Penulis : Dinda Pranata
Siang itu belum juga terik, ketika orang-orang menaikkanku ke atas truk besar yang cukup sempit untuk ukuranku. Meski truk itu sempit, tapi aku cukup senang ketika melihat mereka bahagia. Teruata saat aku bernyanyi.
Pawai pun akhirnya mulai, aku bernyanyi dengan riang dan makin lama tangan mas-mas mulai melambai, memberi tanda agar suaraku lebih maksimal dan membuat seluruh tubuhku ikut bergetar.
Semakin lama truk itu melaju dan jalanan mulai padat, di sanalah aku merasa ada yang tak wajar. Campuran antara sinis, marah sekaligus benci. Barulah beberapa bulan kemudian ketika dalam sebuah pertemuan aku tahu, bahwa aku (speaker sound horeg) selalu jadi kambing hitam atas masalah pawai.
“Meski Tak Bersalah, Tapi Aku Ingin Minta Maaf”
Aku ini cuma kotak hitam dengan kabel-kabel dan suara bass yang menggema. Tapi entah sejak kapan, aku menjadi kambing hitam untuk masalah keributan. Tidak di jalan atau di pemukiman. Contohnya kalau ada yang tak bisa tidur, mereka menganggapku pengganggu. Kalau kaca rumah pecah, maka aku mendapat cap biang kerok. Ini termasuk kalau jalanan bisa mengejutkan jantung pengendara, sekali lagi aku yang salah.
Meski bukan pencipta keributan, aku tetap berbesar hati meminta maaf. Andai aku punya bibir untuk berkata atau berteriak, maka aku pun bisa bersuara seperti manusia yang menggunakanku. Sayangnya, aku hanya benda mati, yang hanya bisa menuruti perintah. Ketika mereka minta volume penuh, aku beri. Mereka pasangku di atas truk, aku patuh. Aku tak punya kuasa.
Baca juga: Jendela Di Senja Hari, Apa yang Kita Lihat?
Satu-satunya yang bisa: manusia.
Beberapa bulan lalu, sebuah kampus menyewaku. Untuk pertama kalinya aku bersuara nyaring, tapi bukan membuat keributan. Aku bersuara untuk menjelaskan sebuah ilmu. “Henri Lefebvre mengatakan bahwa ruang itu bukan cuma tempat. Ia adalah produk sosial yang diberi makna,” kata salah satu dosen yang memintaku bersuara, namanya Pak Doni.
“Ada tiga jenis ruang: ruang yang dirancang, ruang yang dihidupi, dan ruang yang dipraktikkan,” kata Pak Doni yang menyewa bibirku untuk bersuara.
“Ruang yang dirancang seperti jalan raya, trotoar, taman atau fasilitas berupa bangunan dengan aturan di dalamnya. Lalu, ruang yang kita beri makna contohnya kenangan ibu-ibu menyapu pagi hari, atau suara gamelan dari kejauhan. Dan terakhir …,” kata Pak Doni yang memandangi para mahasiswanya, “ruang yang kalian praktikkan atau yang kalian tahu adalah ruang gabungan antara ruang yang dirancang dan yang diberi makna, seperti fenomena sound horeg di jalan ketika pawai.”
Aku pun terdiam. Merenung dan tepat saat itu Pak Doni menunjuk ke arahku. “Maafkan aku …,” pikirku saat itu.
Baca juga: Asal Kata Toast yang Bikin Istri-istri Pada Ngambek!
Sound Horeg, Pawai dan Aku yang Membisu
Setelah selesai dari ruang kuliah yang sangat luas itu, ke esokan harinya segerombolan bapak-bapak paruh baya menggotongku ke atas truk untuk pertunjukan selanjutnya. Kali ini tidak hanya aku saja yang di atas truk itu. Ada tiga temanku yang berbadan besar diletakkan di atas truk bercat jingga itu. Sementara, aku harus berdiri bagian atas, mereka berdua yang berbadan besar itu.
Kali ini para pria dan beberapa orang menaiki truk dengan memanjat sisi samping truk. Mereka ada di belakangku, mempersiapkan kabel-kabelku dan ketika semua orang sudah siap. Aku harus bernyanyi.
Sound horeg menggelegar. Lantang. Kami bergetar. Sementara, orang-orang berbaris dan berjoget di belakang truk. Pawai pun dimulai.
Truk melaju cukup pelan. Ia mengambil setengah bagian jalan, di mana para kendaraan harus saling mengalah dengan kendaraan dari arus lawannya. Aku bisa tahu setiap suaraku yang bergema, membuat kaca mobil, kaca rumah bahkan jalan ikut bergetar. Tak hanya getar jalan dan kaca, tapi dampak suaraku sampai pada gangguan pendengaran dan ketenangan bagi mereka yang mencari ketenangan.
Baca juga: Judul yang Penuh Harapan Tanpa Jaminan Realita
“Aku ingin berhenti!” kataku. Mereka tak mendengarku. Kadang suaraku serak karena orang terus-menerus menyuruhku bernyanyi. Sesekali aku tersedak. Suara tak keluar. Mereka memukul kepalaku.
Tak ada pilihan lain selain bernyanyi lagi. “Ini lah yang kata Henri Lefebvre dikenal sebagai konflik ruang,” gumamku. Aku berdiri di ruang yang awalnya tenang, jalan yang dipakai untuk lalu lintas, berubah menjadi arena kuasa: siapa yang bersuara paling keras, dia yang menang. Saat itu aku menjadi aktornya.
Hingga sebuah insiden benar-benar membuatku membisu. Membisu untuk selamanya dengan cap penganggu yang terus melekat. Di sana ada sebuah kepala tertunduk yang pasrah.
Aku Benda Mati, Tapi Bersuara
Ketika truk yang membawaku berjalan, ia tidak melihat sebuah dahan membentang dan menghantam bagian belakang kepalaku. Aku tersungkur ke jalan. Cabang pohon patah. Menindih seseorang yang ada di bawahku.
Baca juga: Negara Kaya, Tapi Kok Merana Ya!
Aku merasa bersalah. Tak berani lagi bersuara. Kabel yang menjadi pita suaraku terputus dan akhirnya aku teronggok di pojok gudang. Berdebu dan membisu. Selamanya.
Ketika kebisuanku merayap. “Ah, seperti ini rasanya hening,” gumamku. Aku mulai membayangkan bagaimana jika suatu saat ketika suaraku pulih dan aku boleh bersuara lagi? Bagaimana jika pawai tetap bisa gempita tanpa mengorbankan ketenangan?
Mungkin waktunya manusia berhenti menjadikanku alat untuk menunjukkan gengsi. Jadikan aku medium, bukan monster menakutkan. Atur ukuran suaraku. Sesuaikan dengan ukuran ruang tempatku berada.
Pemerintah bisa hadir bukan sebagai pemadam kesenangan, tapi penata ruang sosial. Ada aturan jam, zona, bahkan pelatihan untuk para pengendali suaraku yang pemerintah keluarkan. Edukasi yang bukan sekadar larangan, tapi pemahaman menyelenggarakan sound horeg ini sesuai dengan tempat dan batas aman. Karena meski aku benda mati, aku juga bagian dari ruang ini. Dan ruang ini bukan milik suara paling keras, atau paling liar. Asal tahu batasan dan tempat yang tepat.
Aku siap bernyanyi kembali. Namun, aku ingin punya peran tanpa harus jadi beban.
Baca juga: Logika Jungkir Balik Khas Warga Komplek
Gimana nih guys, ada yang punya pengalaman seputar sound horeg nggak? Mau itu happy atau nggak, boleh dong berbagi di kolom komentar. Eits, tapi tetap jaga lisan komentarnya ya. Semata-mata biar jejak digital kalian tetap bersih.
Jya, mata ne minna~~
Source:
https://buku.kompas.com/read/5365/sound-horeg-pengertian-asal-usul-dan-fenomena-yang-sedang-tren
https://tirto.id/sound-horeg-pindah-ke-laut-meriah-di-permukaan-riuh-di-dasar-hb7S
Comment
Sound horeg yang sabar yaa….😁😁 memang tugasmu seperti itu. Kalo gak jedag jedug,, ya bikin gaduhh….hehehe
ada kalanya Sound horeg jadi hiburan yang membahagiakan, tapi memang bisa jadi menganggu jika digunakan tidak tepat waktunya, misal tengah malam orang tidur engkau berisik, hehehe.. tpi tetap engkau memiliki tugas yang banyak membahagiakan orang orang kok 🙂
Kadang orang yang bikin acara ini gak mikir risikonya. Sound horeg yang biasanya kita anggap cuma alat hiburan, ternyata juga bisa jadi “monster” kalau nggak diatur dengan baik. Ceritanya bikin mikir soal gimana pentingnya menjaga batasan suara supaya nggak ganggu orang lain
Aku juga sering keganggu sama sound horeg yang gak ada habisnya. Kadang sampe bikin gak bisa tidur 😩 Semoga makin banyak yang aware dan ada penertiban serius soal ini. Terima kasih udah berani nulis topik kayak gini
Aku bukan orang yang suka suara bising. Jujur, kalo denger suara kenceng jantung langsung berdebar. Pliiis, jangan sampe ke kotaku yak! 🙁
Terus terang, aku salah satu yg ga tahan mendengar suara keras dari sound (meski bukan termasuk yg horeg), jantung berdegup lebih keras rasanya tiap kali berdekatan dg sumber suara di pesta/keramaian.. Jadi aku sangat mendukung bila ada penertiban penggunaan nya
Saya baru tahu sound horeg gitu ya namanya?
Tahunya sound system aja gitu. Hehehe …
Sebagai manusia, yang diberikan akal dan pikiran, seharusnya kejadian sound horeg yang jatuh dan menimpa korban itu tidak perlu terjadi, kan?
Awalnya bingung kok namanya horeg. Karena jarang mendengar kata itu disandingkan dengan sound. Mungkin horeg itu untuk menggambarkan suaranya yang bikin horeg atau menggelegar kali ya?
Aku belum pernah lihat dan denger langsung sound horeg, tapi tahu banyak ttg kekesalan orang2 terhadap ini 😞.
Kalo baca ceritanya, wajar sih mereka marah. Krn keributan yg dibuat. Blm lagi sound horeg ini sampe ada yg diadakan di laut. Dan itu bikin makhluk hidup dalam laut sebenarnya bisa stress juga. Jangan dikira mentang2 mereka hewan, trus masa bodo amat kan.
Sedih memang… Kadang terpikir, kenapa pemerintah daerahnya kayak diam aja. Atau memang karena sudah mendapat bayaran cukup besar sampai mengorbankan rakyat kecil yg terganggu 😞. Masa blm cukup dengan insiden yg terjadi dan menimpa anak2 itu
Suka banget bacanya, jadi paham POV sound horeg hehe.
Saya tu sempat punya gangguan pendengaran yg sensitif Kalau terlalu kencang telinga saya terasa sakit. Tak terbayang andai tren ini menghampiri daerah saya. Mungkin saya adalah salah seorang yang akan menatap sinis atau bahkan protes ke sound horeg itu
Gak bisa ber-word-word lagi deh kalau soal sound horeg mah. Kaca aja bisa pecah
Bagus ceritanya, Kak.
Btw Alhamdulillah di tempat tinggalku sini belum ada sound horeg, dan semoga nggak pernah ada. Sound tetangga saja sudah cukup mengganggu apalagi sound horeg ya Allah, tak sangguplah diri ini sepertinya.
Ikut sedih pas lihat kmrin ada yg ketimpa sound Semoga ini jd hikmah untuk orang-orang yg lg ngadain acara dan perlu pake sound sprti itu agar mitigasi kecelakaannya diantisipasi dgn baik 🙁
Setuju Kak Anis, jadi pembelajaran pastinya agar bijak menggunakan sound horeg ini, jangan sampai mengganggu apalagi membahayakan orang lain/pengguna fasilitas umum
Seketika pusing liat kecelakaan yang terjadi akibat sound horeg.
Beneran setinggi dan sebanyak itu numpuknya yaa..
Bayanginnya kalo nyala terus selama beberapa jam apalagi malam hari, wow!
Semoga insiden sound horeg tidak terjadi lagi.
Sebaiknya pihak penyelenggara acara memikirkan baik-baik mengenai keselamatan dan kenyamanan pengunjung penikmat hiburan massal.
Jujur aku juga bingung sejak kapan sound horeg ini ada tapi memang sih nggak enak banget didengarnya karena berisik
Dilema sebuah sound horeg judulnya ya. Klo dipake sebagai mana mestinya, sesuai peruntukannya ya memang bermanfaat. Tp klo dangdutan sampe lewat tengah malem, ya ganggu org komplek atuh hehe…
Sound Horeg biasanya di bulan Juni akan sering terdengar dari panggung² samenan yang pasti akan menggelar pentas seni saat kenaikan kelas. Ditambah drumb band yang berkeliling jalanan. Tapi sekarang pawai drumb band sudah tidak ke jalanan lagi. Gak tau deh apakah panggung samenan yang ada horeg nya masih akan ada. Tapi seruu sih sih kalau buat saya rame ada pertunjukan. Kalau bising? Yaa gpp cuma setaun sekali koq.
Wah sound yang jatuh menimpa penonton itu lalai banget, kasihan. Kalau di desa, itu sound rasanya full power banget sampai jendela bergetar beberapa hari. Asalkan tau batasan waktu dan volume yang tepat, tidak masalah sebenarnya
Sound horeg itu budaya juga c menurutku mah, di daerahku gada kayanya itu cuman ada di sekitar jawa timuran… tapi yaa gimana yaa kadang kita pasrah aja karena gacukup juga buat sendirian komplen hehhe.. toh mungkin ga setiap hari yaa.. cuman momemtum aja si horeg ini dipakai
Bising memang dengan bunyi yang disetel kenceng². Padahal kalau digunakan dengan bijak sound horeg bakal asik² aja sih menurutku. Kan gak perlu di full-in itu volume biar belahan dunia kedengeran kan hehe
Waktu berkunjung ke Ponorogo, dalam perjalanan yang mungkin masih di daerah pacitan sebelum ponorogo sempat berpapasan dengan sound horeg, tapi secara bentuk fisik tidak membahayakan sampe tinggi begitu ya, tapi ya itu secara ruang, ada ruang pribadi orang yang terampas, karena suaranya itu sampe ke Jantung.
Alhamdulillah selama ini gak pernah ketemu sound horeg secara langsung sie..ya mungkin bbrp kali aja waktu acara nikahan tapi masih dalam batas wajar sie gak yang mengkhawatirkan..terakhir itu liat berita lomba sound horeg di tengah laut..aku gak bisa banyangin kayak apa itu suaranya secar abanyak banget sound nyaa duhhh…
Sering heran juga,,sebenernya untuk apa sie mereka kayak gitu..dalam batas normal aja bukannya lebih indah
Speaker sound horeg kenapa besar banget ya aku aja takut lihatnya. Padahal sound horeg nggak salah, mereka cuman ingin menghibur kita manusia. Manusianya aja kadang nggak tahu aturan kapan harus digunakan dan seberapa tinggi volume suara seharusnya. Banyak kejadian akibat sound horeg keliling begini. Aku nggak bisa membayangkan betapa hebat suaranya sampai mampu menggetarkan bangunan dan pohon yang ada disekitarnya. Kasian kalau ada yang sakit jantung atau bayi yang sedang tidur.
Aku suka sekali pov tulisannya.
Sound horeg kerap mengganggu dan menjadi ajang “pesta” bagi yang menyukai lagu-lagu dengan suara menggelegar.
Namun, tak sedikit juga yang mengeluh akan kebisingan ini.
Semoga menjadi pelajaran kita semua untuk mengutamakan keamanan dan kenyamanan bersama.
Sound Horeg banyak di Jawa Timur
Tapi, aku pribadi belum pernah melihat langsung pertunjukan seni ini
Katanya sih emang sedikit mengganggu karena volumenya yang terlalu menggelegar ya
Sering dengar orang-orang nyebut sound horeg tapi nggak pernah nyari tau itu apa dan ketemu di sini. Hihi. Hmm.. buat yang suka pasang-pasang sound horeg memang harus tau sikon juga.
Pernah suatu hari di depan rumah saya, di dalam komplek, ada yang pakai rumah kosong untuk hajatan. Sampai jam setengah 12 malam masih nyala itu sound horeg, saat itu posisi masih punya anak balita yang jadi rewel karena bunyi jedag jedug. Akhirnya ditegurlah sama paksu dengan santun, untungnya paham sih mereka. Baru lanjut jedag jedug besok paginya lagi..
Ini dia curhatan Sound horeg.kamu ga salah kok.kamu dibuat untuk berguna dan membantu. Manusia aja yang tidak bijak menggunakanmu. malah kadang berlebihan. Sehingga dirimu membuat masalah dan kamulah yang dikambinghitamkan. sabar ya…
Cakep kak tulisannya! Cerita dari sudut pandang sound horeg ini berhasil menyampaikan dilema antara kemeriahan dan dampak negatif yang ditimbulkan. Pesan tentang tanggung jawab manusia dalam menggunakan teknologi dan penataan ruang sosial sangat relevan.
Sebagai mahluk sosial interaksi dengan yang lain ada baiknya dibuat regulasi bagaimana penggunaan sound system di luaran atau pas ada acara sehingga tidak menggangu dan merugikan pihak lain
Saya pun berharap pemerintah memberi solusi karena jujurly hal ini mengganggu banget lho. Anakku pernah sampai ga bisa tidur gara-gara sound ini lho
Jujur saja walau daerah saya gk ada tradisi sound horeg tapi tetap kesal nya sampai kesini. Kemarin sempat lihat video di lautan sudah gk diterima di darat sekarang beralih kiblat menggemparkan lautan ya😂
Kalau pengalaman langsung denger sound Horeg belum pernah sih mba. Cuma sempat terpapar video sound Horeg dan terlihat banget bising berisik. Nggak kebayang kalau misal denger langsung berisik bising nggak karuan huhuhu. Kasian anak balita dan lansia juga misal di setel di area pemukiman penduduk.
Alhamdulillah, Jawa Tengah nggak ada sound horeg semoga saja tak ada selamanya kebayang stresnya masyarakat kalau dibiarkan. Pemerintah pun tak ada keberanian melarang..jadilah budaya norak terus terpelihara padahal sudah banyak makan korban..
Sound horeg bisa jadi hiburan untuk warga tetapi bisa mengganggu warga sekitar juga kalau tidak bisa dikondisikan. Paling kasian kalau ada yang lagi sakit atau anak kecil yang lagi tidur kadang bisa mengganggu jam istirahat mereka
Paling males kalau dengan suara sound yang bisa memekakkan telinga. Sepertinya lebih banyak sisi negatifnya ketimbang sisi positifnya
benda mati ya ga bisa disalahkan, orang yang mengendalikannya lah yang sepatutnya disalahkan. serem juga sih sound horeg setinggi itu ya, melebihi tinggi truck yang membawanya. harusnya ada ketentuan yang mengatur, demi keamanan dan kenyamanan masyarakat juga. Tragedi di Bondowoso itu bukan sekadar kecelakaan, tapi alarm keras mengenai abai-nya standar keselamatan di acara rakyat.
37 Responses