Home / Brand Partner / Sponsored

VUE.ID, Nama yang Kutemukan Di Salah Satu Jarinya

Senjahari.com - 03/12/2025

VUE.ID

Penulis : Dinda Pranata

Langit siang itu begitu ambigu. Ia ceria tapi juga menangis. Hujan di siang terik. Dengan langkah kaki yang selebar meteran jalan, aku berlari di depan sebuah toko keramik. Toko itu sedang tidur, mungkin saja sedang tidak ingin menerima tamu yang kebasahan di bawah hujan dalam tokonya.

Tek Tek Tek! Suara hujan menabrak atap spandek di depan toko dengan tempo tak teratur. Rambutku setengah kebasahan di bagian ubun-ubun, menyalurkan sensasi dingin sampai ke tengkuk leher. Dalam menit ke tiga belas, sebuah suara cipratan air dan hentakan kaki mendekat ke toko itu. Seorang pria.

Lewat sudut mataku, aku diam-diam memperhatikan kaos polo hitamnya. Namun, yang membuatku terdiam lama bukan aroma sandalwood dari tubuhnya. Melainkan apa yang ada di sela-sela jemarinya.

Kilau lingkaran di Kelingking

Mataku tak bergerak. Bola mata seperti membeku dalam keambiguan siang itu. Tak biasanya seorang pria menggunakan cincin, kecuali tanda cincin di jarinya menandakan dia sudah … “menikah?” gumam tanyaku.

Pria itu memalingkan kepalanya ke arahku. Seperti mendengar gumaman lirihku. “Oh tak ada,” kataku sembari menggeleng. Pria itu tersenyum padaku. Lesung pipinya cukup dalam, seperti ceruk tetesan hujan yang mengenai genangan. Tanpa sadar aku ikut tersenyum. Lalu, kualihkan pandangan mataku ke jalan riuh di depan. Seolah sembunyi dari gemuruh ambivalensi di ulu hati.

Baca juga: Toko Online Gak Lemot Lagi! Ini Dia Cloud Hosting Rumahweb

Pria itu lalu menyentuh bahuku. Menyodorkan sapu tangan ke arahku. Aku mengangkat alis. “Ada noda di sana,” katanya. Suaranya dalam, seperti seorang pria yang tahu kapan ia harus diam dan kapan bersuara. Hangat. Tak mengintimidasi.

Terhipnotis sekali lagi. Lalu aku dengan canggung mengambil sapu tangan itu. Mencari di mana letak noda yang memanaskan kedua pipiku. Aku menyentuh sekitar bibir kananku. Namun pria itu hanya menggeleng. Dan ketika kuarahkan sapu tangan itu di bibir sebelah kiri. Noda merah menempel pada sapu tangan berwarna abu-abu itu. “Sial, saus cilok!” gerutuku.

Sekali lagi pria itu hanya tersenyum geli sambil menunduk. Aku hanya bisa tersipu sekaligus mengutuk kejadian itu. Aku tahu pria itu ingin terbahak, tapi ia sembunyikan dengan mengepalkan tangan di depan bibirnya. Sekali lagi cincin itu terlihat. Tanpa sadar, aku bertanya, “kenapa … di kelingking?”

Tawa itu perlahan hening. Hanya menyisakan gema pertanyaan di jeda keambiguan.

Ruang Jeda dan Sapu Tangan Abu-abu 

Vue ID dan arti cincin di jari
Source image by VUE.ID

Delapan tahun yang lalu begitu banyak ruang jeda yang terus terisi. Pekerjaan yang terus mengisi kepala seperti mesin yang tak pernah berhenti; lingkar pertemanan yang seperti cuaca akhir-akhir ini; Termasuk, hubungan kadang tak menetap terlalu lama seperti bus yang singgah di halte. Semua itu menjeda ingatan dari pria yang tak kutahu namanya itu.

Baca juga: Mengapa Innova Reborn Masih Punya Peminat dan Tetap Eksis?

Apakah aku memikirkannya? Atau mungkin saja sesekali teringat padanya? Jawabannya, sama ambigunya dengan cuaca delapan tahun itu. Aku tak pernah sengaja mengingatnya atau berusaha mencari tahu siapa dia.

Satu-satunya yang kuingat adalah sapu tangan abu-abu itu dan cincin di kelingkingnya. Tapi aku tak benar-benar bisa membayangkan rupa pria itu. Tidakkah situasi ini mirip dengan macet lalu lintas di perempatan jalan? Kau tahu harus berhenti, tapi tak benar-benar tahu apa sebabnya.

Sampai di sebuah etalase toko perhiasan VUE.ID, sebuah cincin serupa berada di dalam kotak hitam. Berulir saling menyilang seperti mengikat batu berkilau di tengahnya. Aku berdiri cukup lama di depan VUE.ID. Barangkali, cincin itu yang memanggilku untuk berhenti. Mengingat ruang jeda yang cukup lama kosong.

Jemari yang Mengikat Sebuah Maksud

“Ada yang bisa dibantu?” seorang pria keluar dari toko VUE.ID. Seperti sebuah boneka yang keluar dari rumah kacanya. Rapi berpakaian kaos hitam. Aku hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Lalu mataku menatap cincin itu sekali lagi.

“Sepertinya, Mbak tertarik dengan cincin ini,” kata pria berkaos hitam itu. Aku diam. Tak bisa mengelak lagi. Meski aku tertarik, kantongku akan meronta jika aku nekat membelinya. Jadi aku hanya tersenyum sambil menggeleng pelan.

Baca juga: Aki Motor Kendor, Urusan Jadi Molor: Jangan Mau Ya Dek Ya!

“Cincin ini bernama JEAN SCHLUMBERGER, sudah lama terpajang di sini,” kata pria itu, “pemiliknya menitipkan ini di sini. Katanya, suatu saat akan ada yang tertarik dan membawanya.” Pria itu mengalihkan pandangan dari cincin ke mataku. Pemiliknya? Siapa? Tidak mungkin pria yang kulupa rupanya, batinku.

“Pemiliknya, apakah seorang pria?” tanyaku memastikan.

Ia mengangguk pelan. “Benar. Ia selalu memakainya di kelingking.”

Deg! Kata-katanya jatuh seperti serpihan kaca yang menjalar ke pergelangan tanganku.

“Kadang saya merasa,” lanjutnya, “cincin ini seperti sedang menunggu seseorang. Karena, ia dibuat berpasangan. Pemiliknya meninggalkan satu di sini, berharap satu belahannya akan terdengar.”

Baca juga: Drama Pajak Kosan di Hari Minggu Pagi

“Memanggil… seseorang,” gumamku yang nyaris tak terdengar.

Ia tersenyum tipis. “Sama seperti arti cincin di sebuah jari yang kadang ada maksud yang diikatkan.”

Hening. Aku membiarkan suara lalu lalang orang mengisi ruang yang sudah lama kosong itu. Atau barangkali … aku sendiri yang harus mengisi ruang jeda itu.

Luruh Bersama Kenangan

“Oh, Anda sudah datang rupanya.” Pria berkaos hitam itu menyapa seseorang yang berada di balik punggungku. Aku tak memutar tubuh. Tak menganggap penting siapa yang pria itu sapa.

“Ternyata kau di sini.” Suara itu seperti suara yang kukenal. Kemudian, aku memutar tubuh. Di depanku pria yang kulupa rupanya, muncul seperti cuaca siang di delapan tahun lalu. Ulu hatiku tak mengenal rasa yang muncul. Rindukah? Bahagiakah? Entahlah, terlalu ambivalen.

Baca juga: Memahami Epoxy Self Smoothing dan Keunggulannya pada Lantai

Di depan toko perhiasan VUE.ID (dalam sebuah Plaza bernama BI) di kota Jakarta, tempat itu lebih mirip panggung pertemuan dua aktor yang sama-sama terjeda dalam ingatan. Luruh bersama kenangan.

Gimana nih gengs ceritanya? Pernah nggak kamu punya kenangan dengan toko perhiasan tertentu, bisa dong berbagi cerita di kolom komentar. Eits! Tapi tetep ya, berkomentar dengan bijak, semata-mata biar jejak digital kalian tetap bersih.

Have a nice day! Jya, matta ne~

Tinggalkan Balasan ke Nik Sukacita Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

*

Post comment

Comment

Pernah
Sampai sekarang jadi kangen sama tokonya
Sudah tutup karena pemiliknya meninggal dunia (yang laki)
Makanya aku cari yang pelayanannya sama tuh ga ada
Semoga pengalaman belanja di Vue ini bikin aku bisa mengenang itu

Baca tulisan ini berasa kebayang lagi almarhum nenekku di kampung. Soalnya dia semasa hidup emang demen banget koleksi and nongkrong depan toko perhiasan, hahaha.
Tapi sejujurnya, teringat sama mantan saya juga yang dulu pernah bertemu lagi setelah sekian lama. Rasanya mirip yang dideskripsikan sama Mbak DInda. Rasa ambivalen antara rindu dan bahagia. Walaupun akhirnya, semesta tidak mempersatukan kami. *uhuk uhuk

Btw mbak Dinda memang keren. Ceritanya sedetil ini, sebuah sponsored post termantap yang saya baca dari awal sampe akhir heehehehe

I guess, it’s Plaza BI (not BL) ?
Wah, saya malah jadi keinget dengan cincin kawin yang sudah entah kemana.. terlepas dan terlupa. Cincinnya sih murah meriah aja karena dulu emang baru mampu segitu, tapi modelnya aku suka dan ada kenangannya. Tokonya gak tau masih ada atau enggak di PVJ. Tapi tentu saja aku sudah berusaha melepaskan diri dari kemelekatan terhadap sebuah materi, jadi cukup jadi cerita aja. hihi.

Aku duduk dipojokan coffee shop, membaca tulisanmu dengan tersenyum². Membayangkan lelaki kaos polo hitam dengan cincin di klingking.

Larut dalam storytellingmu, lelaki yang bercincin di klingking tuh selalu mencuri perhatian, terbayang dengan Raja² atau bangsawan masa dulu.

Perhiasan VUE.id ini memang mencuri perhatian. Aku sempat kepoin Dan kalau harganya ga aduhai, bisa² keracun membelinya

4 Responses