“Rencana liburan ke mana, Jeng?” tanya Bu Gito yang duduk di sebelah Bu Ami saat mengambil rapot Bocah Lanangnya. Dengan senyum simpul, Bu Ami hanya menjawab, “belum ada, Bu.” Kemudian ia bertanya balik, “njenengan sudah ada rencana ya?” Bu Gito meraih ponselnya dan menunjukkan pada Bu Ami. “Si Jarwo lho, minta liburan ke Bunaken. Kok ya pas, ada diskon staycation 70%,” jawabnya.
Tulisan di layar itu begitu menggoda seperti tukang bakso lewat saat hujan. Aku kok mau ya. Jiwaku butuh healing, batin Bu Ami. Namun ia ingat saldo rekeningnya hanya cukup buat bayar SPP dan beli gorengan. Tak lama wali kelas memanggil namanya dan Bu Ami berjalan sambil mendesah lirih, “bisa enggak ya?”
Sabtu pagi, Bu Ami duduk di teras rumah, menatap ponsel yang penuh dengan foto-foto staycation teman-temannya. Ada yang bersantai di resort, ada yang rebahan di hotel bintang lima. Ia tersenyum tipis, lalu membuka aplikasi bank. Saldo di layar memantul seperti suara tamparan.
Ada saat-saat di mana tubuh dan jiwa Bu Ami terasa seperti butuh istirahat dari rutinitas sehari-hari. Namun, ada kenyataan pahit yang harus ia hadapi jika memilih konsep healing tagihan paylater menanti.
Ia ingat ketika Bu Gito bercerita sewaktu pertemuan wali murid beberapa bulan lalu. Staycation ke Norwegia selama seminggu itu memang wah banget. Sayangnya, setelah pulang, Bu Gito harus mencicil tagihan selama beberapa tahun. Bu Ami kembali berpikir, mungkin aku enggak sanggup kalau harus mencicil selama itu dengan nilai yang lumayan besar. Bisa-bisa keluarganya hanya bisa makan nasi kucing nih!
Baca juga: Ibu Rumah Tangga Serasa Wanita Kantoran
Healing itu penting, tapi kok rasanya seperti investasi rasa tapi bencana finansial? Apalagi karena nuruti yang namanya gengsi dan impresi media sosial. Kadang, rebahan di rumah dengan lilin aromaterapi saja sudah cukup. Asal lilinnya juga enggak pakai kasbon dulu ke tetangga sebelah.
Bu Ami memandang layar ponselnya yang menampilkan foto Bu Gito yang sedang snorkling di Bunaken, lalu matanya beralih ke kalender di dinding. “Ini udah akhir bulan,” gumamnya.
“Ya sudah,” batinnya, sambil beranjak dari kursinya. “Aku bisa lakukan ini,” ujarnya lagi sambil berjalan ke ruang keluarga.
Di ruang keluarga Bu Ami mendapati suami dan bocah lanangnya sedang duduk dengan aktifitas masing-masing. Ia mendekati suaminya yang duduk di sofa, “Yah!” panggilnya. “Besok piknik di taman kota yuk!” ajaknya.
Setelah mendengar kata piknik, anak dan suaminya membelalak, dengan cepat memberi anggukan sebagai respon. “Nanti kita buat persiapannya. Setelah ini aku mau healing dulu,” katanya. Suaminya mengangguk smabil memperhatikan Bu Ami yang berjalan ke arah teras belakang.
Baca juga: Ketahuan Salah, Ngeles Biar Lolos Dari Masalah!
Bu Ami ingin mencoba healing hemat, tanpa berkerut jidat. Mulai dari rumah, Bu Ami memutuskan untuk membuka plastik masker wajah sambil menikmati angin segar di taman belakang.
“Kenapa harus ke salon kalau bisa di rumah?” pikirnya. Ia ingat masih ada lilin aroma terapi di laci kamarnya. Bu Ami mengambilnya dan menyalakannya. Wanita itu menikmati aromanya sambil bersantai menikmati lagu-lagu SNSD favoritnya.
Esok harinya mereka semua pergi ke taman kota untuk piknik bersama. Di bawah pohon beringin rindang, mereka menggelar tikar sambil bercerita. Ini cara healing murah meriah yang ternyata lebih mendekatkan jiwa dari sekedar foto liburan mahal di media sosial. Mereka tertawa bersama, tanpa perlu repot menyiapkan anggaran besar.
Masih kurang puas? Berikutnya, Bu Ami mencoba staycation yang jauh lebih hemat. Bukan di hotel, tapi di pegunungan atau area pantai. Membawa perlengkapan camping, membuat teh hangat, membuat barbeque, sambil menikmati alam terbuka yang tidak bisa bisa dinikmati dari foto media sosial.
Tapi yang paling mengena adalah detox media sosial. Beberapa hari lalu, Bu Ami merasa seperti robot yang terus berputar. Tanpa terasa, dia log out dari semua akun sosial media, dan hanya menikmati waktu dengan anak dan suami. Sesederhana itu, healing yang ia lakukan ternyata bisa obat yang menyembuhkan segala penyakit. Ya, keterhubungan antar anggota keluarga.
Baca juga: Beneran Simpati atau Eksploitasi Emosi?
Itulah yang membedakan Bu Ami dengan Bu Gito tentang healing jiwa untuknya dan keluarganya.
Bu Ami menyadari satu hal ketika ia mengamati teman-temannya dan juga orang-orang di media sosialnya. Di dunia yang serba terhubung, seolah sekat jati diri dan branding diri melesap jadi satu ada satu hal yang sering terlupa dari semua itu.
Memiliki Kesederhanaan Adalah Privilege
Dinda
Wanita itu menyadari bahwa menjadi sederhana di dunia yang begitu kompleks dan hingar-bingar ini, menjadi sesuatu yang begitu berharga. Siapapun yang bisa menerapkan kesederhanaan ini, memiliki privilege yang luar biasa. Karena tidak semua orang bisa menjalani hidup sederhana tanpa embel-embel, fleksing di media sosial.
Happy Holiday!
Source:
Alvida Dzattadini, et al. “Dampak Penggunaan Aplikasi Paylater Terhadap Gaya Hidup Masyarakat.” Akuntansi Pajak Dan Kebijakan Ekonomi Digital, no. 2, Asosiasi Riset Ilmu Manajemen dan Bisnis Indonesia, May 2024, pp. 51–60. Crossref, doi:10.61132/apke.v1i2.75.
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/
https://momsmoney.kontan.co.id/news/bolehkan-bayar-liburan-dengan-paylater-simak-penjelasannya
View Comments
Ahhh relate sih, healing memang gak murah. Apalagi kalau tempat tujuan yang dipilih untuk luar negeri atau destinasi eksklusif. Saya mah healingnya ke gunung atau pantai aja, itu dah lumayan mengurangi stres. hehehe
Healing saya kalo gak ada dana yang dekat2 rumah, kebetulan rumah juga tak jauh dari Taman dan laut dan jajanan murah meriah, kalo ada dana baru deh melipir cari tiket promo murah :)
Duh, cerita ini kayak tamparan halus buat yang suka lupa sama realita pas lagi healing! 😅 Suka banget cara penyampaiannya, ringan tapi nyentil. Bener sih, liburan itu penting, tapi tetap harus sadar sama tanggung jawab yang nunggu di rumah. Jadi mikir dua kali nih kalau mau healing-healing, jangan sampai dompet malah ikutan stres.
Liburan ini sekarang udah jadi kebutuhan, jiwa pekerja ini juga punya hak ya untuk mendapatkan mental yang fresh, salah satunya ya picnic. Cuma bener, setuju banget nih, kalo piknik pake paylater ya sama aja malah tambah stress ya, bukan malah fresh, karena tagihan menanti.
Btw, ini serasa nonton film loh bacanya, theater of mind-nya dapet banget mbak
Menarik soal kesederhanaan ini. Hidup sederhana ini membuat dekat dengan Tuhan dan jauh dari pujian manusia yang terkadang bisa membuat seseorang angkuh. Tentang liburan sederhana tapi bermakna itu yang value-nya tinggi. Tapi praktiknya memang sulit
Healing dengan paylater, senang diawal stress belakangan. Mending apa adanya saja, rekreasi ke tempat yang terjangkau dompet, waktu, dan jaraknya. Pulang-pulang dompet tetap aman, hatipun riang.
Sejenak melupakan rutinitas sehari-hari penting sih buat kesehatan mental, tapi kalau bayarnya pakai payletter ngaklah, yang ada senang sesaat pusing kemudian apalagi kalau pendapatan pas-pasan plus ketambahan cicilan payletter, duh kebayang Pusingnya
Sedemikian besar dampak medsos ya. Untungnya bu Ami berani untuk logout dan menikmati healing bersama keluarga
Jangan sampai healing dengan kartu kredit atau paylater. Saya sepakat.
Dan memang, ya, di masa sekarang ini medsos bertebaran cerita jalan2 atau ke sana-sini yang kalau ga bijak atau sedang sensi bisa bikin iri.
detox sosmed setuju banget. gantnya aku main pakai watercolor atau oil pastel gambar pemandangan. atau nyoba resep murah yang simpel. hepi juga kok!