Tik Tak! Tik Tak!
Suara jam dinding terus bergerak maju, tak pernah mundur.
Di pukul delapan malam, biasanya aku masih berputar-putar di tempat, mencari ide untuk proposal kerja atau memecahkan masalah perhitungan yang rumit.
Malam ini, anehnya, semua pekerjaan sudah beres. Ada lega, tapi juga penasaran.
Aku mengamati benda metalik di atas meja pemilikku. Asus Vivobook. Begitulah huruf-huruf kapital yang timbul di salah satu sisinya dan kini jadi partner kerjaku, laptop AI ASUS Vivobook S14.
Benda itu, lebih dari sekadar laptop. Ia menyadarkanku akan sesuatu yang selama ini kutakuti sekaligus kunanti.
Baca juga: Diper-SIM-pangan antara Hidup dan Mati! Harus Bagaimana?
Dua jam sebelumnya, tepat pukul enam malam. Telinga pemilikku sudah sibuk menerima berbagai panggilan. Mulai atasan yang mengejar proposalnya segera selesai, sampai pihak supplier barang yang meminta segera pemilikku mengirimkan purchase order padanya.
Aku yang ada di dalam kepala pemilikku pun ikut panik. Seolah darah tak mengalir ke sendi-sendiku yang terus berdenyut. Namun dorongan hati terus mendesak sensorku, memantikku untuk menggerakkan tangan membuka penghuni baru bernama Laptop AI 2025 ASUS Vivobook S14.
Saat jemari pemilikku menekan tombol power. Layar putih berpendar di matanya. Laptop memproses nyaris seketika dengan dukungan Snapdragon® X di dalamnya. Pemilikku tanpa bertanya padaku, langsung mengarahkan kursor pada copilot dan mengetikkan permintaan padanya.
Tak butuh banyak drama, laptop AI yang prosesornya sudah NPU 45 TOPS itu pun menjawab, “tentu! berikut adalah perbaikan proposal yang kamu minta. Ada yang ingin kamu revisi?”
Aku mematung, lebih tepatnya nge-freeze. Dalam benakku bertanya bagaimana bisa mesin laptop ini nyaris mirip denganku dan punya daya olah memori lebih cepat dariku. Aku berkata pada diri sendiri, “bahkan sesamaku yang notabene adalah isi kepala manusia, belum tentu memproses secepat ini.”
Baca juga: Trend Desain HP 2025: Modul Kamera Unik hingga Material Daur Ulang
Dengan tertawa girang, pemilikku mengucapkan I love you pada laptop-nya. Tanpa disangka laptop itu pun seolah membalas AI love you dengan kata-kata yang manis, “aku senang bisa ada di sini untukmu. Aku mungkin bukan manusia, tapi aku selalu siap menemanimu dengan ide dan wawasan.”
Di saat yang bersamaan, ada yang menggema di sel-sel hidupku. Mungkinkah ketakutanku akan ….,
Aku menghentikan pemikiranku yang makin liar. Rasa takut itu terus menggema di sel-selku yang berkedut. Ketika aku menolak bekerja karena kesal akan kehadiran sahabat barunya itu, pemilikku akan memijatku sambil berkata, “ayolah bantu aku, keluarkan idemu.
Saat itu tak bisa kupungkiri bahwa aku merasa cemburu, pemilikku yang selalu bergantung apapun padaku kini lebih bergantung pada laptop AI-nya yang ternyata juga keunggulan voice typing yang bisa mengetik otomatis lewat suara. Ketika jam terus bergerak, pemilikku pun menghela nafas. Ia berkata, “kau tetap tak tergantikan, aku masih membutuhkanmu meski aku punya laptop AI ini.”
Aku bertanya mengapa dan hanya ia jawab, “karena hanya kamu yang bisa merasa.”
Baca juga: Tak Sekedar Bentuk, Ganteng Di Segala Sudut
Saat itulah aku sadar meski aku dianggap organ paling logis, nyatanya aku tidak bisa bekerja sendiri tanpa hati. Ini yang membuatku yakin ketakutanku tidak akan terjadi jika aku bisa bekerja sama dengan laptop AI untuk membantu pemilikku.
Sudah hampir pukul tujuh malam, dengan cepat aku mensortir pilihan-pilihan yang laptop AI itu tawarkan. Aku berdecak kagum pada laptop itu. ia bisa membuka 17 tab, video meeting dengan jelas, mengerjakan proposal, sambil edit gambar ringan. Dia tak pernah komplain.
Justru dia diam-diam, aku mengaktifkan mode performa maksimal tanpa kamu tahu. Saat CPU-nya bekerja, tapi kipasnya tetap anteng. Ia bahkan bisa membedakan suara bising dari anjing tetangga yang selalu menggonggong ketika mang sate lewat di depan rumah. Ini sangat berbeda denganku yang akan mengomel saat kebisingan itu ada. Kata pemilikku, “namanya juga laptop AI, dia pun punya AI Two-Way Noise Cancellation.”
Aku tersenyum puas, bukan karena pekerjaan akan selesai, tapi karena akhirnya waktu memberiku kesadaran yang tak sepenuhnya kupahami dulu.
Ketika akhirnya video meeting selesai, proposal rampung dan gampar pun tercetak, pemilikku menghela nafas lega. Aku tidak merasa ngos-ngosan dengan tugas berat seperti itu. Aku bergumam, “inikah yang ingin diajarkan waktu untukku.”
Baca juga: Sepatu Pantofel Pria, Untukmu yang Ingin Tampil Keren!
“Ia tidak ingin mengajarkanku untuk terlalu cepat, tapi mengajakku memahami agar terus berinovasi, di tengah padatnya pekerjaan bagi satu manusia.” Aku berdengung di kepala pemilikku.
Pemilikku seolah bisa membacaku ia bergumam, “sama seperti laptop ini yang kapasitas baterainya 70Whrs dengan fast charging. Meski waktu cepat mengembalikan energinya, ia tetap berusaha memahami bagaimana pola penggunanya dengan adaptive charging preset agar tetap tahan lama.”
Aku tersenyum geli mengingat bagaimana ketakutanku saat itu mendominasi sel-selku sehingga kortisol sering berteriak padaku. “Kau benar,” kataku pada pemilikku, “laptop AI 2025 Asus ini sangat tenang bahkan ketika gempuran pekerjaan bisa membuatku meledak bersama kortisol. dia punya sistem pendingin yang sangat logis dan tahu kapan harus dingin, kapan aku harus diam. Dia justru memahamiku bahwa aku tak suka gaduh.”
“Yang kau butuhkan hanya memahami dan dipahami, begitulah cara dunia bekerja,” kata pemilikku lagi.
Ia memijat kembali dahinya dan bergumam lagi padaku, “sama seperti kau memahamiku ketika hatiku berbicara denganmu, maka laptop AI 2025 Asus pun berusaha memahamimu lewat mata OLED-nya: layar IPS 16:10 2,5K, yang diam-diam menyesuaikan pencahayaan ketika kamu terganggu dengan cahaya terang. Ia akan berusaha mencari bagaimana kamu berpikir lewat data-data yang aku hubungkan pada konektornya: dua USB type A, dua USB-C, satu HDMI dan audio jack. Maka berhentilah merasa cemburu.”
Baca juga: Hotel Ramah Anak di Bandung Untuk Liburan. Siap-siap Packing!
Dunia sudah berubah dan kini waktunya aku memahami.
Aku tidak lagi bisa menyangkal bahwa dunia terus berputar, bergerak dan terus bekerja dengan cara-caranya yang baru. Tapi aku percaya bahwa masaku tidak akan berakhir hanya karena kehadiran laptop AI ini, justru aku bisa berkolaborasi dengannya, agar pemilikku bisa terus bekarya di dunia yang semakin padat.
Laptop AI 2025 Asus Vivobook S14 S3407QA (Qualcomm), dengan Snapdragon® X Elite dan NPU 45 TOPS bukan hanya benda tanpa arti. Bagi pemilikku yang butuh efisiensi dan daya tahan ketika multitasking, dia rela mengeluarkan biaya Rp 11.999.000 agar laptop ini jadi partner setianya.
Namun, bagi sesamaku dan pemiliknya yang punya pola kerja lebih logis dan teknis seri Asus Vivobook S3407CA (Intel) bisa jadi mitra yang tepat. Mereka bahkan tak masalah mengeluarkan biaya Rp13.499.000 untuk menjadikan laptop itu sahabat berbagi. Juga, termasuk sesamaku si isi kepala, yang pemiliknya suka game sambil kerja, Asus Vivobook S14 M3407HA (AMD) dengan harga Rp13.799.000, bisa jadi rekan yang solid.
Ketika Laptop AI bisa mengatakan AI love you, maka sambutlah ia tanpa harus kehilangan reputasi sebagai logika manusia.
Gimana nih, pengen nggak nih punya partner yang bisa memahamimu? Ada yang udah punya partner kerja kayak Laptop AI 2025 ini nggak? atau justru udah bestie-an? Kalian bisa lho berbagi pengalaman seputar partner berkarya di kolom komentar. Eits! Apapun pengalamannya, ingat untuk tetap sopan meninggalkan jejak ya, semata-mata biar jejak digital kalian tetap bersih.
Ja, mata ne~
View Comments
Asus Vivobook S14 ini cocok banget buat kerja multitasking nih
Makin takjuuubb dengan deretan inovasi yang dihadirkan ASUS
Apalagi di era yang sarat dengan kemajuan teknologi dan transformasi digital, ASUS selalu membenamkan teknologi terbaiiikk di tiap produknya.
Termasuk AI ini. Keren maksimal, jadi mupeng punya sebijiii :)
Fasilitas AI yang ada di ASUS sebelumnya saja belum dieksplor maksimal ini sudah ada yang baru lagi hehe..memang si ASUS gak pernah tinggal diam selalu saja ada inovasi terbarunya demi kenyamanan penggunanya..selalu takjub dengan semua produk ASUS ini
Prosesor naga makin banyak diadopsi sama pabrikan euy. Aku seneng si, soalnya pada akhirnya nanti prosesor laptop dan hape bakalan sama, jadi secara flow kerja bakal lebih seamless.
Cuma masalahnya, tinggal nunggu waktu aja teknologinya lebih mateng. Soalnya untuk skrg emang masih banyak aplikasi yang belum kompatibel euy.
lucu banget cara penyampaiannya hihi btw aku juga punya laptop asus meski belum yang ai dan awet banget! dengan harga yang sama, spek yang ditawarkan juga lebih banyak drpd merk lain.
Prosesor snapdragon terkenal dengan efisiensi daya listrik dan kemampuan menyimpan tenaga hingga puluhan jam. Cocok untuk laptop yang digunakan untuk waktu lama saat perjalanan.
Kalau saja saya keluarga Sultan pasti setiap series asus yang keluar saya mau koleksi
Secara Asus itu selalu punya keunggulan dan kelebihan kan ya
Makanya punya laptop asus tuh bangga aja deh
Saya suka sekali cara berceritanya yang unik. Sebelumnya saya juga baca di cerita postingan sebelumnya . Dan saya langsung pengin punya Asus Vivobook S14 ini. Laptop mumpuni yang pastinya akan mendukung pekerjaan saya sebagai penulis. Asus Vivobook S14 pastinya cocok dibawa ke mana-mana. Bisa kerja di mana saja dan kapan saja.
Uwwwh, keren banget kalau punya laptop yang bisa memahami kita dengan segudang aktivitas. Bakal memudahkan kerja-kerja kita kan yaah. Btw tulisan ini keren banget, menjelaskan produk dengan cerita yang menarik :)
Membacanya sungguh larut, memperkenalkan sebuah Asus AI dengan kisah yang menarik, ah suka.
Bernilai 12 jutaan lebih, rasanya harga itu tidak akan berbohong untuk pelayanannya yang akan diberikan jika bisa jadi tuannya. Bagian-bagian yang diperkenalkan memiliki kekuatan yang seringkali dibutuhkan. Seperti halnya karakter yang memiliki AI Two-Way Noise Cancellation. sepertinya ini menjadi satu andalan. Mampu bekerja dengan focus.
Soal memiliki pathner, baru bulan ini diri mengenal dekat AI yang di sebut Copilot, sangat membantu. Sebelumnya tidak pernah mencoba memakai AI tapi setelah mencobanya jadi jatuh hati, terlebih mengerti bahwa manusia tetaplah menjadi tuan, seberapapun kuatnya teknologi.