Hidup bagi perempuan di dalam tuntutan adat, sangatlah tidak mudah. Perempuan-perempuan yang terkengkang adat seolah lapar dan haus dalam mencari jati dirinya. Bingung dan tersiksa.
Berlatar masyarakat Bali yang keras, Novel Oka Rusmini yang berjudul Tarian Bumi ini, seolah menjadi pukulan telak bagi mereka yang menggenggam kesalahpahaman tentang adat dan jati diri ajarannya. Apa sih menariknya novel Tarian Bumi ini? Apa yang bisa dikuliti dari Tarian Bumi? dan Tantangannya? Kita kupas satu-satu ya!
Sebuah kisah tentang para perempuan dan keturunannya. Dia lah Ida Ayu Telaga yang menjadi tokoh sentral dari kisah Tarian Bumi. Dia memulai kisahnya dengan rekam jejak para perempuan yang singgah dalam perjalanan hidupnya. Telaga lahir sebagai keturunan seorang bangsawan dalam kasta/wangsa Brahmana atau kalangan pemuka agama/pendeta.
Dengan alur mundur, kisah Telaga ini bermula dari bagaimana ia menceritakan kisah Meme-nya—bahasa Bali untuk Ibu—Luh Sekar hidup. Ibu Telaga, Luh Sekar, berasal dari kasta Sudra (rakyat biasa). Hidupnya sangat sulit sejak kecil yang mana keluarganya mendapat tudingan keluarga musuh, karena ikut gerakan PKI. Belum lagi, ibunya diperkosa oleh orang asing dan menyebabkan dirinya buta. Sejak kecil Ibunya menjadi tulang punggung keluarga dan punya ambisi besar untuk menjadi penari dan orang terpandang.
Luh Sekar tahu bahwa dia cantik, tubuhnya tergambar sempurna dan setiap ia lewat banyak lelaki yang menginginkannya. Sayangnya, ia tidak bisa bergabung dengan kelompok tari itu karena ia bukan dari kelas yang bangsawan, juga karena keluarganya adalah musuh negara. Hingga akhirnya ia memohon pada para dewa agar bisa menjadi penari dalam sekehe tari—kelompok tari—di daerahnya. Akhirnya, doa itu terjawab dan dirinya pun terkenal sebagai penari tercantik dan idaman para lelaki.
Ambisi Luh Sekar semakin lama semakin menjadi. Ia seolah menjadi batu yang hanya bisa merasakan rasa keras dari kehidupannya. Setelah menjadi penari, seorang pria bernama Ida Bagus Pidanda dari kalangan Brahmana mempersuntingnya. Walau ia tak pernah mencintai pria ini, tapi ia berhasil mencapai ambisi-ambisi yang ia inginkan dan memperoleh derajat tertinggi. Dari pernikahannya ini ia mendapatkan seorang putri cantik bernama Ida Ayu Telaga.
Nyatanya wanita Sudra yang menjadi kaum Brahmana tidaklah seketika ongkang-ongkang dan terima nyaman karena derajatnya naik. Banyak hal yang berubah dari sikap, posisi terhadap keluarga kandung, hingga wanita itu harus menganggap diri mereka yang “lama” mati. Eh, maksudnya bagaimana?
Luh Sekar yang menjadi wanita kaum bangsawan harus rela meninggalkan tubuh lamanya dan keluarganya. Ia mendapatkan nama baru dari kalangan bangsawan bernama Jero Kenanga—Jero adalah sebutan bagi wanita yang sudah menikah dengan kaum Brahmana—dan tidak boleh mengunjungi keluarganya terlalu sering karena dipandang tidak pantas. Banyak tindak tanduk yang harus ia sesuaikan dengan cara-cara hidup kaum Brahmana, termasuk kepada anaknya sendiri Ida Ayu Telaga.
Setelah Dayu Telaga dewasa, ia semakin menyadari bahwa wanita-wanita yang berseliweran dalam kehidupannya memiliki masalah dengan adat-adat dan tradisi yang mengekang mereka. Tidak hanya kaum Sudra yang identik dengan kesulitan, tapi juga kaum bangsawan.
Dari kacamata Telaga, perempuan-perempuan itu seolah haus akan penghargaan yang utuh tentang diri dan posisi berpendapat mereka dalam budaya Bali yang kental akan kasta/wangsa dan budaya patriarki yang tak jarang menyengsarakan kaum perempuan.
Telaga bertemu dengan Wayan Sasmitha dan jatuh cinta pada lelaki sudra itu. Ia menentang pakem-pakem wanita kaum Brahmana dan membuatnya harus mengambil keputusan penting dalam kehidupannya, apakah ia akan tetap menggunakan jubah kebangsawanannya atau lari dengan lelaki sudra itu.
Lalu apa yang bisa kita kuliti dari novel tarian bumi milik Oka Rusmini ini?
Pandangan Telaga yang tajam akan budaya yang mengekang kaum perempuan, seolah menjadi katarsis dan geliat jiwa-jiwa perempuan Bali yang ingin mengubah tradisi salah kaprah dari kasta itu. Sebelumnya aku pernah membahas tentang keyakinan perkastaan yang nyatanya adalah sebuah salah kaprah besar.
Oka Rusmini, yang notabene adalah sastrawan yang berasal dari Kaum Brahmana ini, mengerti betul bagaimana salah kaprah ini berdampak pada kaum perempuan lingkungannya.
Pergulatan batin dan percakapan para tokoh menjawab semua kegelisahan para wanita yang hidupnya antara ada dan tiada, antara indah tapi juga kelam.
Contohnya adalah bagaimana ibu Telaga, Jero Kenanga ini, berjuang untuk mendapat penerimaan dari keluarga mertuanya. Belum lagi suaminya, Ida Bagus Pidanda, adalah pria yang suka main perempuan, mabuk dan doyan sambung ayam. Tak heran bahwa sang ibu dan Telaga rindu mendapat kasih sayang dari sosok laki-laki yang baik.
Tak hanya itu, novel ini pun menyajikan gambaran bagaimana perempuan kerap kali menjadi obyek yang sensual dan indah dari mata yang memandangnya. Isu-isu feminis sangat lekat dalam buku ini.
Kau ingat Luh Dampar, perempuan binal yang merasa tubuhnya paling indah di antara kita semua? Nasibnya sangat buruk. Dia terjebak dalam kehidupan yang mengerikan. Laki-laki Jerman yang selalu dipujanya ternyata memanfaatkan dirinya untuk obyek lukisan. Kau tahu, laki-laki itu tak segan menelanjangi istrinya di muka teman-teman pelukisnya?
Tarian Bumi halaman 97
Novel Tarian Bumi ini tidak hanya berkisah tentang kehidupan realita kasta di Bali, tapi juga junjungan garis patrilineal yang sering kali menyusahkan perempuan dan (juga) laki-laki. Seperti kisah tentang Tukakiang Ketu, yang merupakan kakek Telaga, yang berasal dari kasta Sudra yang kemudian ikut istri. Posisi kakek Ketu ini menyalahi pakem garis patrilineal yang seharusnya istri mengikuti garis suami. Sehingga ketika hal itu terjadi ,Tukakiang-nya merasa tidak dapat mengambil banyak keputusan terkait dengan griya karena merasa tidak punya hak.
lalu apa tantangan membaca buku ini?
Buku setebal 179 halaman ini alurnya cukup mudah kita pahami, begitu pun dengan apa yang ingin penulis sampaikan dalam karyanya. Ada beberapa nilai plus dari novel ini:
Walau begitu bukan karya yang sempurna ada beberapa catatan dariku untuk novel Tarian Bumi ini:
Sejujurnya setelah membaca novel ini ada pertanyaan yang belum terjawab tentang budaya patrilineal ini. Maybe kita akan bahas pada artikel berikutnya ya! Stay tune!
View Comments
Karya sastra adalah cerminan budaya pengarangnya. Saya kenal gaya bahasa Oka Rusmini yang khas mencerminkan tradisi lokal. Lokalitas yang memukau tentang Bali dan manusia di dalamnya.
Jadi penasaran dengan Tarian Bumi. Kompleks banget kisahnya. Apalagi gaya bahasa Oka Rusmini mengalun dalam irama yang berat namun lugas dan bergulir cepat.
Keren nih kisahnya, Akku dulu suka banget baca Novel, sekarang suka juga tapi karena sibuk, kadang cuma baca judulnya saja hehehe
kebetulan saya mempunyai seorang teman asli Bali dan seorang akademisi, saya banyak mendapatkan cerita tentang Bali yang sangat detail dan banyak menginspirasi saya dalam banyak hal
Seru deh kayanya bukunya. Mengangkat kritikan kepada budaya yang akan menyadarkan kita.
Kisah dalam novel ini menarik untuk di ulas lebih dalam kak. Penasaran sama kelanjutan ceritanya. Thanks
menarik bukunya kak, saya suka membaca tentang budaya seperti ini, banyak sudut pandang yang bisa diangkat, asyiknya jadi penulis dapat menyampaikan 'protes' dengan cara apik seperti yang dilakukan Oka Rusmin
jujur buku ini agak cukup tebal, tapi sebanding dengan penjelasan-penjelasan terutama dalam menggambarkan masyarakat Bali namun yaa ada beberapa bagian yang bisa ditambahkan kembali si
Tarian Bumi bukan sekedar novel biasa, ada banyak nilai di dalamnya, bahkan juga berbicara tentang sejarah. Mengingat kasta Sudra, Brahmana, jadi seakan kembali lagi pada masa-masa pembelajaran sejarah di kala SMP dan SMA.
Terus terang saya sangat menikmati resensi dari Novel Tarian Bumi Okta Rusmini ini. Jadi ingin memilikinya
Saya selalu kagum dengan kepiawaian penulis dalam menagkap rasa dan nuansa dalam kata. Bagi saya menulis fiksi itu jujur tidak mudah, apalagi yang memadupadankan kebudayaan lokal
Lika liku kehidupan masyarakat di Bali memang menarik.untuk.di.kulik dan dipelajari. Sayapun kemarin pulang dari Bali banyak hal yang membuat penasaran.