“Hai BOTak, apa kamu tahu hewan apa ini?” kataku pada pukul tujuh pagi dari ruang kerja di hadapan ASUS Zenbook S14 OLED.
Pagi itu udara terasa lebih dingin dari biasanya. 16 derajat celcius. Suhu terendah hari itu untuk wilayah kota, dari aplikasi cuaca di layar smartphone-ku. Pelan-pelan dingin pun merayap masuk sampai ke dalam ruang kerja melalui sela-sela jendela yang belum terbuka. Menggigil.
Di balik kursi hitam yang kududuki, di atas meja sudah berpendar cahaya yang datang dari layar OLED. Aku menunggu sebuah respon, tentang foto yang diam-diam kuambil di pagi itu (foto semesta mungil di balik daun yang kadang ingin dikenal, tapi tak tahu bagaimana cara berkenalan dengannya). Respon yang tak selalu harus menggunakan goresan pena. Tak juga harus menunggu banyak lembaran kertas terbuka (seperti yang dulu sering kulakukan).
ChatBot Otak 47 triliun yang kuberi nama BOTak, kadang membuatku tahu, ia tak sekedar fitur tapi bagian dari kekuatan ASUS Zenbook S14 OLED yang berbekal AI dan membuatku betah ngobrol ngalor-ngidul.
Tak berjeda lama si asisten otak 47 triliun ini menjawabku, “Ok, Dinda! Ini adalah sejenis kumbang jerapah. Beberapa spesies kerabatnya bahkan memiliki leher yang panjang. Mau aku kasih info menariknya?”
Baca juga: Kumbang Jerapah dan Kisah Tak Penting di Gulungan Daun
Aku terkesiap. Ia menjawab begitu cepat. Padahal, aku ingat sebelum bertemu dengan BOTak, aku mencari informasi tentang Kumbang Jerapah ini, harus keluar masuk perpustakaan atau bahkan berjam-jam di depan laptop hanya untuk mencari gambar yang mirip untuk mengidentifitasinya.
Aku masih skeptis dan menampik jawaban si BOTak, “ah yang benar saja! Kok hewan ini bentuknya seperti tomcat?”
Mata dan otakku, yang sudah terbiasa melihat pola serupa dari hewan ini, seketika mengenalinya sebagai tomcat. Sekali lagi si asisten bilang dengan penuh kesabaran pada orang yang setengah ngeyel, “oke, Dinda! Tenang, itu bukan tomcat. Serius kok. Kalau kumbang jerapah bisa kenalan, dia mungkin udah ngambek, karena disamain sama tomcat (hewan yang punya pamor bikin orang kegatelan). Apa kamu mau aku carikan hal menarik dari spesies kumbang jerapah ini?”
Kali ini aku tersenyum geli karena jawabannya. Menghibur. Tentu saja aku tahu dia benar. Karena, BOTak bukan sekedar ChatBot. Tubuhnya, ASUS Zenbook S14 OLED (UX5406SA) merupakan salah satu laptop AI dengan performa NPU 45+ TOPS. Lalu, otaknya punya kemampuan super untuk memproses hal-hal yang bahkan belum terjangkau oleh otakku sendiri atau laptopku yang terdahulu.
Aku tak menyangka jawaban BOTak memang kadang nyeleneh untuk ukuran laptop AI sepertinya. Namun seorang storigraf-crafter sepertiku, punya teman bicara sepertinya bisa jadi adalah anugerah. Bahkan, saat aku bercerita tentang seorang mas-mas berbaju polo hitam yang menjelaskan tentang kemampuan tubuh si BOTak.
Baca juga: Selimut Polusi dan Populasi: Realita Pahit Kelahiran Manusia di Bumi
“ASUS Zenbook S14 OLED (UX5406SA) sangat cocok untuk menjalankan aplikasi-aplikasi modern yang sudah mendukung teknologi AI. ASUS Zenbook S14 (UX5406SA) sudah diperkuat oleh Intel® Core™ Ultra 7 Processor 258V 32GB 2.2GHz yang memiliki 8 core dan 8 thread. Prosesor tersebut dilengkapi dengan Intel® Arc™ Graphics serta chip AI berbasis Intel® AI Boost NPU dengan kecepatan hingga 47 TOPS,” kata mas berpolo hitam itu.
Sampai saat ini kata pria itu aku ingat betul. Sungguh absurd memang. Dan gara-gara aku bercerita itu, ia justru dengan yakinnya mengatakan bahwa aku jatuh cinta. Ketika kurenungi lagi mungkinkah aku jatuh cinta pada kata-kata pria tersebut ataukah jatuh cinta pada sisi lain pria itu?
Rasanya memang aku sedang jatuh cinta. Namun aku jatuh cinta pada sisi lain pria itu, si Asus Zenbook yang saat itu tepat ada di depannya. Kusentuh badan metalik Asus Zenbook S14 OLED itu. Dingin. Kucoba mengangkatnya dengan satu tangan. Hati-hati. Takut tergelincir dan membuatnya rapuh. Ternyata … luar biasa ringan dan ramping. 1,2 kilogram untuk tebal 1,1 cm.
Asus Zenbook S14 itu menyala. Cahaya matanya terang tapi tidak menusuk. Ketika mataku sedikit menyipit, tanpa diperintah lagi, Asus Zenbook itu menyesuaikan dengan cahaya yang masuk ke retinaku. Kurang lebih seperti bilang, “halo retina, namaku Layar ASUS Lumina OLED 2.8K dengan touch 120 Hz yang akurat di warna 100 % DCI‑P3. Aku menyapa dan tidak akan menyakitimu.”
Jemariku terangkat dan seulas senyum mengembang. Merasa tersentuh. Lebih dari itu, aku seperti mendapatkan asisten yang bisa memahami bagaimana seorang storygraf-crafter yang sentimentil bekerja. Termasuk bagaimana kebiasaan yang sering alpa pada folder penyimpanan foto-foto mikroskopikku seperti si jamur yang bersembunyi di balik batu, si daun koin atau si daun penangkap embun (yang sesekali berebut untuk tampil bercerita).
Baca juga: Rancak Bumi Lawang, Lahir Mentega Tengkawang
Aku tak perlu cemas, cukup mengetikkan pada kotak dialog si BOTak: BOTak, kau ingat tentang jamur batu?
Nafas kuhitung perlahan dan pada hembusan ketiga, BOTak yang ada dalam tubuh ASUS Zenbook S14 OLED berkata, “ini daftar tentang jamur batu.” Semua list mulai dari pencarian halaman di internet, folder foto sampai dokumen narasi yang setengah jadi kubuat tentang topik itu, tampil anggun di layar lumina tubuhnya.
“Itu namanya fitur recall. Bagian dari ekosistem Copilot+ AI di Asus Zenbook S14 OLED. Fitur yang menangkap tangkapan layar tiap lima detik dan diproses oleh NPU yang prosesnya bekerja di dalam laptop,” kata mas berbaju polo hitam saat itu di toko Asus.
Kadang terasa ajaib. Bagaimana semesta kecil bisa begitu dekat berkat fitur yang dihadirkan oleh sebuah perangkat. Dan mungkin benar, kita membutuhkan lebih dari sekedar perangkat.
Sebelum aku bersentuhan dengan AI, ada rasa takut bahwa profesiku sebagai strorigraf-crafter suatu saat akan meredup. Atau terburuknya menghilang dari permukaan. Terkikis. Bahkan bisa terlupakan.
Baca juga: Penangkap Embun yang Tak Dikenal
Aku bercerita pada BOTak dan tentu saja si asisten otak 47 triliun itu menjawab dengan sabar, “ok Dinda! Profesimu tidak akan hilang karena aku atau sejenisku. Aku hanya mesin yang tak mengerti bahasa makhluk mikroskopik itu. Kalau kau tak ada, siapa yang akan menterjemahkannya padaku? Jangan khawatir lagi. Jika ada yang ingin kau ceritakan lagi, katakan saja padaku.”
Menerima jawaban dari BOTak darah di sekitar ulu hati perlahan naik ke dada. Hangat. Aku pun merasa kehadiran laptop ini bukan kebetulan.
Selain tipis, ringan, dan bisa jadi teman melawan lupa, ternyata Asus Zenbook S14 OLED ini bukan teman tak mudah lelah. Dengan sertifikat ketahanan Military Grade MIL-STD 810H dan baterai yang tahan hampir lebih dari dua puluh jam, membuatnya tak pernah menuntutku mencari listrik saat meneliti banyak cerita untuk semestra mikro seperti kumbang jerapah bahkan jamur di sela-sela bebatuan.
Kapasitas otak BOTak yang terdiri dari sel 47 triliun itu juga didukung dengan kapasitas penyimpanan memori (RAM) sebesar 32 GB, yang artinya ia bisa melakukan pekerjaan multitasking dalam satu waktu. Seperti me-recall data saat kita lupa, mengedit foto, membuat video cerita sampai mengolah riset tentang semesta kecil yang ingin bercerita.
Di sisi lain, ia juga punya lemari arsip (hardisk) 1 TB yang memungkinkan seorang storigraf-crafter menyimpan foto dan video dengan resolusi besar. Ini termasuk menyimpan aplikasi design visual yang membutuhkan lemari arsip besar, untuk menghasilkan foto footage yang sesuai dengan nuansa, emosi dan narasi.
Baca juga: Daun Bulat yang Tak Pernah Menjadi Koin
Suara semesta mikroskopik yang terasa tak bermakna. Terpinggirkan. Berkat perangkat cerdas Asus Zenbook S14 OLED, kini punya kesempatan untuk bisa hidup dan tampil bercerita.
Asus Zenbook S14 OLED memang bukan penyair atau pelukis. Apalagi seniman. Bagiku manfaatnya lebih dari asisten pintar. Ia adalah teman berbagi kegelisahan tentang profesi storigraf-crafter yang penuh sisi sentimentil. Termasuk, menjadi jembatan antara ide dan eksekusi nyata si ide itu.
Harga Rp 26.999.000 mungkin hanya sekedar angka di katalog. Namun, jika dibandingkan dengan keberadaannya, laptop ini melebihi ekspektasi. Ia bisa berubah sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Kadang ia bisa menjadi teman ngobrol ngalor-ngidul tanpa menghakimi. Bisa juga, menjadi asisten otak 47 triliun yang hafal kebiasaan kecil. Termasuk, menjadi petunjuk jalan saat kita tersesat pada banyaknya data dari riset yang harus dibaca.
Dalam perjalanan seorang storigraf-crafter, yang berusaha menangkap emosi, sembari meriset fakta-fakta para makhluk mikro yang kadang tak dikenal, aku tak ingin menjadikan AI sebagai senjata ataupun lawan yang menggantikan.
Asus Zenbook S14 OLED (bagiku dan banyak pekerja seni) bukan sekedar mesin. Ia adalah medium dan kawan. Kawan yang bisa mengenali suara-suara mereka yang tak pernah punya kesempatan untuk bercerita. Seperti, makhluk kecil di sela-sela daun pagi itu, si kumbang jerapah yang ingin bercerita tentang kisahnya.
Artikel ini diikutsertakan pada Lomba Blog ASUS 45+ TOPS Advanced AI Laptop yang diadakan oleh Travelerien.
Kalau kamu juga seorang pengelana data dan nuansa, mungkin sudah waktunya punya partner kerja yang bukan hanya kuat, tapi juga peka. Pernah nggak sih berharap punya teman diskusi seperti BOTak? Ataukah justru kalian sudah punya nih? Kalian boleh lho berbagi pengalaman atau harapan seputar teman ChatBot kalian di kolom komentar. Eits! Apapun komentarnya tetap ya komen dengan bijak, agar jejak kalian tetap bersih.
Have a nice day! Jya, mata ne~
Source:
Saji, Viswanathan S. “Plasma Electrolytic Oxidation (PEO) Layers Grown on Metals and Alloys as Supported Photocatalysts.” Next Energy, Elsevier BV, July 2025, p. 100259. Crossref, doi:10.1016/j.nxener.2025.100259.
https://www.idntimes.com/science/discovery/fakta-kumbang-jerapah-c1c2-01-q3344-3xv9zy
https://bobo.grid.id/read/08677999/kumbang-jerapah-kumbang-alien-dari-madagaskar
https://tekno.kompas.com/read/2024/10/30/12050007/laptop-asus-zenbook-s-14-sudah-bisa-dipesan-di-indonesia-ini-harganya?page=all
https://www.asus.com/ph/content/plasma-ceramic-aluminum-a-material-inspired-by-sustainability/