Pojokan

Buku Tentang Freud, Kelamin dan Serigala Betina

Apa yang terlintas di benakmu ketika baca judulnya?

Pasti kepikiran kita lagi bicara masalah psikologi. Dan itu tepat banget!

Mumpung pas banget sama bulan yang memperingati hari kesehatan mental dunia. Beberapa hari yang lalu baru saja aku menyelesaikan buku yang judulnya membuat bertanya-tanya. Judulnya Ada Serigala Betina dalam Diri Setiap Perempuan, buku yang ditulis oleh Ester Lianawati ini benar-benar related sama kondisi di sekitarku.

Memang se-relate apa sih, Jeng?

Freud, Teori Psikologi Berbasis Patriakal dan Opresi Perempuan

Quotes Buku

Setidaknya ada tiga bab utama dari buku Ada Serigala Betina Dalam Diri Setiap Perempuan. Pada bab awal Mbak Ester menjabarkan bagaimana perkembangan psikologi secara keilmuan. Mulai dari teori yang berkembang dari para psikolog terkemuka seperti Sigmund Freud, Carl Jung, Adler dan lainnya. Menariknya dari pendekatan teori yang berkembang pada masa para psikolog itu, juga para pencetusnya mereka adalah laki-laki yang menghasilkan hasil-hasil temuan yang diambil dari sudut pandang laki-laki.

Baca juga: The Path Made Clear: Optimisme sang Visioner Oprah Winfrey

Lo, masak sih! Ada beberapa istilah psikologi yang mengambil sudut pandang laki-laki untuk menilai kondisi psikis perempuan, seperti penis envy, kompleks oedipus, dan lainnya. Selain itu perkembangan penelitian yang menggunakan subyek penelitian perempuan seringkali menghasilkan hasil yang bias kepada opresi citra perempuan.

Terus apakah enggak ada psikolog perempuan kala itu yang mendobrak? Ada dong! Namanya Sabina Spielrein yang merupakan salah satu psikolog feminis yang mempelajari teori-teori psikis secara obyektif. Dan penulis banyak mengacu pada pendapat Mbak Sabina ini dalam bukunya bahwa psike perempuan itu aktif dinamis dengan empati yang menjadi karakter kuncinya.

Buku setebal 292 halaman ini pun tak luput menyoroti determinasi otak dan organ biologis yang terjadi pada manusia (laki-laki dan perempuan). Seringkali masalah otak ini dikaitkan dengan empati pada perempuan sehingga memunculkan stereotip perempuan ini lemah. Padahal, determinisme perihal otak dan psikis manusia juga berhubungan dengan sosio-kultur yang berkembang di sekitarnya. Misal bagaimana seorang anak dibesarkan, bagaimana budaya dia tinggal, situasi sosial yang ia lihat di media dan sebagainya.

Kompleksitas ini lah yang kerapkali membawa perempuan pada kehidupan keras yang berhujung pada kekerasan psikis dan fisik. Bagaimana itu terjadi? Cuss, baca aja bukunya ya!

Ada Serigala Betina Dalam Diri Setiap Perempuan

Freud dan Serigala Betina

Ada Serigala Betina Dalam Diri Setiap Perempuan ini menurutku unik. Buku ini cukup menamparku sebagai perempuan. Selain menampar, ada banyak hal yang aku pelajari dalam buku ini.

Baca juga: Review Little Grey: Dari Hatred ke Self-Love

  • Freud pencetus psikoanalisis, tapi bukan satu-satunya. Sudah bukan rahasia lagi bahwa Sigmund Freud merupakan pencetus dari psikoanalisis yang mengkaji hubungan psikis manusia. Dari psikoanalisis milik Freud ini banyak muncul istilah yang kita tahu tentang alam bawah sadar. Meski merupakan pencetus dari sebuah cabang ilmu psikologi psikoanalisis milik Freud, tapi apakah psikoanalisis Freud ini tidak bias pada gender, sementara pada saat ia melakukan studi psikoanalisis ini ketimpangan gender laki-laki dan perempuan cukup besar. Apalagi teknik terapi kesehatan mental kerap menggunakan teori psikoanalisis.
  • Perempuan JANGAN cuma iya-iya saja. Buku Ada Serigala Betina Dalam Diri Setiap Perempuan mengajakku untuk merenung lebih dalam lagi. Selama ini secara eksplisit aku kerap meng-iya-kan sesuatu yang bukan ‘suaraku’. Seperti misalkan seseorang memaksaku untuk jadi anggota PKK di kompleks perumahan A, padahal aku jiwaku tidak terpanggil untuk menjadi anggota PKK, tapi terpaksa meng-iya-kan karena seorang ibu yang baik perlu bermasyarakat sebagai panutan. Ini menamparkku bahwa jadi perempuan kita sejak dulu diberi tuntutan sedemikian rupa.
  • Berhenti untuk saling njulid ke perempuan lain. Ini yang sangat amat keras menamparku, apalagi dalam berkumpul atau berkelompok dengan sesama perempuan, tak khayal menimbulkan canda yang kerap kebablasan. Misalkan aku ketika bercanda dengan teman, pernah nyeletuk “astaga kok wajahmu enggak cantik kaya biasanya! itu jerawat udah kaya cacar, Mon!” atau nih tanpa sadar aku nyeletuk, “buset tambah cantik aja! kulitmu putih habis perawatan di mana?” Candaan yang tujuanya untuk basa-basi ini, ternyata melanggengkan standarisasi tak masuk akal pada perempuan, yang berujung pada kekerasan psikis. Media dan sesama perempuan kerapkali meng-exposure obyektifikasi tubuh dan citra perempuan lewat standarisasi yang berlebihan.

Review PoV Senja Hari

Overall ketika baca buku ini, sebagai perempuan aku cukup merasa “wah, jadi selama ini aku ….” Aku suka banget sama penjelasan Mbak Ester yang runut di mana ia membahas dulu sebab musabab-nya psikis perempuan itu sulit dipahami, yang ternyata memang masuk akal, kalau selama ini sudut pandang yang diambil kurang tepat dan cenderung mengopresi perempuan.

Begitu mengalirnya sampai aku pun merasa buku ini, se-related itu dengan kondisi real perempuan. Dari nilai lima aku kasih 4,6 bintang untuk buku milik Mbak Ester. Belum lagi pada bab-bab menjelang akhir, aku merasa bahwa kekerasan dan opresi perempuan atas budaya patriaki, juga diteruskan oleh sesama perempuan. Misalkan dari standar pilihan hidup, nilai hidupnya dan kepemilikan terhadap tubuhnya tak pernah jauh tekanan dan paksaan masyarakat.

Selain bukunya yang menarik, buku ini juga sukses buat aku membuka KBBI dan Google. Kosakata yang baru dan istilah psikologi yang cukup banyak, jadi bagian yang menantang darinya.

Invitasi dan Diskusi

Setelah baca review dari Senja Hari nih, ada yang sudah cek isi dompet buat beli bukunya? Atau baru masukin ke wishlist dulu?

Kalian bisa cek toko rekomen dariku untuk beli produk ini.

Baca juga: Buku Paling Melelahkan dan Sulit Dicerna. Apa Itu?

Kalau kalian punya pengalaman baca buku ini atau buku lain, boleh banget share pengalamannya di kolom komentar.

Eits! Komennya yang sopan dan bijak. Ya … semata-mata biar jejak digitalmu tetap bersih.

Happy Tuesday!

View Comments

  • Ada sisi lain di balik kelembutan wanita yang tidak nampak dari tampilan luar.

  • Setiap manusia pasti punya sisi baik dan sisi buruk. Ini tergantung gimana cara menanggapinya saja, tapi buku ini emang rekomen si.

  • Ini buku udah wara wiri yg review krn katanya punya pembahasan menarik. Setelah baca review disini, aku jd makin pingin baca, krn obrolan tentang perempuan dan keunikannya itu selalu menarik. bahkan kita sbg perempuan aja susah buat ngertiin diri sendiri, kl udah lebih paham baru nanti bisa disampaikan ke laki2 khususnya pasangan

  • Karena wanita ingin dimengerti, kata lelaki syulit hehe... Menarik juga mbak pembahasan buku ini, bagaimana memandang sisi lain dari perempuan ya. Jadi penasaran pingin baca

  • Wah Freud selalu nulis buku yang menarik untuk disimak ya. Terima kasih kak tulisannya

  • Bagaimana pria tidak sulit memahami wanita, kadang wanita sendiripun tidak mengerti dirinya sendiri maunya apa hehehe. Sebenarnya wanita itu kalau didengarkan saja sudah senang banget, tapi kebanyakan pria sulit untuk mendengarkan.

  • Jadi penasaran sama bukunya, apalagi Sigmund Freud juga terkenal dengan konsep dari teori psikologinya tentang adanya alam bawah sadar yang mengendalikan sebagian besar perilaku manusia nah. Nice artikel kak:))

  • Begitu baca judul artikel ini yang ada "Freud"-nya, seketika saya sudah tahu kalau baKalan membahas tentang psikologi. Maklumlah ya, dahulu pas masih kuliah nama Freud kerap kutemui tatkala membahas karya sastra yang genrenya berbau kejiwaan.

  • Wah menarik nih kak, jadi penasaran sama bukunya. Otw cari-cari lah... sekaligus belajar psikologi juga ya baca buku ini

  • Julid...yang maksudnya candaan yang tujuannya untuk basa-basi tapi menyakitkan hati...wah relate banget di keseharian perempuan bukunya ya, apalagi kalau disampaikan dengan mengalir berdiksi api, sungguh sebuah buku yang menarik!