Home / Jendela

Jendela Di Senja Hari, Apa yang Kita Lihat?

Senjahari.com - 29/06/2025

Jendela di Senja Hari

Penulis : Dinda Pranata

Jendela, satu kata itu, mengingatkanku pada satu tempat di rumah masa kecilku. Tempat itu adalah ruang ibadah di loteng. Tempat yang selalu tenang, penuh aroma dupa dan membuatku senang berlama-lama di sana meski untuk sekedar menulis diary. Kadang tempat itu jadi pelarianku ketika aku, tidak bisa berpikir jenih.

Ruang ibadah itu, meski letaknya di loteng, tapi memiliki sirkulasi yang baik dan sebuah jendela besar yang menghadap ke jalan. Untuk pertama kalinya, aku menyadari bahwa jendela di ruangan itu bukan sekedar jendela untuk ventilasi tapi, jendela yang membuatku bisa tahu hal-hal kecil yang menjadikanku seperti sekarang.

Jendela di Senja Hari

Aku menemukan kenyamanan ketika menatap jendela itu. Di sana merasa menemukan rasa klik bahwa dunia terlalu luas untuk dilihat hanya dari satu arah, tapi terlalu sempit untuk kupahami. Dan barangkali, itulah mengapa aku menyukai jendela di ruangan itu. Jendela yang kuanggap tak hanya sebagai sebagai sumber sirkulasi udara, tapi sebagai mini teater dari orang berlalu-lalang.

Dari jendela itu, aku bisa melihat orang tuaku bercakap-cakap dengan tetangga; Melihat anak-anak seusiaku bermain di depan jalan; Orang asing yang berjalan sambil mengeluhkan harga kebutuhan pokok. Menariknya, aku memperhatikan mereka diam-diam, sembari memikirkan apa yang ada dalam benak mereka.

Karena itulah, rubrik jendela ada di senja hari. Ia lahir dari keyakinan bahwa pengamatan sosial tak selalu harus bersandar apa yang besar, fenomenal dan terlihat di permukaan. Kadang memperhatikan hal-hal sepele, mendengarkan gumaman, membuka mata bahwa bisa saja hal yang besar itu lahir dari hal kecil seperti itu.

Baca juga: Berdiri Seperti Pahlawan, Isi Kepala Jadi Sorotan

Misalkan saja tentang curahan hati seorang ibu tentang penyesalan karena memarahi anaknya, bisa jadi ada akumulasi frustasi yang tak diceritakan. Di balik renggangnya hubungan satu tetangga dengan tetangga lain, bisa jadi ada masalah kecil yang kemudian membesar di kemudian hari. Atau, tentang nakalnya seorang anak yang akhirnya melukai anak lain, bisa jadi ada rasa rindu akan perhatian orang tuanya.

Aku tidak selalu tahu ujungnya di mana. Aku pun tidak selalu tahu asal muasalnya seperti apa. Tapi lewat jendela ini, aku ingin berbagi pengamatan tentang manusia. Tentang perasaan-perasaan yang bersinggungan, tentang luka yang diwariskan tanpa sadar, dan tentang kerumitan tingkah pola manusia yang terkadang begitu abu-abu.

Mengapa Rubrik Ini Penting?

Apa yang kita lihat di jendela?

Kadang kita terbiasa melihat satu gambaran yang besar, tapi melupakan gambaran kecil yang ternyata begitu banyak. Ketika aku pulang dari sekolah, di dalam angkot, aku menatap supir angkot dari jendela angkot di belakang. Wajahnya letih. Berpeluh. “Uripe wong cilik yo ngene-ngene wae (hidup orang ‘kecil’ kok gini-gini saja),” katanya sambil mengusap keringat.

Ketika aku turun dari angkot sampai rumah, kepalaku berdengung pada satu kalimat itu, hidup yang seperti apa? orang kecil itu apa? mengapa mereka berkata begitu?. Lalu, ketika aku melihat dari jendela ruang ibadah, dua orang bapak-bapak saling berpapasan tapi tak saling sapa, seperti ada tembok besar yang membuatnya tak terlihat satu sama lain. Kepalaku penuh dengan pertanyaan, apa mungkin mereka bermusuhan? karena apa? untuk apa mereka begitu?

Hal-hal kecil semacam itu, sering luput. Atau, mungkin tak penting. Tapi bagiku, justru di situlah letak keresahan yang sebenarnya.

Baca juga: Logika Jungkir Balik Khas Warga Komplek

Banyak orang menganggap isu sosial itu sesuatu yang rumit, penuh absurditas, dinamis dan nggak logis. Tapi bukankah kehidupan sosial justru berdetak paling kuat di ranah sehari-hari? Saat chit chat dengan mang sayur di depan pagar, dalam ekspresi anak sekolah yang takit pulang, atau dalam heningnya seseorang yang lewat di keramaian. Rubrik jendela lahir karena keinginan untuk merangkul absurditas dan dinamika itu semua.

Rubrik ini bukan untuk audit siapa baik dan siapa buruk. Bukan juga sebagai hakim yang memutuskan salah dan benar. Kita hanya ingin merefleksikan ulang: Mengapa hal yang sepele bisa membuat satu orang terluka? Bagaimana kita melenturkan respon dari kebiasaan-kebiasaan di masyarakat luas?

Sapaan Dari Senja Hari

Jika suatu saat kamu berhenti sejenak di suatu tempat (di ruang tamu rumah, di balik bus, di beranda) sambil mendengar sayup-sayup suara dari luar, cobalah menatap jendela di baliknya. Mungkin suara itu bukan hanya untuk di dengar, bisa jadi itu adalah cerita kecil yang sedang menunggu untuk dipahami.

Rubrik jendela bukan tempat mencari jawaban pasti. Ia hanya ruang duduk bersama untuk merefleksikan, bertanya pelan, dan kadang tersenyum atas absurditas sosial.

Mari duduk di sini sebentar. Siapa tahu, dari jendela di senja hari ini, kita bisa belajar melihat manusia dengan lebih lentur. Dengan segala kerumitannya. Tanpa menghakimi.

Happy Exploring!

Tinggalkan Balasan ke Muhammad Rifqi Saifudin Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

*

Post comment

Comment

Jendela ibarat rumah. Dilarang orang lain untuk melihat isi dalamnya. Harus menjaga diri dengan baik agar orang lain tidak masuk ke dalam rumah kita….hehehe

Ngelihat senja di sore hari emang bikin refleksi, jadi kangen pas tinggal sama mertua karna kamarku dulu deket jendela dan bisa liat pemandangan luar. Kadang hal kecil di sore hari bisa ngasih makna mendalam kalau kita perhatikan baik-baik.

Dari balik jendela aku menikmati pemandangan tanaman bunga kesayangan suamiku. Terkadang dia menyiram tanaman dengan tangannya sendiri. Aku juga melihat tukang dagang melintas dari jendela, lalu aku panggil dan jajanlah aku. Di balik semua itu, aku terkadang merenung hal-hal kehidupan yang belum tercapai dan ingin segera mewujudkannya.

Duduk memandangi kehidupan menjelang matahari terbenam, mengevaluasi apa yang terjadi pada dunia.

Ada satu waktu saya pun sangat menyukai berdiri di depan jendela kamar anak saya. Dari kamar itu saya bisa memotret sunset dengan sangat indah. Sayangnya sekarang agak terganggu dengan pohon tetangga yang makin tinggi. Jadi udah jarang menikmati sunset dari jendela lagi

Dian Restu Agustina

Entah kenapa aku suka berada di balik jendela, melihat ke luar sana dengan banyak sekali drama. Seperti pagi ini…kuamati dari jendela lantai dua rumahku, sopir-sopir taksi di depo taksi yang ada di belakang komplekku nampak ceria mengawali hari mereka. Ada yang tertawa-tawa, ada yang ngejar temannya, ada yang asyik ngobrol berdua. Mereka saja semangat mau berangkat cari nafkah untuk keluarga..meski mungkin nanti yang dibawa pulang tak sesuai dengan harapan. Lalu, sebersit syukur akan kupanjatkan “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”…Aaah

Pada dasarnya jendela hanya sebuah lubang tempat keluar masuknya cahaya dan udara, namun diluar itu jendela ibarat menjadi pembatas antara zona nyaman kita dengan dunia luar yang penuh kunikan dan kerumitan

Muhammad Rifqi Saifudin

Sesuatu yang besar kadang dimulai dari hal kecil, pun refleksi terhadap hal besar bisa kita liat dari hal-hal kecil, sederhana yang kadang luput dari hal yang kita lihat sehari-hari dari suatu gambaran besar. Postingan ini jadi bikin aku mengingat lagi hal-hal sederhana yang mungkin selama ini sederhana tapi malah membuat kita lupa untuk apresiasi hal-hal sederhana

Nurul Fitri Fatkhani

Wah ternyata ada juga yang sama dengan saya. Sejenak beristirahat dari aktivitas rutin dengan duduk di depan jendela.
Hampir setiap hari saya duduk di depan jendela sambil melihat ke arah luar. Asyik aja menikmati kesibukan orang yang lalu lalang di depan rumah atau kadang nonton keriuhan tetangga yang ngobrol bareng.

Agustina Purwantini

Menatap dunia dari balik jendela memang asik dan seru. Memantik imajinasi-imajinasi.

Berbicara mengenai loteng, aku pengen banget bisa punya loteng di rumah namun sayangnya tidak ada. Sebab dengan menyendiri di loteng kita bisa banyak melakukan introspeksi sembari melihat sekeliling dari ketinggian ya kak

Tulisan yang hangat dan reflektif. Jendela kecil bisa membuka pandangan yang begitu luas. Indah sekali!

Berasa tertampar pas baca paragraf “Kadang kita terbiasa melihat satu gambaran besar, tapi lupa gambaran kecil”. Saya juga senang mba melihat ke luar jendela, karena biasanya menemukan hal-hal unik atau menyentuh hati.

Suka sekali dengan kalimat penutup, mari memperhatikan manusia tanpa menghakimi 💯 the best. Betul adanya memperhatikan lalu lalang orang dengan segala kerumitan pemikirannya bikin tertegun dan jadi banyak perspektif. Jendela di loteng bukan hanya sekadar pengindah bangunan, melainkan jadi tempat memperhatikan banyak hal. Kejadian sosial yang mungkin bisa di petik hikmahnya juga ya.

Tukang Jalan Jajan

ide “Jendela di Senja Hari” ini bener-bener relatable banget! Kadang hal kecil yang kita lihat dari jendela justru ngasih insight gede ya tentang hidup. Bikin kita mikir, ternyata banyak cerita di balik setiap orang yang lewat. Nggak sabar nunggu tulisan-tulisan berikutnya! Pasti seru nih ngulik hal-hal sepele yang ternyata punya makna mendalam.

Dinda tahu tidak, dulu ada drama seri TV yang judulnya Jendela Rumah Kita. Pemeran utamanya Desy Ratnasari dan Dede Yusuf. Drama favorit pada masa itu. Jadi teringat drama itu gara-gara baca artikel tentang jendela ini.

Aku baru denger, Mbak.
Aku tahunya yang semasa dan populer pas aku kecil tuh tersanjung, tersayang atau paling lama nokta merah perkawinan.. 🙈

Salah satu aktivitas di balik jendela yang saya suka adalah ketika sedang menginap di hotel. Melihat berbagai aktivitas dengan pandangan yang lebih luas. Membayangkan si A lagi apa, si B perasaannya gimana, dll

Dari jendela senja kita bisa melihat banyak hal yang membahagiakan meski dengan cara yang sederhana ya

Dulu sering banget mendengar kata-kata itu, “uripe wong cilik iki, yo ngene-ngene wae”. Mungkin itu salah satu keluhan dari mereka, atau mungkin kalimat yang basa basi. Saya pun nggak paham…

20 Responses