Penulis : Dinda Pranata
Gelas-gelas kristal beradu lembut di bawah cahaya temaram pesta. Tawa renyah melayang di udara, sementara seseorang mengangkat gelasnya tinggi-tinggi. “Toast!” serunya, diikuti gemuruh balasan dari seluruh ruangan. Toast, atau bersulang, kini telah menjadi ritual yang tak terpisahkan dari berbagai perayaan. Bukan hanya di film-film Amerika atau pesta mewah, tapi juga di acara keluarga, pernikahan, bahkan sekadar makan malam sederhana.
Namun, di balik keceriaan setiap kali gelas terangkat, pernahkah terlintas dalam benakmu bahwa tradisi ini menyimpan sejarah panjang? Sebuah cerita kuno yang tak selalu berbalut tawa… tapi kadang, penuh intrik dan kejutan.
Dalam Sebuah Anggur Ada Sebuah Doa
Gelas anggur terangkat di tengah aula besar. Aroma buah anggur yang difermentasi memenuhi udara, bercampur dengan tawa dan lantunan musik kecapi. Di sudut ruangan, seorang pria dengan toga ungu – simbol kekuasaan – berdiri, mengangkat gelasnya setinggi mungkin. Semua mata tertuju padanya. Seketika, hening menyelimuti. “Untuk kesehatan Raja Augustus!” serunya lantang. Seluruh hadirin mengikuti, anggur mereka tumpah sedikit saat gelas saling beradu. Tradisi ini bukan sekadar kebiasaan, melainkan aturan yang harus dipatuhi.
Di masa Yunani kuno, bersulang bukan sekadar bagian dari pesta. Ini adalah ritual sakral yang berakar dari keyakinan bahwa setiap tegukan anggur membawa doa. Setiap kali gelas diangkat, harapan untuk kesehatan dan kebahagiaan disematkan dalam tiap tetesnya. Ada yang percaya, dengan bersulang, mereka bisa menepis roh jahat yang mungkin meracuni anggur mereka.
Namun, tradisi ini mencapai puncaknya di masa Kaisar Augustus. Dalam setiap jamuan, bersulang dilakukan minimal tiga kali. Pertama, untuk menghormati para dewa. Kedua, untuk kesehatan dan umur panjang sang kaisar. Dan ketiga, untuk keberuntungan seluruh rakyat. Menolak bersulang? Itu sama saja dengan menolak nasib baik yang diberikan oleh para dewa.
Baca juga: Lorong Waktu-Epidemi Athena. Penyebab Epidemi Yang Masih Menjadi Misteri!
Tapi apa yang terjadi ketika tradisi ini mulai melibatkan lebih dari sekadar anggur dan doa? Ketika kepentingan kelas sosial dan intrik-intrik mulai merasuki setiap tetes minuman? Sebuah rahasia mulai terkuak, mengubah cara orang memandang gelas anggur ini setiap kali mereka mengangkat gelas…
Drama-Drama Kaum Toast
Di sebuah ruangan penuh asap cerutu, pria-pria berbaju beludru duduk mengelilingi meja kayu besar. Gelas-gelas berisi anggur merah terangkat tinggi-tinggi, sementara sorakan keras bergema di ruangan. “Untuk kemenangan kita!” teriak salah satu dari mereka.
Semua orang bersulang, tertawa, dan menikmati perayaan. Tapi jika kita lihat lebih dekat, tak ada satu pun wanita di ruangan itu. Karena, dalam kehidupan konservatif waktu itu, aturan mengharuskan wanita berada di dalam ranah domestik.
Pada abad ke-16 dan 17, jamuan seperti ini adalah milik kaum pria. Bersulang bukan hanya perayaan, tapi juga simbol kekuasaan dan maskulinitas. Dengan bersulang, suasana mencair, dan hubungan antar pria terjalin lebih erat. Tapi mengapa masyarakat waktu itu melarang wanita ikut serta?
Bagi mereka, bersulang adalah tradisi yang mengukuhkan status dan mempererat hubungan. Seperti yang J. Roach tulis dalam The Royal Toast Master, “A well-applied toast can revive a languid conversation and soften resentment.”
Baca juga: Review Bukan Pasar Malam: Dari Filsafat, Profesi Sampai Politik
Sementara di tempat lain di Eropa, tradisi bersulang berkembang dengan cara yang unik. Di Inggris abad ke-17, anggur mereka campur dengan roti untuk mengurangi rasa asam.
Lalu ada Prancis, Spanyol, dan Jerman, bersulang tanpa melakukan kontak mata, katanya bisa membawa nasib buruk—bahkan mereka meyakini berdampak pada kehidupan di hmm … r*nj*ng. Seiring waktu, aturan bersulang semakin rumit, bahkan ditentukan oleh kelas sosial.
Namun, tidak semua orang menyambut toast ini dengan tangan terbuka. Di abad ke-16, sekelompok wanita mulai melawan. Mereka muak melihat uang rumah tangga terus terkuras untuk jamuan minum para suami. Apa yang selanjutnya, akan mengubah asal kata toast menjadi benar-benar berbeda.
Asal Kata Toast yang Penuh Drama
Di sebuah dapur kecil di London abad ke-16, seorang wanita dengan gaun kurungan berdiri di dekat perapian, melipat tangannya dengan gusar. Di luar, suaminya dan teman-temannya sedang merayakan sesuatu—lagi.
Suara gelak tawa dan benturan gelas terdengar jelas. “Berapa banyak lagi yang akan ia habiskan untuk anggur itu?” gumamnya. Bukan rahasia bahwa tradisi bersulang di kalangan pria mulai memicu keretakan di banyak rumah tangga. Bagi sebagian wanita, setiap tetes anggur yang prianya minum adalah kepingan uang yang lenyap dari kantong keluarga.
Baca juga: Tradisi Nyopuh, Saat Madu Menyatukan Suku.
Protes mulai muncul. Kelompok wanita membentuk gerakan anti-toast, menuntut agar perjamuan yang untuk kesenangan ini berhenti. Mereka mengajukan petisi, menghadiri sidang parlemen, bahkan mencoba mempengaruhi hukum untuk melarang jamuan besar.
Namun, bagi pria semakin keras larangan dan kekangan akan anggur dan jamuan, mereka semakin mencari keleluasaan di balik tembok-tembok tersembunyi. Terus melanjutkan tradisi yang mereka anggap tak tergantikan.
Dari perjamuan kerajaan hingga pesta modern, toast tetap menjadi bagian dari perayaan dan kebahagiaan. Bahkan dalam malam tahun baru kata toast ini mungkin akan bergema di detik pergantian tahun. Tradisi ini melintasi zaman dan budaya, menjelma menjadi simbol kebersamaan.
Lalu bagaimana toast tidak populer daripada cheers?
Source :
https://www.artofmanliness.com/2017/12/20/often-manly-history-toasting-bring-back/
Comment
Kata toast dah cheers itu sama ngga kak? Sepertinya toast itu tradisi dari luar ya? Kalau di Indonesia mungkin ya beberapa daerah saja ada tradisi toast, kurang tsu juga sih.
Kynya lebih populer kata cheers gak sih tuk bersulang? Btw klo di Indonesia ada gak tradisi ky gini? Aku cuma liat di film² aja kadang ada adegan ‘mari kita bersulang untuk . ” Gak tau deh isi gelasnya apaan hehe…
waw ternyata begini ya asal mula tradisi adanya toast. Rupanya benar berasala dari tradisi Yunani kuno. Wajar banget jkalau kemudian tradisi ini bikin istri ngambek, selain pemborosan dalam keuangan, kerena hanya pihak suami yang bersenang-senang haha.
iya ya, kalau aku inget-inget di film barat ada yang bilang toast saat merayakan kemenangan, dan biasanya diucapkan laki-laki. yg bilang ceers biasanya perempuan :O
Jadi nambah wawasan lagi nih, ternyata toast itu identik sama minum wine atau anggur ya. Memang sih harganya lebih mahal dibanding minuman alkohol lainnya. Pantas saja istri pada ngambek, kecuali istrinya pejabat pasti gak misuh2 wkwk
Maaf loh kak awalnya saya berprasangka toast yg dijual di janji jiwa itu ternyata bukan….
Oh jadi ini awal mula muncul kata toat dan kebiasaannya
6 Responses