Di era modern ini, kita hidup di tengah hutan rimba teknologi. Bayangkan, dari bangun tidur sampai tidur lagi, gawai canggih mengelilingi kita. Dulu, alarm adalah ayam jago yang berkokok, sekarang kita punya smartphone yang bisa menyanyikan lagu favorit atau bahkan suara kucing mengeong sebagai alarm. Astaga! Zaman memang sudah benar-benar seperti film doraemon.
Tapi kan semua sekarang jadi lebih mudah?
Eh, tunggu dulu! Apakah benar segalanya jadi lebih mudah? Apa benar juga segalanya tidak punya efek samping? Sebelum itu kita coba pikirkan kembali hal-hal ini yuk!
Perubahan Status Manusia Gua sampai Robot AI
Mari kita telusuri sebentar sejarah perkembangan teknologi. Dari zaman batu hingga era digital, manusia selalu mencari cara untuk mempermudah hidup. Di zaman pra-digital, hidup sederhana: pesan dikirim melalui burung merpati atau tukang pos bersepeda. Kemudian, revolusi industri memperkenalkan mesin-mesin, dan akhirnya kita tiba di era di mana semuanya serba digital dan otomatis. Harapan awal dari semua ini? Teknologi akan menyederhanakan hidup kita. Ya, setidaknya itu impian semua orang.
Teknologi datang dengan janji-janji manisnya. “Hidupmu akan lebih mudah dengan smartphone ini!” atau “Gunakan aplikasi manajemen waktu ini dan lihat betapa produktifnya kamu!” Kita pun terpikat. Dari telepon pintar yang bisa mengingnatkan jadwal harian, robot pembersih yang bisa membersihkan rumah, hingga masalah kompor listrik yang bisa mati sendiri ketika kita lupa mematikan saat berada di luar rumah. Itu semua menjanjikan kita akan jadi raja atau ratu produktivitas. Harapan masyarakat terhadap teknologi begitu tinggi, seolah-olah teknologi adalah penyelamat hidup seperti dalam film sci-fi yang sering kita tonton.
Tidak bisa kita pungkiri lagi kehidupan yang dulunya melelahkan dengan genjotan pekerjaan fisik, kini jadi lebih ringan dengan teknologi yang ada. Misalkan nih kita dulu mengandalkan ayam tetangga untuk membangunkan kita, saat si ayam sakit tenggorokan yang membuatnya tidak berkokok, kita jadi bangun kesiangan. Berbeda dengan sekarang, tinggal set alarm digital, kita tidur nyaman dan biarkan alarm membangunkan kita dengan suara musik favorit.
Tapi tunggu dulu, meski mudah dan anti-ribet, setiap hal pasti punya efek samping. Sama halnya dengan teknologi yang punya jargon serba mudah; serba cepat dan efisien, ada sisi kelam yang infonya sudah banyak bertebaran di media sosial. Yap, kita jadi enggak punya cukup waktu.
Lho, kok kontradiktif sih, Mbak?
Di era teknologi yang serba ini itu, multitasking jadi aktifitas setiap hari. Siapa sih yang enggak multitasking di hari ini? Rasa-rasanya multitaskting bukan hal yang luar biasa lagi kan. Contoh nih, kita bisa makan sambil nonton video dan mengikuti kelas online. Ada lagi yang sambil masak, dengerin musik sambil jaga toddler yang lagi main, juga balas pesan di tiga grup whatsapp.
Bukannya itu bagus ya jadi semakin banyak pekerjaan penting yang selesai?
Eh tunggu dulu, ada yang aneh bukan? Jika di awal kita berharap teknologi meringankan dan mempercepat pekerjaan untuk selesai, tapi mengapa pekerjaan tak kunjung usai?
Ekspektasi untuk ‘menyelesaikan lebih banyak’ ini berdampak besar pada pekerjaan dan kehidupan pribadi kita. Alhasil, pekerjaan datang bertubi-tubi membuat kita berambisi untuk segera ingin menyelesaikan dengan cepat. Lalu apa yang terjadi?
Ironi Teknologi dan Ekspektasi ‘Segala Lebih Mudah’
Multitasking dan ekspektasi ‘segala lebih mudah dan cepat’ ini punya harga. Mereka yang ingin melakukan segala sesuatu dengan cepat biasanya akan cenderung multitasking dengan memanfaatkan teknologi yang sudah ada. Hubungan antara teknologi, multitasking, dan ekspektasi ini secara tidak langsung mengaktifkan sinyal mode on untuk menerima pekerjaan yang datang, meskipun sepertinya pekerjaan itu bukan bagian dari teritori kita.
Kita ambil saja contoh, seorang atasan meminta karyawannya untuk mengirimkan email balasan kepada klien saat kita di rumah. Padahal kita bisa saja menolak atasan karena itu sudah berada di luar jam kantor, tapi karena sekarang sudah zaman AI kita mau-mau saja melakukan itu. Tanpa pikir panjang kita dengan cepat menuliskan email balasan kepada klien yang harusnya bisa kita lakukan di jam kerja.
Meski kita tidak bisa menolak dengan kehadiran teknologi, penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari juga perlu kita sikapi dengan bijak. Teknologi berperan besar terhadap kecepatan penyelesaian pekerjaan dan mengefisienkannya, tapi kita juga perlu waspada dengan anggapan segala pekerjaan akan lebih mudah dan cepat. Jika kita tidak bisa menyikapi perkembangan teknologi dengan bijak, Alih-alih merasa terbantu dengannya kita jadi terjebak dalam pola pikir yang keliru dan mengakibatkan pola kehidupan yang buruk.
Sudah banyak artikel-artikel kesehatan yang menjelaskan bahaya multitasking tidak hanya bagi kesehatan, tapi juga kehidupan sehari-hari. Misalkan saja bisa merusak kemampuan otak, menimbulkan stress dan burnout, kelelahan kronis, depresi dan jika terlalu lama sering multitasking bisa menurunkan kinerja memori kita.
Lalu apa ada kuncinya untuk terhindar dari ?
Teknologi dan Waktu: Atur Waktu dari Kesiapan, Coba-coba Hingga Kebiasaan
Manajemen Waktu
Tidak ada yang namanya lebih cepat dan lebih mudah bahkan untuk kata’paling’ sekalipun, karena semua ada harga dan konsekuensinya.
Salah satu kata-kata di atas adalah yang sering diucapkan oleh mendiang orang tuaku ketika aku masih kecil. Setelah dewasa aku menyadari bahwa itu memang benar adanya. Di dunia ini tidak ada yang lebih atau paling, karena semua pasti ada harga untuk menjadi lebih atau ‘paling’. Sama halnya dengan teknologi dengan segala jargon-jargonnya, di balik kemudahaan itu ada harga yang harus kita bayar. Entah dengan pekerjaan yang lebih banyak, waktu yang lebih sempit atau tekanan yang lebih besar.
Apa ada tipsnya mengatur waktu dengan baik? Oh, tentu saja ada. Silakan coba-coba dari tips-tips yang sudah banyak bertebaran.
Kok gitu sih? ini serius lo!
Aku pun menjawab ini dengan serius. Mengapa aku minta untuk coba-coba? lagi-lagi tips di luar sana tidak selalu mutlak bisa dilakukan seratus persen oleh kita, ada banyak faktor yang mempengaruhi misalkan saja lingkungan kerja, jam biologis, kemampuan otak kita dalam memahami sesuatu, sampai kesehatan yang tentu masing-masing orang berbeda.
Hal utama yang perlu kamu lakukan sebelum menerapkan tips mengatur waktu adalah, coba renungkan beberapa pertanyaan berikut:
Apakah aku sudah bisa mengatakan ‘TIDAK’ pada orang lain saat aku sudah merasa ‘penuh’?
Jika dari ketiga pertanyaan itu salah satu atau malah tiga-tiganya dijawab ‘TIDAK’ maka kamu belum siap untuk mengatur waktu. Karena ketiga hal di atas menjadi faktor penting yang sering terlewat ketika kita mengatur waktu sehari-hari. Jika sudah siap, coba-coba lah dan jika sudah menemukan ritme, jadikan itu sebagai kebiasaan.
Invitasi dan Diskusi
Perkembangan teknologi memang bak dua sisi mata uang, yang satu sisi bisa membawa manfaat dan satu sisi bisa membawa efek negatif jika tidak disertai dengan kebijakan dari penggunanya. Teknologi ini tidak terbatas pada media sosial, gadget, ini termasuk peralatan rumah tangga mulai dari robot pembersih, kompor listrik dan segala tetek bengeknya yang penggunaannya bisa mengakibatkan mager tingkat dewa.
Untuk itu perlu adanya kebijakan dan keinginan diri dalam mengatur waktu lebih baik setiap hari dari pengguna. Namun, sebelum mengatur waktu pastikan diri sendiri sudah siap secara mental dan fisik ya!
Anyway, adakah yang punya pengalaman terkait perkembangan teknologi dan time management? Atau ada opini lain yang ingin dibagikan? bisa komen di kolom komentar ya! Eits, tetap gunakan bahasa yang sopan, semata-mata demi jejak digital kalian agar bersih.
Happy Monday!
Source: Kudesia, Ravi S., et al. “Doing More With Less: Interactive Effects of Cognitive Resources and Mindfulness Training in Coping With Mental Fatigue From Multitasking.” Journal of Management, no. 2, SAGE Publications, Oct. 2020, pp. 410–39. Crossref, doi:10.1177/0149206320964570.
Teknologi emang bak pedang bermata dua. Jadi kita harus bijak dalam menggunakannya. Jangan sampai pengen cepat ngerjain sesuatu malah jadi makin lama karena keasyikan daring.
Oh .. ternyata hal yg sepertinya positif seperti multitasking ini bisa berdampak negatif pula bila salah dlm pengelolaan nya ya. Terima kasih sharing nya..
Perkembangan AI memang kadang agak menakutkan buatku, karena bikin manusia jadi semakin pengen semua serba instan. Tapi kan kita gabisa juga ya tutup mata dan telinga dengan kemajuan teknologi jaman skrg.
Jujurly, saya sangat terbantu dengan teknologi, terutama kecerdasan buatan dalam membuat konten. Tidak semuanya total dengan AI, tapi bisa meringkas pekerjaan yang sebelumnya ribet. Misalnya cari referensi, editing, dan cari ide tulisan.
Dulu ngerjain job bisa dua hari untuk satu project, sekarang satu hari bisa dua atau lebih.
jujur aku sangat terbantu dengan AI untuk nulis bikin konten dll waktuku makin singkat dan waktu lainnya bisa aku buat jualan offline.. meski pecandu teknologi aku juga mengimbangi dg berbagai aktifitas reallife bahahahah bahasa anak skrg begitu… dan itu bikin aku merasa, mersa lho lebih seimbang hidupku… krn jualan offline ama online bnr2 pengalaman berbeda
Sepertinya orang jaman dulu vs sekarang lebih sehat mental orang jaman dulu yang tidak terpapar gadget. Gadget memang membantu kehidupan manusia, tapi kalau tidak digunakan dengan baik maka bisa jadi pisau bermata dua. Satu sisi menguntungkan satu sisi merugikan.
Yupz setuju. Perkembangan teknologi tergantung penggunanya. Di satu sisi memang mempercepat proses dalam banyak hal, di sisi yang lain ya bisa membuat kita ingin mengerjakan segala sesuatu dengan instant, dan tidak lagi menikmati ‘proses’ sebagai sebuah perjalanan.
sekarang memang kita sangat terbantu ya dengan perkembangan teknologi. kalau menurutku sih memang sebaiknya kita bisa menyeimbangkan diri dalam penggunaan teknologi ini agar tidak terlalu bergantung juga padanya
Multitasking gak selamanya oke, kalau gak sabar diri bisa membuat sakit malah. Begitupun dengan teknologi, kalau gak digunakan dengan benar, bisa berdampak gak baik untuk kehidupan
Meskipun freelancer, kita juga kudu punya working time gitu yaa..
Apalagi pegawai.
Etapi aku dulu pas masi kerja juga susah bilang engga siih.. jadi memang kudu ada kesadaran mengenai kemampuan diri sendiri karena berdampak ke kesehatan mental juga nih..
Teknologi katanya mempermudah kita, tapi kok kerjaan nggak kelar-kelar? Sebenarnya memang mempercepat pekerjaan, namun waktu yang ada/tersisa jadi dialihkan untuk kegiatan lain.
Comment
Era sekarang zamanya AI. Tekno AI memang bagus sih kak. Apalagi untuk menulis konten, jujur saya juga pake AI untuk membuat konten, hehhe
Pada akhirnya kembali ke pola pikir atau bahkan paradigma yang katanya terlalu konvensional : “kembali ke masing-masing individu”.
Tapi memang aku sudah merasakan (dulu banget) adanya dekadensi atau apalah namanya, sejak mulai Televisi itu ada remotenya! 🙂
Teknologi emang bak pedang bermata dua. Jadi kita harus bijak dalam menggunakannya. Jangan sampai pengen cepat ngerjain sesuatu malah jadi makin lama karena keasyikan daring.
Oh .. ternyata hal yg sepertinya positif seperti multitasking ini bisa berdampak negatif pula bila salah dlm pengelolaan nya ya. Terima kasih sharing nya..
Perkembangan AI memang kadang agak menakutkan buatku, karena bikin manusia jadi semakin pengen semua serba instan. Tapi kan kita gabisa juga ya tutup mata dan telinga dengan kemajuan teknologi jaman skrg.
sebagai konten kreator, krn kerjaannya di rumah, time management itu penting banget. jgn sampe bablas begadang krn ngerjain job ngonten hihii
Jujurly, saya sangat terbantu dengan teknologi, terutama kecerdasan buatan dalam membuat konten. Tidak semuanya total dengan AI, tapi bisa meringkas pekerjaan yang sebelumnya ribet. Misalnya cari referensi, editing, dan cari ide tulisan.
Dulu ngerjain job bisa dua hari untuk satu project, sekarang satu hari bisa dua atau lebih.
jujur aku sangat terbantu dengan AI untuk nulis bikin konten dll waktuku makin singkat dan waktu lainnya bisa aku buat jualan offline.. meski pecandu teknologi aku juga mengimbangi dg berbagai aktifitas reallife bahahahah bahasa anak skrg begitu… dan itu bikin aku merasa, mersa lho lebih seimbang hidupku… krn jualan offline ama online bnr2 pengalaman berbeda
Sepertinya orang jaman dulu vs sekarang lebih sehat mental orang jaman dulu yang tidak terpapar gadget. Gadget memang membantu kehidupan manusia, tapi kalau tidak digunakan dengan baik maka bisa jadi pisau bermata dua. Satu sisi menguntungkan satu sisi merugikan.
Yupz setuju. Perkembangan teknologi tergantung penggunanya. Di satu sisi memang mempercepat proses dalam banyak hal, di sisi yang lain ya bisa membuat kita ingin mengerjakan segala sesuatu dengan instant, dan tidak lagi menikmati ‘proses’ sebagai sebuah perjalanan.
sekarang memang kita sangat terbantu ya dengan perkembangan teknologi. kalau menurutku sih memang sebaiknya kita bisa menyeimbangkan diri dalam penggunaan teknologi ini agar tidak terlalu bergantung juga padanya
Relate banget nih. Karena semakin maju teknologi. Kita jadi manusia yang pengennya cepat-cepat jadi kurang menghargai proses jadinya.
Multitasking gak selamanya oke, kalau gak sabar diri bisa membuat sakit malah. Begitupun dengan teknologi, kalau gak digunakan dengan benar, bisa berdampak gak baik untuk kehidupan
Meskipun freelancer, kita juga kudu punya working time gitu yaa..
Apalagi pegawai.
Etapi aku dulu pas masi kerja juga susah bilang engga siih.. jadi memang kudu ada kesadaran mengenai kemampuan diri sendiri karena berdampak ke kesehatan mental juga nih..
Teknologi katanya mempermudah kita, tapi kok kerjaan nggak kelar-kelar? Sebenarnya memang mempercepat pekerjaan, namun waktu yang ada/tersisa jadi dialihkan untuk kegiatan lain.
15 Responses