Home / Jendela

Jurusan Kuliah Keren, tapi Cari Kerjanya Senewen

Senjahari.com - 09/09/2024

dampak stereotip jurusan kuliah

Penulis : Dinda Pranata

Bayangin, pas lagi asik nongki bareng teman-teman SMA, terus tiba-tiba si bibir gosip nanya, “Eh, denger-denger kuliah di kampus A ya? ambil prodi apa?” Tanpa ada pikiran sesat si polos menjawab pertanyaan ini, “oh itu! Aku ambil perikanan.”

Pertanyaan itu memang simpel, tapi jawabannya bisa bikin suasana nongkrong berubah drastis. Ada yang dengan bangga bilang, “masa ambil perikanan! Ini lho aku di akuntansi. Calon akuntan masa depan!”

Ada juga yang jawab sambil geleng-geleng geli, “Kok perikanan sih. Mau ngelaut ye! Aku di IT nih. Ya, calon smart car programmer!

Cerita di atas enggak cuma dialamin sama satu dua orang aja sih, tapi bisa banyak orang yang dijulid cuma perkara jurusan kuliah. Dampak stereotip jurusan kuliah ini enggak cuma lari ke si polos aja, tapi bisa merembet ke banyak hal yang tak kita sadari.

Lulusan Berjibun, Tapi Nyari Kerja Minta Ampun!

Setiap tahun, ribuan bahkan jutaan mahasiswa lulus dari universitas. Tahun 2021 saja lulusan universitas sebanyak 1,629, 040 orang, lalu meningkat di tahun 2022 sebanyak 1,842, 588 orang dan pasti akan meningkat lagi dari tahun ke tahun.

Baca juga: Romantisasi Kriminal: Dari Kasus Brigadir J hingga Saiful Jamil

Lalu bagaimana dengan kondisi pengangguran terbuka?

Pengangguran terbuka merupakan pihak yang tidak memiliki pekerjaan atau sedang mencari pekerjaan; yang mempersiapkan usaha; yang tidak yakin mendapatkan pekerjaan dan; mereka yang sudah punya pekerjaan tapi belum bekerja. Dari pengertian ini pengangguran terbuka adalah mereka yang belum bekerja.

Dari data statistik di bulan februari tahun 2023 saja sekitar 945,413 orang menjadi pengangguran terbuka dari kalangan lulusan diploma dan juga sarjana. 

Sumber: BPS, Sakernas Februari 2023, diolah Pusdatik Kemnaker

Nah, kalau sudah begitu gimana dong!

Jurusan yang dianggap “keren” atau “menjamin masa depan.” nyatanya tidak menjamin seseorang langsung bisa bekerja. Coba deh, pikir lagi, apakah semua lulusan ini benar-benar dapat kerja sesuai jurusannya?

Baca juga: Kamu Tua Atau Gaya Hidup Mereka yang Muda?

Faktanya, banyak yang akhirnya lari ke bidang lain karena lowongan di sektor yang mereka idam-idamkan sudah penuh sesak kayak antrian diskon 90% di mall. Alhasil, jurusan yang “nggak favorit” malah punya lebih banyak peluang kerja, tapi sayangnya, nggak banyak yang mau ambil risiko masuk ke sana. Lgai-lagi karena masalah dampak stereotip jurusan kuliah yang enggak enak banget kita denger.

Kita bisa lihat, sektor kreatif kayak seni, teologi, pertanian, perikanan, dan beberapa yang lainnya sering banget kekurangan tenaga ahli. Di sisi lain, sektor yang dianggap prestisius, seperti pendidikan, teknik, manajemen dan ekonomi, malah jadi rebutan. Ini bukan soal jurusannya, tapi soal ekspektasi yang keliru. Kita semua mau secure, stabil, tapi akhirnya malah bikin ketimpangan yang parah.

Dampak Stereotip Kuliah Dan Efek Dominonya

Ini mirip kayak kita nonton film superhero. Semua orang pengen jadi Iron Man, tapi kalo nggak ada yang mau jadi kru filmnya, ya nggak bakal ada Iron Man di layar kaca. Sama kayak dunia kerja, kalau semua orang pengen jadi ekonom, akuntan, pebisnis, teknisi, lalu siapa yang mengurus sektor di dunia seni, sektor pertanian, perikanan atau yang lainnya. Sektor-sektor itu juga sama pentingnya untuk menggerakkan roda kehidupan dan ekonomi negara kan?

Dilema para pencari kerja yang berasal dari lulusan perguruan tinggi ini bukan tanpa sebab. Jika mengambil teori ekspektasi-nilai dan juga teori fenomenologi konstruktivis, faktornya bisa sangat mendasar sekali. Awalnya berangkat dari anggapan satu jurusan keren/remeh dan ekspektasi pengen dapat kerja dengan gaji mentereng, membuat para calon mahasiswa dan sarjana ini jadi merasa salah jurusan dan bikin suatu jurusan jadi overpopulated.

Fakta di lapangannya, overpopulasi di jurusan yang keren tidak bisa menjamin lulusan bisa langsung dapat kerja. Karena balik lagi, apakah kuantitas jurusan itu sebanding dengan kualitas keluarannya. Efek dominonya berimbas ke daya serap sektor lapangan kerja.

Baca juga: Stigma Kusta: Cermin Buta dalam Nista dan Kusta

Misalkan saja nih dari data PDDIKTI tahun 2024, prodi pendidikan memiliki jumlah mahasiswa kurang lebih dua jutaan, sementara jumlah sekolah di Indonesia ada sekitar 400 ribuan unit ditambah jumlah perguruan tinggi sekitar 4,253 unit. Apakah mungkin dua juta mahasiswa itu akan terserap seluruhnya di sektor pendidikan? Tidak! Akhirnya yang terjadi, para calon lulusan harus bersaing dengan lulusan-lulusan dari program studi lain untuk mendapatkan pekerjaan.

Apa nggak ada solusi lain?

Ini Bukan Asal Ucap, Tapi Yuk Saling Tanggap!

Mengupah paradigma masyarakat itu enggak bisa kaya Bandung Bondowoso bikinin candi buat Roro Jongrang! Harus ada yang memulai mendobrak itu. Siapa? ya kita-kita alias individunya.

Mulai mengubah mindset soal jurusan dan karier, lalu enggak asal kasih cap jurusan ini nganggur-able dan jurusan itu cepet dapet kerja. Pertama, sadari bahwa cepat lambatnya kita bekerja bukan karena jurusan itu mentereng apa enggak, tapi faktor human-nya. Seberapa kompetennya kita dalam bidang yang ditawarkan dan seberapa ‘menjualnya’ diri di mata perusahaan.

Kedua, jangan sungkan buat belajar lintas studi. Misalkan yang anak bahasa, mau belajar ilmu teknologi bareng anak IT atau belajar bareng anak statistik, siapa tahu ilmu dari lintas studi bisa menaikkan nilai jual kita saat melamar kerja. Everything is possible, beb!

Baca juga: Ketika Sekolah Mau Menghemat Sampo, Jadilah Hukuman Mencukur Rambut

Ketiga, tidak ada yang namanya baru kerja gaji udah selangit! Ini yang sering banget di gembar-gemborkan orang kalau lulusan ABC gajinya menyala. That sound so silly! Kenyataannya, gaji itu mengikuti standar hidup suatu wilayah, kalau kota Jakarta manager gajinya lima juta bisa enggak makan anak istri. ya kan? Belum lagi, kenyataan bahwa gaji itu juga mengikuti lama kerja, prestasi di perusahaan.

Jadi, sebelum kita terjebak dalam dampak stereotip jurusan kuliah yang bisa bikin kehilangan kesempatan besar di dunia kerja, coba buka pikiran. Ingat, kesuksesan itu enggak cuma soal di mana kuliah atau gelar apa yang kita punya, tapi bagaimana kita mau mengembangkan skill.

Kamu punya pengalaman menarik seputar stereotip jurusan, bisa kok berbagi di kolom komentar. Eitz! Komennya yang sopan ya, supaya jejak digitalmu tetap bersih!

Happy Monday!

Source:
https://dapo.kemdikbud.go.id/sp
https://pddikti.kemdikbud.go.id/statistik?tab=mahasiswa
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7222579/10-negara-dengan-jumlah-kampus-terbanyak-di-dunia-indonesia-nomor-berapa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

*

Post comment

Comment

Iya juga sih, kadang jurusannya beda pas kerja beda tuh biasanya. Susah ya kerja di negeri sendiri apalagi banyak syarat ini ono lah, ribet nya di indo…

Mungkin adopsi dan cara pemerintah memperlakukan pendidikan dan siswa/siswi yang sudah lulus juga perlu mendapatkan perhatian lebih detail lagi ini ya?

Termasuk sarana dan prasarana serta fasilitas. Soalnya walau bagaimanapun pendidikan ini tetap menjadi penting bagi siapapun.

Anakku kulaih DKV di TelU Bandung. Dia kelas IPA saat SMA tetapi memang sejak batita senang melukis dan menggambar. Walaupun ada niat menjadi dokter, akhirnya dipilihlah DKV sesuai passion-nya. Dokter juga menjadi cita2nya sejak SD. Lintas jurusan ga masalah selama si anak sanggup menjalani dan konsisten dengan pilihannya dan ada kompetensi juga, bukan sekadar ‘ingin’. TFS 🙂

Tapi emang lulusan universitas tertentu, dipandang paling mumpuni, di atas rata-rata, kalau udah gitu berarti yang kuliah di kampus lain harus berani nambah skill, sering cari pengalaman di luar perkuliahan biar makin banyak ilmunya yang didapat

Lifestyle Blogger

beberapa orang di sekitar saya juga masih banyak memegang prinsip untuk beberapa jurusan kuliah itu bakal dapat gaji gede dan beberapa jurusan lain bakal kecil gajinya, padahal kuliah hanya batu loncatan, jika pun ada yang sesuai jurusan untuk tertentu saja, kalau masuk dunia kerja seperti perusahaan umum jurusan mana aja bisa masuk dan sama dapat potensi gaji yang besar juga, seperti saya dulu jurusan IT pas kerja di bidang manajemen sama juga gajinya bahkan jauh lebih besar

saya dulu kuliah ambil psikologi? itu keren g sih. Dulu ambil jurusan itu lebih karena hindari itung2an aja sih kak

Banyak terjadi, kuliah dan kerja berlainan bidang. Idealisme yg semula ada waktu baru lulus, lambat laun memudar kalo susah dapet kerjaan

Karena kebanyakan lulusan sarjana kita masih berpikiran, lulus untuk mendapatkan lapangan pekerjaan bukan lulus untuk menciptakan lapangan pekerjaan

Agustina Purwantini

Nah, ‘kan. Sejak zaman baheula selalu terjadi kekgini. Misalnya kuliah di PTN ternama jurusannya dianggap remeh, diejek juga. Ckckck. Padahal masa bodoh tentang keren enggak keren, yang penting kualitas infividualnya dan keputusannya masuk kuliah di jurusan pilihannya.

Agustina Purwantini

Tes

RIFQI FAUZAN SHOLEH

Wah, bener banget! Kadang kita terlalu terjebak sama stereotip jurusan kuliah. Yang penting skill dan semangat, bukan cuma gelar!

Aku juga ngalamin, bingung mau ambil jurusan apa. Alhamdulillah msk kampus & jurusan yg benar sehingga sekarang bisa kerja sesuai dgn bidang yg diambil hehe

Jadi inget ada teman yang kuliah di IPB Bogor, trus ada teman lainnya yang menimpali: “Mau jadi apa dia? Jadi petani?”
Eh sekarang teman yang kuliah di pertanian itu jadi Manajer di salah satu bank nasional kenamaan

Firdaus Deni Febriansyah

Sebenarnya semua jurusan punya peluang kerjanya masing-masing. Tinggal bagaimana mahasiswa bisa meningkatkan skill supaya bisa mendapatkan pekerjaan

Sepertinya penting buat mahasiswa buat gak cuma kuliah pulang tetapi juga aktif berorganisasi dan memiliki hobi yang postitif. Mumpung masih muda ikut banyak kegiatan juga. Soalnya pengalaman pribadi, kerjaan pertama karena ikutan persma di kampus lalu bisa di-hire perusahaan. Maka, pengalaman dan networking dari luar kuliah jg penting #imho

Dian Restu Agustina

Relate banget..anakku ambil prodi Art (major) dan Business (minor) di Prancis dan dikatain..jauh-jauh sekolah ke luar negeri ambil Seni, mau jadi apa. Ga tau aja mereka, dia belum kuliah aja dah bisa jual hasil karyanya dengan bayaran US dollar. Aku sih dukung aja karena dia passion-nya di situ

Saya juga heran kalau ada yang mikir pas baru masuk kerja udah ngebayangin gaji tinggi
Dimana-mana yang gaji tinggi juga sepadan sama effort-nya
Saya jurusan Kimia dan di rumah saja itu juga pilihan dan berusaha tetap produktif karena banyak faktor alasannya gak kerja di ranah publik

betul banget nih yang poin belajar lintas jurusan itu harus banget deh di era saat ini, biar kata gak sesuai jurusan tapi kalau punya skill kan bisa jadi nilai ‘jual’ tersendiri saat melamar pekerjaan 🙂

Andri Marza Akhda

Peluang kerja selalu ada untuk setiap program studi, hanya saja memang kebutuhan pasar jadi penentu. Contoh saja mereka yang lulus dari program studi Ilmu Nuklir. Kebutuhan pasar akan lulusan jurusan ini di Indo, mungkin tidak akan sebanyak di luar negeri. Oleh sebab itu, individu yang kuliah harus sering-sering membekali dirinya dengan pengetahuan yang luas.

19 Responses