Penulis : Dinda Pranata
“Hmmmm, maaf!” sapa sesuatu di balik daun setengah kering. Aku melongok, seperti ada sesuatu yang mencolek tanganku.
“bisa foto aku?” tanyanya seekor serangga yang posenya agak … menggelikan. Laba-laba itu nangkring di tengah jaring dan berharap aku memotretnya.
“Apa kau yakin akan berpose dengan gaya itu?” tanyaku padanya sambil berjongkok.
Ia tertawa lirih. Hampir-hampir selembut angin yang menyapu bulu-bulu kulit dan membuat jaring laba-laba miliknya bergetar.
“Para manusia tentu menganggap pose ini kurang keren daripada pose peace, heart dan semacamnya. Tapi…,” ia berhenti sejenak. Lalu setelahnya membuatku merasa bahwa dia lebih pintar berpose daripada kebanyakan orang.
Baca juga: Aku Memang Makhluk Kotor, Tapi Bolehkah Aku Berharap Manusia Mendoakanku?
Warna Eksotis, Tapi Badass abis!
“Eh, kamu laba-laba apaan sih? Warnamu agak mencolok dan kakimu …,” kataku terhenti ketika memperhatikan kakinya yang merenggang lebar, “agak kurang elok,” lanjutku pelan.
Jaring laba-labanya bergetar pelan. Bukan karena angin. Mungkin dia tertawa atau semacamnya. “Maaf, maaf,” katanya, “kenalkan aku Argi, laba-laba Argiope Keyserlingi dari generasi ke-148,570 keluarga Araneidae.
Mendengar namanya, aku malah teringat nama para pahlawan, tokoh legenda dan para filsuf di Yunani era sebelum masehi. Saat aku memperhatikan Argi, aku melepaskan kacamataku dan menaikkannya ke kepala. Kepalaku mendekat, ingin mengamati lebih tentang dirinya.
Aku mengerutkan kening, si laba-laba pun bergerak dan membuatku tersentak kaget. “Hei!” serunya, “jangan terlalu dekat! Desahan nafasmu bisa mengganggu gerakan jaringku,” katanya lagi.
“Oh, maafkan,” jawabku pelan dan beringsut mundur. “Tapi mengapa corakmu begitu? Aku lebih sering melihat laba-laba berwarna abu-abu di dalam rumah,” tanyaku.
Baca juga: Penangkap Embun yang Tak Dikenal
“Ini yang kalian sebut mimikri,” sahutnya. “Semacam tanda peringatan bagi predator kalau aku nggak enak buat dimangsa.” tawanya meledak. Tawanya itu mengingatkan aku pada sosok Noguchi dalam anime Chibi Maruko Chan. “Tapi kau tenang saja. Aku tidak mengganggu tanamanmu,” ujarnya lagi.
“Bagaimana aku bisa mempercayaimu?” tanyaku sambil mendelikkan mata, “kau lihat kan daun-daunku warnanya tak lagi segar. Sudah seminggu ini warnanya seperti ini.” Kesal. Sudah seminggu mawarku tak elok lagi.
“Itu bukan ulahku. Aku yakin itu pasti ulah belalang yang sering hinggap di daun mawar yang hijau ini,” katanya meyakinkan, “Karena aku sering melihat si belalang hijau itu, jadi membangun sarang di sini. Bagiku tanaman mawar ini tak lebih lezat dari para serangga yang hinggap seperti belalang,” jelasnya meyakinkan.
Sekali lagi aku mengamati lekat-lekat hewan itu. Meski aku tak suka gradasi warnanya, tapi imajiku begitu liar. Sekilas seperti ada energi yang menarikku hingga membayangkan warna kulit laba-laba ini seperti baju zirah perang, para pemain kolosal macam film gladiator.
Mataku tertumbuk pada jaring pose di atas jaringnya. Dan …
Baca juga: Daun Bulat yang Tak Pernah Menjadi Koin
Satu Pose di Atas Jaring Berpola

“Eh, tunggu kau tadi kan minta dipotret. Apa kau bisa berpose bergerak, lima derajat ke barat. Ya, sedikit miring,” pintaku.
“Kau tidak perlu repot mengatur gayaku, Nona,” katanya. “Kau cukup memotretku begini saja. Pose X di atas jaring berpola stabilimentum,” lanjutnya.
Meski agak sedikit … tidak percaya. Aku pun menuruti kata-kata si Argi. Dengan menutup satu sisi mataku, aku membiarkan mata kananku mengintip di balik lensa OVF kameraku. Dalam hitungan keempat. Cekrekk! Shutter kamera berbunyi dan sosok Argi terpantul di layar kamera.
Aneh, batinku. Aku tak menyangka pose X yang kukira absurb untukku, justru membuat si Argi terlihat anggun.
“Bagaimana hasilnya?” tanyanya. Di balik mata yang begitu kecil seperti titik cahaya dari kejauhan, ia memperhatikanku tak berkedip. “Apa hasilnya buruk?” tanyanya lagi karena tak mendapatkan respon dariku.
Baca juga: Politik Rupa dari Miss Cucurbitaceae di Sela Tiang Listrik
Aku menggeleng. “Hasilnya bagus,” kataku pelan. “Aku tak menyangka kalau pose pilihanmu bisa membuatmu anggun. Meski aku tak tahu kau jantan atau betina,” jelasku.
Sekali lagi ia terkekeh dan membuat jaringnya bergerak ke atas dan ke bawah. “Aku betina dan tidak memilih pose, Nona,” jawabnya. Sisa-sisa tawanya belum mereda. “Aku tak bisa berpose lain, karena pose X itu adalah pose alamiku sejak lahir,” kenangnya.
“Apa kau tidak mau mencoba pose lain?”
“Hahaha…,” tawanya kembali nyaring. Tentu saja aku tidak mendengar, hanya menebak lewat gerakan jaringnya yang bergerak. “Bagiku ini pose terbaik yang kupunya, Nona Manis,” ujarnya percaya diri. “Lagipula …,” kata-katanya terpotong. Ada sesuatu yang ingin ia jelaskan.
Aku terdiam. Menunggu kata-kata lanjutannya.
Baca juga: Bunga yang Selalu Mengeluhkan Namanya
Pose Sederhana Kadang Bukan Karena Tak Bisa Gaya, Tapi Kadang Ada Cerita di Baliknya
“Lagipula, kalau kau lihat dari berbagai sisi. Poseku ini bisa berarti macam-macam. Dari sisi atas, kau bisa melihatku seperti pose split saat manusia ikut kelas yoga. Atau kalau kamu lihat dari sisi belakang, poseku mirip dengan rambu-rambu jangan mendekat.”
Kali ini aku yang terkekeh dengan analogi absurd dari laba-laba Argi. “Andai saja manusia bisa sepertimu. Kami tidak perlu mendengar fotografer berteriak, ‘coba gaya lain, ya!'”
Dengan penuh rasa takjub tapi juga … iri aku bertanya, “mengapa kau terobesi sekali dengan pose X ini?”
“Sama seperti kulitku yang alami, pose ini bukan obsesi, tapi pertahanan sekaligus cara aku mencari makan. Dia bisa menarik serangga untuk mendekat ke arah jaring laba-laba yang memantulkan cahaya ultraviolet. Dan, yang paling penting agar jaringku ini tak rusak.”
Aku terdiam. Meresapi betapa sederhananya laba-laba argiope ini. Sementara aku yang berjongkok di depan laba-laba betina ingin bisa belajar darinya.
Seringkali banyak yang berujar pada orang yang tak bisa pose ketika di depan kamera. Mereka lalu sekonyong-konyong mengatakan orang itu wajahnya culun atau nggak pandai berekspresi. Seolah menempatkan hanya orang yang pandai berekspresi adalah karya yang mahabesar. Padahal bisa jadi potret mereka—yang seperti kata orang kebanyakan adalah ekspresi foto KTP—punya cerita yang lebih banyak bersuara daripada ekspresi yang seharusnya.
Maka pertanyaannya akan berubah, siapakah kita ini sampai berhak menilai seseorang hanya dari ekspresi luarnya?
Gimana nih gengs cerita dari si laba-laba? Pernah dong ketemu sama orang yang kalau di foto dengan kamera ekspresinya datar? Kira-kira apa sih reaksi kalian sama mereka waktu foto? Bisa dong cerita di kolom komentar, karena bisa jadi nih respon-nya beragam banget.
As always ya, ingat untuk bijak ke komentator lain yang punya pendapat berseberangan. Biar kita tetap bisa diskusi secara sehat dan jejak digital kalian tetap bersih.
Have a nice day! Jya, matta ne~
Source:
Argiope Spider
Kim, Kil Won, et al. “Functional Values of Stabilimenta in a Wasp Spider, Argiope Bruennichi: Support for the Prey-Attraction Hypothesis.” Behavioral Ecology and Sociobiology, no. 12, Springer Science and Business Media LLC, Sept. 2012, pp. 1569–76.
Comment
Wah cakep banget Argi ini. Aku rasa-rasanya belum pernah liat laba-laba dengan corak unik kayak gini secara langsung. Yang banyak ditemui ya laba-laba biasa berwarna gelap. Aku ngebayangin kalo difoto pake kamera makro bakalan kereeen banget. Dan, karena tulisan ini aku juga jadi tahu tentang jenis laba-laba ini.
Tentang orang yang posenya suka lempeng, eh aku kayaknya termasuk itu hahaha aku gak jago bergaya soalnya. Makanya kalo nemu orang yang fotogenic tuh kadang suka sirik. Lhaaaa hahahaha
Ini mah aku 🤣🤣🤣. Bukan ekspresi datar, tp pose yg itu2 saja , andalannya pose gagang sapu 😂😂.
Emang dasar ga suka difoto sih kalo aku.
Ntahlaah aku pernah liat atau ga laba2 ini. Kalopun pernah mungkin saat ke museum insect di Penang. Di situ ada banyak laba2 berbagai jenis.
Aku malah ga terlalu merhatiin pose andalan mereka yg bentuk x itu mba 😅.
Hebaaat ih mba Dinda. Tipe observer banget. Tapi aku suka Krn tema yg diamati dibuat dengan gaya tulisan begini.
warnanya cantik bnagett, keren euy 😀
Apakah kak Dinda dulu kuliahnya biologi sehingga sering menulis tentang makhluk hidup?
Well, seru sekali baca ini. Kayak lagi rewatch film A Bug’s Life.
Saya tipe yang nggak pandai berpose saat foto. Posenya gitu-gitu aja. Tapi nggak masalah sih. Yang penting setiap foto menyimpan kenangan yang detailmya cuma aku yang tahu hehehehe
Btw laba-labanya warnanya lucu banget ya ijo gitu. Jadi ingat jaman SD saya suka mengamati laba-laba bikin sarang. Seru sekali. Kalau sekarang pasti membosankan 😅
Diriku jadi mikir, bener juga ya, kadang kita terlalu pusing mikirin harus pose yang aesthetic atau beda-beda di depan kamera. Padahal, satu gaya sederhana yang udah jadi diri kita, kayak pose ‘X’-nya Argi, itu justru yang paling otentik dan punya cerita kuat.
Sumpah deeeh, daku jadi nggak enak suka nge-judge orang yang ekspresinya datar di foto. Jangan-jangan emang itu pose terbaik dan ternyaman mereka, yang sekaligus jadi ‘pertahanan’ diri. Jadi mikir, kenapa kita harus repot-repot ganti gaya kalau yang simpel aja udah perfect?
Argi si spiderman dengan posenya yang dianggap sederhana, padahal tatkala tampil jadinya luar biasa. Apalagi punya corak yang unik. Kan di foto lebih keren toh. Daripada posenya kayak tarantula yah ada di pelem² kan lebih seyeemmm. Kalo kayak spiderman kan siapa tahu bisa ketemu Tobey Maguire hehe
Keren bangethasil fotonya. Artikelnya tentang laba-laba Argiope menberi pencerahan dan ilu baru. Belum pernah tahu tentang laba-laba ini. Warnanya cantik ya, ijo dan hutam.
Lalu aku termenung, pose argi itu sejatinya menyelamatkan. Bagaimana baik dan menariknya tergantung dari sudut pandangnya. Begitu kira-kira ya.
Soal pose, sebagai penyuka potret, yang diperhatikan bukan pose, tetapi bagaimana mengambilnya dengan persisi tepat, kanan kiri atas bawah sesuai. Selain yang paling penting senyum. Bukan soal gigi terlihat tapi wajah yang menebarkan sukacita hihi. Tetapi kalaupun dengan wajah sedih, marah, kecewa sah saja, setiap orang bebas memilih posenya.
Sebebas orang menilai hasilnya sebaik-baiknya.
Ahaha aku tu kalau difoto gak tau kenapa gak bisa fotogenik, estetik, kek orang2, kaku kali ya kek laba2 =))
Btw aku gak paham kenapa yaa laba2 tu sukanya bikin rumah sembarangan, apalagi di tempat yang sekiranya udah lama gak terjamah. kadang kalau mau bersihin jaringnya aku permisi dulu, untung dianya sat set pindahan.
Iri juga sama dia kok bisa pindahan trus cepet bikin rumah lagi hahaha :p
Btw, penasaran, kalau di bangsa ular kan ada nasihat semakin bagus warna ularnya maka hati2 karena kemungkinan berbisa, kalau di bangsa laba2 nih kira2 gimana yaa, soalnya pernah ovt kalau liat laba2 gara2 pernah lihat film holiwud ttg laba2 beracun hehe.
Laba-labanya sudah punya pose keren yaa tak perlu diatur lagi.. coraknya unik banget…
11 Responses